Entah Apa

353 75 95
                                    


Membuat karya itu nggak mudah, jadi tolong hargai cukup dengan memberi vote.

***

Katanya orang menulis puisi hanya ketika marah dan ketika jatuh cinta. Namun tiap melihatmu aku langsung ingin menulis puisi. Puisi tentang rasa yang tak tersampaikan.

- Aksara Jauh

***

Pagi-pagi sekali, perut Deka melilit tak keruan. Ini gara-gara Deka sok-sokan mengadakan mie lidi challenge bersama Ratu dan Syanin kemarin. Alhasil, ketika bangun tidur Deka langsung mules luar biasa. Segera ia melangkahkan kaki menuju kamar mandi, yang sialnya sudah dipakai bang Darel terlebih dahulu.

“Bang! Buruan napa, keburu gue eek di celana nih!” seru Deka sambil menahan pantatnya yang seperti mau meletus.

Bukannya mempercepat aktivitasnya di kamar mandi, bang Darel justru nyanyi-nyanyi nggak jelas, tanpa menghiraukan seruan Deka. Deka tambah kesal dibuatnya, mana pantatnya sudah panas sekali akibat nahan berak.

“Lo mandi apa ngapain sih?! Lama banget heran.” tanya Deka

“Baru aja masuk kamar mandi, gue masih lama. Lo numpang dimana kek.” Jawabnya enteng

“Nah! Mumpung belum ngapa-ngapain, mendingan gantian dulu sama gue.” Ucap Deka

“Ogah, mau boker dulu gue.” Ucap bang Darel

“Ya cepetan dong! Lo ngeluarin tahi apa batu sih, lama banget buset!”

“Ngeluarin lo! Ganggu ae lu, lagi serius ngeden juga.” Ucap bang Darel

Deka mulai tidak tahan, ia pun keluar rumah dan melihat sekeliling pelataran rumahnya. Sebuah benda bernama batu sudah berada di genggamannya. Konon katanya, batu bisa membantu menahan boker. Deka mah percaya-percaya saja, biar cepet.

Setelah agak lama, bang Darel keluar dari kamar mandi dengan wajah tanpa dosa. Deka yang sudah terlanjur bete, merengut kesal lalu masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya sampai menimbulkan bunyi yang agak keras. Kalau saja kondisinya tidak seperti ini, tentu bang Darel sudah ia habisi sejak tadi.

***

“Lah?! Motor gue kemana dah?” ucap Deka saat mendapati motornya tidak berada di tempat seharusnya.

“Papah kan udah bilang, lo suruh naik angkot soalnya motor lo mau di servis.” Ucap bang Darel

“Nggak nanya lo.”

Deka masih kesal gara-gara masalah kamar mandi tadi. Ditambah motornya pake diservis segala, dia tidak dengar ketika Papah bilang begitu karena ia masih konsentrasi di dalam kamar mandi. Sekarang Deka bingung, kalau mau naik angkot dia harus berjalan ke perempatan terlebih dahulu. Sedangkan waktu untuk ke sekolah hanya tersisa sepuluh menit.

“Dianterin nggak nih?” tanya bang Darel berusaha membujuk Deka agar tidak ngambek lagi.

“Iyalah!" ucap Deka nyolot

Prinsip Deka kalau lagi marah, walaupun butuh tetep aja harus sok-sok nyolot.

“Bentar gue panasin dulu motornya.” Ucap bang Darel

Selang beberapa menit, bang Darel mengeluarkan motornya dari dalam rumah. Deka segera menggendong ranselnya, dan memakai helm. Bang Darel pun memacu motornya agar lebih cepat sampai ke sekolah Deka.

“Hampir telat tuh, udah sih ngambeknya.” Ucap bang Darel melihat Deka masih saja cemberut.

“Makasih udah nganter, kali ini lo gue maafin.” Ucap Deka

“Harus lah, masuk gih. Ditungguin tuh sama cowoknya.” Ucap bang Darel seraya menunjuk ke arah pos satpam.

“Ngaco aja lu, ya udah gue masuk nih.” Ucap Deka

Sebelum memasuki gerbang, Deka ber high five dengan bang Darel sebagai ganti dari bersalaman. Setelah bang Darel menghilang dari pandangan Deka, seseorang terdengar menyeru nama Deka dari pos satpam. Deka menoleh ke sumber suara, rupanya perkataan bang Darel tidak ngaco. Disana, Dias berdiri sambil melambaikan tangan. Tentu bang Darel hafal dengan wajah Dias, karena Dias pernah mampir ke rumah. Tapi bang Darel nggak harus bilang ‘cowoknya’ juga kali.

“Ngapain manggil?” tanya Deka

“Lo tumben dianter bang Darel, motor lo kemana?” tanya Dias

“Kepo banget sih jadi orang, mau anter gue pulang?”

“Boleh, tapi ada syaratnya.” Ucap Dias

“Apaan?” tanya Deka

“Salim dulu sama gue, harus cium tangan.” Ucap Dias

Deka memutar bola matanya dengan malas, ia nampak mengabaikan Dias. Deka ingin cepat-cepat sampai kelas, karena malas lama-lama berjalan sambil menenteng helm.

“Lo tuh kalo mau nganterin yang ikhlas, masa pamrih sama temen sendiri.” Ucap Deka

“Ya udah kalo nggak mau cium tangan,” ucap Dias

Selanjutnya yang Dias lakukan adalah mencium telapak tangannya, dan menempelkan ke pipi Deka. Deka benar-benar kaget dan otaknya seakan berhenti. Dias sudah berlari terlebih dahulu, Deka segera tersadar dan mengejar Dias.

“woy kampret! Cari mati lu?!” seru Deka sambil terus berlari.

***

Hima hendak mengumpulkan setumpuk buku tugas di kantor, ia nyaris tertabrak dua orang yang saling berkejaran. Setelah diamati, cewek yang sedang berlari mengejar itu tak lain adalah Deka. Mata Hima terus mengikuti bayangan Deka, Hima tidak suka melihatnya. Sudah sering ia mendapati Deka berduaan dengan Dias. Ini masih pagi, tapi Hima merasakan gerah luar biasa. Tau gitu dia tidak usah meladeni Deka, kalau ujung-ujungnya Deka lebih memilih Dias.

“Aku bantu ya, Kak?” ucap seorang gadis, membuyarkan pikiran Hima.

Siapa lagi kalau bukan Lily, si adik kelas gatelan yang menganggap Deka sebagai saingan. Ia sama dengan Deka, tergila-gila dengan Hima. Cara apapun ia tempuh untuk  mendapatkan perhatian Hima. Walau hanya adik kelas, tetap saja Lily ingin menyamai Deka yang posisinya setingkat lebih tinggi darinya.

“Nggak, nggak perlu. Lagian sebentar lagi masuk, nanti kamu telat ke kelasnya.” Ucap Hima

“Kak Hima risih ya sama aku?” tanyanya mendadak baper.

“Nggak sama sekali, ya udah nih kalo mau bantuin.” Ucap Hima merasa tidak enak.

Lily tersenyum puas, ia sudah menduga kalau Hima tak mungkin menolak jika ia berkata begitu. Cowok seperti Hima, mudah sekali merasa tak enak pada orang lain. Keduanya berjalan menuju kantor, beberapa mata memandangnya tak suka. Kebanyakan anak-anak kelas XI IPS, yang kenal dengan Deka. Mereka memang nge-ship Hima-Deka. Namun yang mereka lihat, Hima justru berduaan dengan adik kelas tengil.

“Kak, kakak ngerasa diliatin nggak?” tanya Lily lirih.

“Iya, mereka temen-temennya Deka, udah kamu biasa aja.” Ucap Hima

“Nggak Kak Deka, nggak temennya, sama aja seremnya.” Ucap Lily

“Emang Deka serem ya?” tanya Hima

“Kalo sama aku sih gitu, beda lagi kalo ke Kak Hima.” Cibir Lily

“Udah nggak usah ngomongin orang mulu, apalagi kamu nggak begitu kenal Deka.” Ucap Hima sukses membuat Lily kicep.

Lily pikir Hima juga nggak suka dengan sifat Deka, ternyata Hima lebih membela Deka ketimbang meladeni dirinya. Setelahnya, Lily jadi lebih berhati-hati dalam bicara. Salah-salah ia bisa dicap jelek oleh Hima.

“Kak Hima maaf ya, kalo aku udah jelek-jelekin Kak Deka.” Ucap Lily

“Santai aja kalo sama kakak, justru kakak nggak suka sama orang jaim.” Ucap Hima

Perkataan Hima barusan membuat Lily tertampar. Tidak salah kalau ia naksir dengan Hima, selain wajahnya yang tampan, hatinya juga tak kalah tampan. Lily mestinya belajar banyak dari Hima, agar ia tidak hanya mempedulikan kecantikan paras, namun juga kecantikan hatinya.

Insane #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang