Suasana di kantin tampak ramai, para siswa berdesakan demi mendapat makanan. Semakin kelaparan, semakin barbar begitulah sifat sebagian besar anak-anak 28. Begitupula Hima, ia datang agak terlambat. Namun ia berhasil mendesak kerumunan hingga berada di baris paling depan. Segera ia memasukkan gorengan ke dalam plastik, kemudian menyodorkan uang pada Bu Marwah."Nggak ada kembaliannya mas, gabung sama mbaknya aja ya," Ucap Bu Marwah.
Hima langsung menoleh ke samping, ia langsung disuguhi cengiran Deka. Dari tatapannya Hima sudah bisa membaca pikiran Deka, dia pasti sedang merencanakan hal-hal licik. Kenapa sih dia tidak bertemu cewek baik-baik, kenapa harus Deka.
"Kembaliannya buat gue aja ya? Hehe," Ucap Deka.
"Mana ada! Sini gue tukerin." Balas Hima.
"Ish! Hima pelit!"
"Apa lo, cewek curang,"
Hima pun menukarkan uang ke kantin sebelah, kemudian membaginya dengan Deka. Setelah membagi uangnya, Hima bergegas pergi dan ia tidak sadar kalau plastiknya robek. Akibatnya, gorengannya jatuh ke tanah. Sumpah itu ngeselin banget.
"Bangke! Susah payah gue belinya," keluh Hima.
"Bego sih, udah tahu beli banyak kenapa cuma pake satu plastik?" Tanya Deka.
Hima memilih diam dan memungut gorengannya dengan kasar untuk dibuang ke tempat sampah. Setelah itu ia mencuci tangannya. Namun ia menghidupkan keran air terlalu besar, sehingga celananya agak basah terkena semprotan keran.
"Basah nggak tuh celana lo, makanya pelan-pelan," Ucap Deka.
Hima kemudian duduk di salah satu bangku kantin, "Brisik lo,"
"Gitu aja ngambek, ini gue bagi," Ucap Deka seraya menyodorkan plastik gorengannya.
"Nggak usah deh, gue udah kenyang dengar omelan lo,"
Melihat Hima yang ngambek, membuat Deka semakin gemas dengan cowok itu. Biasanya dia terlihat dewasa, memarahi Deka ini itu, memberi nasihat pada Deka agar ia berubah menjadi lebih baik. Entah kenapa hari ini Hima sedang ceroboh, gantian Deka yang jadi sok bijak.
"Gue tahu cowok itu gengsinya gede. Tapi sekalipun lo nggak gengsi ke gue, gue masih anggap lo cowok kok." Ucap Deka sambil menghilangkan sambal yang menempel pada gorengannya.
Setelah gorengan itu bersih dari sambal, Deka menyodorkan pada Hima. Cowok itu enggan menerimanya, tangannya terlipat di depan dadanya. Deka mencoba cara lain, dengan mengarahkan ke mulut Hima. Dia masih juga menutup mulutnya, sambil geleng-geleng menolak suapan Deka.
"Segitu takutnya sama sambal?" Tanya Deka.
"Ya nggak gitu juga,"
"Terus kenapa?"
Akhirnya pertahanan Hima runtuh juga. "Ya udah, siniin."
Lagipula apa salahnya tidak tahu diri di hadapan Deka, toh cewek itu jauh lebih tidak tahu diri dibandingkan dirinya. Deka menyodorkan dengan senang hati. Ia senang Hima memilih untuk menghargainya ketimbang mempertahankan gengsinya.
"Aduh~" Ucap Hima seraya memegangi mulutnya.
"Lo kenapa? Kepedesan ya?" Tanya Deka.
"Enggak, orang lidah gue kegigit," Ucap Hima.
"Kirain gara-gara sambal, nanti gue lagi yang dimarahin emak lo," Ucap Deka.
"Sejak kapan Umi nyalah-nyalahin lo kalau gue kenapa-kenapa?"
"Habisnya mamahnya Syanin nyalahin gue sama Ratu waktu anaknya kena usus buntu. Emang anaknya aja yang gampang sakit, kenapa jadi temennya yang disalahin. Gue aja sering diare, tapi papah gue nggak pernah tuh nyalahin mereka," Ungkap Deka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Insane #Wattys2019
Teen Fiction[tahap revisi] "Pas banget! Gue lagi nyari jodoh, eh malah ketemu, lo." -Deka "Gila lo." -Hima