Outbound

350 59 36
                                    

Ada yang rindu Deka-Hima? Ada lah pasti, udah ngaku aja 🤢
Sebenernya udah dari lama pengen apdet lagi, tapi gimana yaa... habis tugas sekolah banyak, mood nulis ilang, ide ga mau muncul. Alibi doang deng. Intinya gwa pengen rajin apdet lagi, doakan y.
Udah sih cuma mau nulis itu doang, mayan niat kan sampe author notenya sebanyak ini. Happy reading guys 💋

***

Deka sudah menyiapkan semua keperluan yang akan ia bawa. Bahkan Deka sempat menceklis ulang barang-barang yang ia butuhkan sebelum berangkat ke sekolah. Di akhir semester ini, seluruh anak kelas XI diwajibkan mengikuti kegiatan outbound sebagai pengganti kegiatan pentas seni yang biasa diadakan setelah kenaikan kelas. Deka sendiri berada di bus yang sama dengan kelas Hima, yaitu XI MIPA 5. Tapi jarak mereka sudah pasti berjauhan, karena Hima berada di barisan belakang sebagaimana cowok-cowok pada umumnya. Deka justru memilih duduk di kursi paling depan, tepatnya di belakang tempat duduk guru. Ia sedikit badmood karena nasibnya tidak semulus Ratu dan Syanin yang berada dalam satu bus.

Gara-gara abjad namanya termasuk awal, jadi Deka beda bus dengan Ratu dan Syanin. Deka di bus 4, sedangkan Ratu dan Syanin di bus 5. Lagian ngapain sih kesiswaan mengatur pembagian bus berdasar nama, apa faedahnya coba jadi emosi kan Deka. Mana abjad awalan kebanyakan cowok, bayangin aja yang namanya depannya Ahmad ada empat orang sendiri. Intinya kalau dijumlahkan di dalam bus 4 ada 5 siswa putri, dan 11 siswa putra dari XI IPS 4. Sisanya masuk di bus 5.

Belum satu jam perjalanan, monyet-monyet di belakang sibuk gembrang-gembreng menabuhi cajon yang mereka bawa. Ampun dah, Deka aja memilih meninggalkan bantal leher anti pegal demi meminimalisir bawaannya. Dia sempat-sempatnya bawa cajon, mana ada yang bawa termos segala lagi dikira piknik kampung apa. Anehnya, meski bawaan anak cowok terlihat banyak nyatanya mereka hanya butuh satu tas. Nggak ngerti lagi sama cowok. Kalau Hima sih nggak ikutan tabuhan, dia kalem banget sambil menghadap jendela gitu. Orang yang berada di luar jendela kalo liat Hima begitu pasti bakal adem banget. Saat dirinya menoleh dan tak sengaja bertemu dengan mata Deka yang jelalatan, Hima langsung tersenyum manis. Deka sih malah buang muka, sok jual mahal gitu padahal nggak ada bahan buat jualan, orang harga diri aja dia nggak punya.

Deka mencoba menutup mata dan menyandarkan kepalanya pada jendela bus, namun rasa kantuk tak juga datang. Kayaknya tadi Deka minum antomi yang sudah kedaluarsa deh, soalnya bukannya jadi mengantuk yang ada matanya makin terbuka lebar. Padahal teman sebangkunya, Dinar, sudah tertidur pulas. Bau bus begitu menyengat bagi Deka, alhasil ia merasa mual tak keruan.

“Din... bawa minyak nggak?” tanya Deka membangunkan Dinar.

“Lo kenapa? Gue bilang ke PMR ya?” tanya Dinar yang langsung bangkit tanpa persetujuan Deka.

Tak lama setelah itu, Dinar kembali bersama Nina dan Hima. Nina aja udah cukup kali, pake Hima dibawa-bawa lagi malu-maluin aja. Deka sejenak melupakan rasa malunya, dan fokus pada kondisi tubuhnya saat ini. Nina kemudian duduk di sebelah Deka, dan memberinya minyak kayu putih. Tapi karena ia tidak begitu mengenal Deka, jadi keduanya sedikit canggung. Melihat itu, Hima mengambil alih kotak p3k ditangan Nina sesaat setelah Nina mundur dari bangku Deka.

“Lo pucet banget tau nggak, hadap sana coba.” Ucap Hima.

“Apa sih, gue udah nggak apa-apa.” ucap Deka.

“Lo mah banyakan jaim, sekali-kali nurut sama gue apa susahnya sih.”

Deka pun menuruti apa kata Hima. Dia mah percaya-percaya aja udah sama ahlinya, biar cepet. Hima memijat-mijat tengkuk Deka, sehingga tubuh Deka terasa lebih enteng. Setelah agak lama, Hima kemudian berhenti memijat Deka. Nggak enak juga kan sama Dinar yang udah melirik sengit karena kakinya pegal terus berdiri di samping mereka berdua.

“Pelipisnya dipijit-pijit sendiri ya, kalo mau muntah muntahin aja nggak usah malu.” Ucap Hima terdengar menenangkan.

“Nggak usah keras-keras kali, lo mah malu-maluin gue mulu.” Ucap Deka.

“Dih, gayaan pake malu segala. Lo emang biasa mual gini ya kalo naik bus?” tanya Hima.

“Nggak juga, tapi kali ini gue nggak tahan sama bau busnya.” Ucap Deka.

Hima pun bangkit dan kembali ke tempat duduknya. Dinar segera mengambil kembali apa yang menjadi haknya. Udah Deka ganggu tidurnya, ditambah Hima ngerecokin tempat duduknya, memang mereka berdua ini cocok. Dinar basa-basi bentar menanyakan keadaan Deka, setelahnya dia tidur lagi, dasar temen laknat. Tapi Hima datang ke bangku Deka lagi. Mampus lu Din, kebangun lagi kan. Ia menyerahkan buff berwarna hitam yang baunya khas Hima, untuk dipergunakan Deka sebagai masker.

“Pake nih, nggak usah ngeyel.” Ucap Hima.

“Iya iya, thanks ya.” balas Deka.

“Yoi sans. Dibawa tidur aja, De, ntar juga sembuh.” Ucap Hima yang dibalas dengan anggukan Deka.

“Udah, Deka biar gue yang jagain. Lo balik ke belakang sono gih.” Usir Dinar dengan mata yang masih merah.

“Kalo ada apa-apa lo panggil gue aja ya, De. Temen sebangku lo ini nggak guna sih.” ucap Hima.

“Resek bener sih cowok lo, padahal kenal aja kagak.” Ucap Dinar.

Deka tertawa kecil, selain karena Hima yang sok kenal dengan Dinar, juga karena ia tidak mendengar bantahan dari Hima saat Dinar bilang ‘cowok lo’. 
***

Sesampainya di tempat tujuan, mereka langsung berhamburan keluar bus. Lega rasanya saat udara pengap berganti dengan udara segar. Ya bayangin aja, oksigen di dalam bus mesti digunakan 40 orang bernapas secara bersamaan, gimana nggak pengap. Deka kaget saat Hima sudah berada di sebelahnya. Tau aja kalau tanpa Ratu dan Syanin, Deka hanyalah seonggok daging dikasih nyawa. Tapi Deka salah paham, karena Hima bukannya mau menemani Deka, melainkan mengambil minyak kayu putih tadi.

“Sini dulu dong, temenin gue nyari Ratu sama Syanin.” Ucap Deka.

“Ya ampun cupu banget sih, sendiri aja nggak berani.” Ucap Hima.

“Apa lo bilang?! Enak aja lo, cuma gue yang boleh ngatain lo cupu. Lo nggak boleh bales.” Ucap Deka.

“Cupu cupu cupu cupu cupu...” Seru Hima sambil berlari menjauh sesaat setelah Deka mengambil ancang-ancang untuk melemparinya dengan sepatu.

“Ya ampun, bayi badak! untung lo keliatan paling kucel jadi nggak susah nemuin lo diantara ratusan orang.” Ucap Ratu.

Deka pun membalasnya dengan sebuah cubitan kecil di lengan. Kalau lagi nggak butuh aja ngata-ngatain, giliran butuh langsung berubah jadi anjing penjilat. Namanya juga human.

“Pucet banget muka lo, De. Itung empat puluh hari dari sekarang.” Ucap Syanin sembrono.

“Gue minta maaf ya kalo selama ini ada salah. Utang gue bulan lalu ikhlasin aja ya gengs.” Ucap Deka.

“Gue yang utang ke lo bego, pas amal jumat kemarin.” Ucap Ratu.

“Eh iya hampir lupa. Udah amal seribu, ngutang, hidup lagi, lo doang.”  Ejek Deka.

“Gue bayar nih. Palingan uang seribu jadi masalah, macem orang susah aja lo.” ucap Ratu.

Ratu merogoh saku celananya, kemudian ia benar-benar menyodorkan selembar uang seribu. Deka menerimanya dengan senang hati. Biarpun hanya seribu, toh tetap akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.

“Orang numpang boker aja dua ribu, lo amal seribu masih pake ngutang?” tanya Syanin.

“Serah gue sih, yang penting ikhlas.” Ucap Ratu.

"Eh, udah disuruh ngumpul tuh!" Seru Deka seraya menggamit lengan kedua temannya.

***
Segitu aja dulu buat part ini, kalo kalian suka jangan lupa vote yaa.

Insane #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang