Masih ngelanjutin yang kemarin, i hope you guys enjoy this story 😉
***Penampilan Deka sudah tidak keruan, baju olahraganya yang berwarna biru muda berubah menjadi kecoklatan. Ini gara-gara permainan di pos 4, yang mengharuskan mereka untuk mencari potongan puzzle di dalam lumpur yang susahnya sudah seperti mencari puzzle kehidupan. Bagian yang paling menyebalkan adalah saat Deka melihat teman-teman cewek yang sekelompok dengannya masih memakai baju yang sama bersihnya seperti ketika berangkat kesini.
"Kok kalian pada bening-bening gitu sih?!" Tanya Deka kesal.
Bayangkan saja, disaat Deka sibuk menyeka noda di wajahnya sampai tidak mempedulikan bajunya yang kotor, mereka tetap cantik tanpa lumpur sedikitpun. Pokoknya wajah Deka sudah tidak bisa dikenali lagi, dan tentu ia merasa iri dengan perbandingan yang tidak seimbang antara dirinya dengan teman-temannya.
"Lo sih mau-maunya berenang di lumpur. Kita kan diwakili anak cowok." Ucap Nadin.
"Lah?! Kok waktu gue main nggak ada yang mewakili sih?" Tanya Deka dengan ekspresi mengenaskan.
"Harusnya ada sih, kelompok kita kan cewek cowoknya genap. Tadi sisa Dias sih, emangnya dia nggak gantiin lo?" Tanya Sebin.
"Nggak masa?! Mana tuh orang, dasar sialan!" Seru Deka berapi-api.
Deka akhirnya bertemu dengan Dias. Dias hanya menatap Deka sekilas, seolah tidak terjadi apapun. Ia asyik melahap makan siangnya. Deka menepuk bahunya kencang, hingga Dias hampir tersedak.
"Apa sih! Kasar banget heran." Ucap Dias kemudian meneguk air mineralnya.
"Eh kucing sampah! Jahat banget lo, nggak mau gantiin gue berenang!" Seru Deka.
"Kenapa harus gue?" Tanya Dias.
"Ya karena sisa lo doang bego!" Ucap Deka.
"Siapa lo suruh-suruh gue?" Sahut Dias.
Lagi-lagi Dias menanggapi dengan nada santai, meski ia paham betul ekspresi Deka tampak tidak senang. Sebaliknya, Deka terlihat begitu jengkel menghadapi manusia seperti Dias.
"Songong juga lo lama-lama. Lo ada dendam apa sih sama gue? Kenapa lo nyebelin banget jadi orang?" Tanya Deka.
"Hak gue kan mau menolong lo atau nggak?"
"Lo kok berubah gini sih, sumpah beda banget sama Dias yang dulu." Ucap Deka.
"Jangan mentang-mentang gue pernah bilang suka sama lo, lo jadi ngerasa lebih." Ucap Dias.
"Otak lo cetek banget sih?! Gue nggak semurahan itu."
"Kali aja lo ngelunjak. Lo lihat dong, selain gue udah nggak ada lagi cowok yang dekati lo."
Ini Dias kenapa sih, omongannya lagi pedas banget heran. Deka sudah benar-benar kesal, ia kemudian menghempaskan tubuh Dias dengan kasar dan cepat-cepat meninggalkannya. Dias berubah, tadinya ia cukup baik sebagai teman walaupun kadang-kadang ngeselin. Lalu ia berubah menjadi seseorang yang tiada hentinya menggoda Deka, dan berakhir dengan menjadi cowok brengsek dengan kata-kata pedas.
"Deka! Woy! Baper lo?" Seru Dias namun masih terdengar samar di telinga Deka.
***
Udah bajunya kotor, berlumpur, ditambah wajahnya cemberut kesal. Ia melihat Hima yang tersenyum ke arahnya, dan perlahan mendekat. Namun Deka mengabaikannya, dan itu jelas membuat Hima bingung. Ia pun menahan tangan Deka.
"Ada masalah apa?" Tanyanya.
"Nggak apa-apa kok." Ucap Deka.
"Mau pake baju gue? Masih bersih kok, gue kan nggak main." Ucap Hima.
"Terus lo nggak pake baju? Yakali, nggak ikhlas gue kalo cewek-cewek liat lo telanjang dada." Ucap Deka.
"Ya ampun, mesum amat itu otak. Gue bawa kaos kok di tas. Gimana? Mau pake?" Tanya Hima.
Deka menggeleng pelan. Bukan itu masalahnya, Deka mah udah dekil dari sananya. Deka kesal karena Dias, dan Hima menjadi obat paling manjur untuk mengobati kekesalannya. Hima bahkan tidak paham perasaan Deka saat ini, namun ia dapat menangani dengan baik tanpa banyak tanya.
"Gue juga ada sweater kok di tas, kamar mandi dimana sih?" Tanya Deka.
"Kenapa nggak ganti di bus aja?" Tanya Hima.
"Awto gampar nih." Ucap Deka sambil melirik sadis.
"Eh bukan... maksudnya bukan gitu. Di bus kan ada tirainya, terus lo bisa minta cewek-cewek buat jagain." Jelas Hima.
Deka masih melirik pada Hima, Hima menjambak rambutnya putus asa. Cowok emang selalu salah di mata cewek.
"Iya iya gue salah, cowok sama cewek beda kan? Tapi kamar mandi disini nggak ada yang khusus buat cewek, jadi gue cuma kasih saran." Ucap Hima masih berusaha menjelaskan agar tidak terjadi salah paham.
"Itu muka nggak usah pucet gitu dong." Ucap Deka sambil tertawa.
"Lo mah gitu, De. Gue lagi serius malah dibercandain." Ucap Hima.
"Kalau serius, datangi bapak gue dong." Ucap Deka.
"De, lo waras nggak sih?" Tanya Hima.
"Alhamdulilah sehat walafiat tanpa kurang satu rindu pun." Jawab Deka.
"Bodo amat."
Hima beranjak pergi, lama-lama dia bisa gila kalau terus mendengarkan celotehan Deka. Selain itu, juga untuk menghindari perasaan-perasaan yang tidak dibutuhkan seperti baper misalnya. Dari kejauhan, Ratu dan Syanin bergegas menghampiri Deka. Mereka menghela napas lega, mendapati Deka bersama Hima. Mereka pikir Deka tersesat, atau nggak pulang duluan. Soalnya pengalaman dulu waktu TK, sekalinya ngambek Deka langsung pulang ke rumah. Setelah melihat Deka ngambek karena Dias, mereka pikir Deka benar-benar pulang. Tapi nggak mungkin juga sih, jarak rumahnya dengan TK kan hanya beberapa rumah. Sedangkan di tempat ini, perjalanan kesini aja harus pakai bus tau sendirilah jaraknya seberapa.
“Kirain lo pulang duluan.” Ucap Ratu.
“Gila aja, nyari wc aja susah apalagi nyari jalan pulang.” Ucap Deka.
“Kali aja, lo kan ambekan. Lo sama Dias ada masalah apa?” tanya Syanin.
“Ya ampun itu mah jaman kapan. Udah nggak usah dibahas, temenin gue ke kamar mandi yuk.” Ajak Deka.
Deka menggandeng Syanin untuk menemaninya ke kamar mandi. Ratu belum pergi dari situ, ia memberi isyarat pada Hima untuk menjelaskan apa yang terjadi. Hima hanya mengibaskan tangan pertanda semua baik-baik saja.
“Ratu, ayo.” Ajak Deka.
“Bentar, kalian duluan aja.” Seru Ratu.
“Lo yakin, Him? Deka nggak ada cerita apaan gitu sama lo?” tanya Ratu.
“Iya, lo kan temennya harusnya lo yang tau.” Ucap Hima.
“Lo kan cowoknya, harusnya lebih tau.” Ucap Ratu sambil terkekeh.
“Pantes aja lo betah temenan sama Deka, orang otaknya aja sama-sama gesrek.” Ucap Hima.
Ratu cekikikan kemudian menyenggol bahu Hima untuk menggodanya.
"Et, kok lo nyangkut disini sih, Tu?" Sindir Deka yang tiba-tiba muncul ditengah-tengah mereka.
"Yeu baperan lu, kaya bocah aja." Ucap Ratu.
"Nah, bener tuh Ratu. Lo emang baperan, De." Ucap Hima.
"Masih gue liatin, Tu." Ucap Deka.
"Ampun dah, De. Jangan sekongkol sama gue, Him, ada yang marah ntar." Ucap Ratu.
Melihat Deka cemberut, Hima justru semakin menjadi. Tidak tahan rasanya untuk tidak menggoda Deka disaat-saat seperti ini.
"Nggak takut gue. Siapa yang berani marahin lo, Tu? Biar gue musnahin." Ucap Hima.
"Tu, musuhan kita, Tu." Ucap Deka.
"Gue mulu, njir. Udah jadi kambing congek, hitam lagi, mau dijadiin apa lagi gue?" Ucap Ratu yang teraniaya.
"Maunya?" Hima menggoda Ratu lagi.
"Him, gue bisa khilaf kalo lo ngalus mulu." Ucap Ratu.
"Hush... hush... Keknya ada kucing kawin, berisik banget. Benar-benar minta disiram." Ucap Deka geram.Hima dan Ratu sama-sama tertawa menyaksikan tingkah Deka yang kekanak-kanakan.
"Cemburu nih?" Tanya Ratu.
"Gue mah apa, cuma sendal teplek." Jawab Deka.***
Vote+comment kalian bakal jadi semangat w dalam ngelanjutin part berikutnya. 😘 Tq
KAMU SEDANG MEMBACA
Insane #Wattys2019
Novela Juvenil[tahap revisi] "Pas banget! Gue lagi nyari jodoh, eh malah ketemu, lo." -Deka "Gila lo." -Hima