Dyan mengantarkan surat ijin untuknya dan Anya ke sekolah. Dia harus menemui wali kelas nya dan wali kelas Anya, untung saja wali kelasnya pengertian sehingga Dyan diberi ijin untuk merawat Anya beberapa waktu ini.
"Bruh!" saat menuju ke parkiran tiba-tiba ada yang menepuk bahu Dyan. Ia menoleh, ternyata teman-temannya.
"Sekarang lo hobi bolos ya." cibir Satria.
"Siapa bilang gue bolos, orang gue ijin kok." elak Dyan.
"Kenapa sih lo akhir-akhir ini banyak ijin?" tanya Bagas penasaran.
Dyan menghela nafas, "Pasti aja ada masalah."
"Sekarang kenapa lagi?" tanya Atha.
Dyan menggeleng dan berlalu pergi dari teman-temannya. Dia menuju ke parkiran, masuk ke mobilnya. Saat sedang menghidupkan mobil tiga pintu mobilnya terbuka dan masuklah teman-temannya dengan wajah nyengir.
"Kita kan temen."
"Benar."
"Iya. Masa dibantuin temen sendiri gak mau."
"Benar."
"Masalah lo, masalah kita juga."
"Benar."
"Apaan sih lo daritadi cuma benar, benar doang." kesal Atha ketika Bagas hanya menanggapi hanya dengan kata 'benar' saja.
"Abisnya gue bingung mau ngomong apaan." Bagas menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Brisik. Keluar sana." usir Dyan dan ketiga temannya menggeleng bersamaan.
Dyan mendengus, "Mau ngapain ngikutin gue?"
"Gue yakin ada yang terjadi diantara lo sama Anya." ucap Satria.
Dahi Dyan mengkerut, "Cenayang ya lo?"
"Bukanlah."
"Jalanin aja mobilnya, kita ngikut kemanapun lo pergi." ucap Bagas.
"Jangan kaget." setelah mengatakan itu Dyan membawa mobilnya seperti orang kesetanan.
"Anjir! Gue gak mau mati muda."
"Dyan, gila lo."
"Stop! Astatank berhenti, gue senam jantungnya udahan dong."
Dyan tidak menghiraukan teriakan teman-temannya, dia tetap mengebut walau tahu jalanan sedang ramai. Dyan memelankan laju mobilnya ketika sudah dekat dengan tujuan. Mobilnya berhenti diparkiran sebuah gedung besar serba putih. Apalagi kalau bukan rumah sakit.
Dyan keluar dari mobilnya meninggalkan ketiga temannya tanpa mengucapkan apapun. Dyan berjalan disepanjang koridor dengan santai sambil memasukkan kedua tangannya disaku celana. Satria, Bagas, dan Atha yang melihat Dyan kesal dan langsung menyusulnya.
Sampai didepan ruangan adiknya Dyan tidak langsung masuk, melainkan melihat adiknya yang terduduk di brankar melamun sambil memandang kosong keluar jendela. Dyan mengintip dari kaca pintu. Ketiga teman Dyan terengah-engah, mereka malah kompak menyandarkan tubuh ditembok.
"Malu-maluin." cibir Dyan.
"Capek tau gak." ucap Atha yang behasil duluan menetralkan nafasnya.
Atha langsung berdiri dan ikut Dyan mengintip siapa yang ada didalam ruangan karena sedari tadi Dyan didepannya. Mata Atha terbelalak kaget melihat Anya yang ada didalam sana.
"What happened bro?" tanya Atha.
"Panic disorder that leads to depression and self injury." mulut Atha berhasil menganga, sontak Bagas dan Satria yang mendengar jawaban Dyan ikut melihat siapa yang ada didalam sana. Mereka bertiga terkejut. Ralat, sangat terkejut. Bagaimana bisa seorang Anya yang dikenal periang bisa mengalami itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Siblings✔
Roman pour AdolescentsDulu kita saling melindungi Dulu kita saling menyayangi Dulu kita saling menjaga Namun sayang hanya kata 'dulu' yang mendominasi. Sekarang berbeda, tak ada lagi kata 'kita', sekarang hanya ada kamu, kamu ya kamu, dan aku ya aku. ⚠Cerita ini asli...