Berangsur keadaan Anya sedikit membaik, dia sudah mau makan walaupun harus dipaksa dan membuat orang-orang banyak bersabar. Merawatnya juga harus membutuhkan kesabaran ekstra. Sedikit-sedikit menangis, sedikit-sedikit mengamuk, sedikit-sedikit kalap.
Dia juga tidak mengikuti acara kemah dan meninggalkan tes ujian semester satu. Sehingga teman-temannya menanyakan Anya kenapa, lalu mereka pun tahu. Semua yang mengetahui keadaan Anya pasti akan prihatin.
Teman-teman Anya juga menanyakan keadaan Anya pada Dyan, mengapa dia tidak mengikuti acara kemah sekolah, mengapa selama seminggu dia tidak mengikuti ujian semester, dan juga mengapa Anya tidak memberi kabar.
Sekarang Anya sudah diperbolehkan untuk pulang kerumah. Dara mengijinkannya karena takut Anya jenuh di rumah sakit dan malah memperburuk kondisinya. Di rumah pun sama saja, kerjaan Anya hanya melamun dan menangis diam-diam. Belum ada yang tahu apa yang menyebabkan Anya bisa seperti ini, mereka takut kalau menanyakan hal itu Anya malah kalap lagi.
"Ara, abang pergi sebentar ya?" ucap Dyan sambil duduk disebelah adiknya yang duduk disofa panjang.
Bukannya menjawab kakaknya Anya tiba-tiba malah memeluk pinggang Dyan dan menenggelamkan kepalanya pada dada bidang Dyan, membuat Dyan kaget.
"Kenapa?" tanya Dyan dengan lembut.
"Abang gak boleh pergi?" lanjut Dyan dan mendapat gelengan dari Anya.
"Terus kenapa?" tanya Dyan lagi lalu memeluk Anya dan mengecup puncak kepala Anya.
"Ikut." ucap Anya dengan pelan.
Dyan tersenyum, "Gimana kalau kita ke cafe Bagas?"
Anya menganggukkan kepalanya masih dalam pelukan Dyan. Dyan melepas pelukannya dan menatap Anya.
"Sekarang ganti baju ya."
Anya pun tersenyum kecil membuat Dyan melebarkan senyumannya. Dyan berdo'a semoga adik kecilnya kembali. Kembali seperti dulu lagi. Adik kecilnya yang periang, ramah, dan baik. Tak apa Anya kembali seperti dulu yang manja asalkan Anya tidak seperti sekarang yang kerjaannya hanya melamun dan menangis. Membuatnya juga panik.
Dyan menoleh kebelakang ketika merasakan pundaknya ditepuk pelan. Ia melihat adiknya yang cantik tampak santai memakai kaus lengan pendek warna hitam dengan garis hijau merah hijau dibagian dada dan celana jeans panjang. Anya juga menguncir rambutnya yang panjang. Dia membawa sling bag berwarna hitam.
"Siap?" tanya Dyan dan diangguki oleh Anya.
Dyan merangkul bahu adiknya, menuntunnya keluar rumah.
"Pake motor aja ya kan deket." ucap Dyan dan Anya mengangguk.
Dyan mengambil motornya di garasi dan Anya menunggu di teras rumah. Melihat Dyan sudah siap dengan motor sporty warna merahnya itu Anya langsung naik dan berpegangan pada baju Dyan.
Dyan segera melajukan motornya dengan kecepatan sedang karena jalanan tak begitu sepi. Sampai di cafe Bagas, Anya segera turun dan disusul Dyan. Kali ini Dyan menggenggam tangan Anya, seperti orang tua takut anaknya hilang. Dyan membuka pintu cafe dan matanya berbinar melihat ketiga temannya yang tidak sengaja sedang berkumpul juga.
"Bro!" sapa Dyan.
"Kumpul gak ngajak-ngajak." lanjut Dyan.
Mereka hanya nyengir seperti orang bodoh dan Bagas pun menyuruh salah satu pelayan menyatukan dua meja agar mereka bisa duduk bersama.
"Yang bos mah beda." sindir Atha.
"Siapa dulu, gue." Bagas membusungkan dadanya sombong.
"Duduk oi, malah diem disitu aja." suruh Bagas, Anya dan Dyan pun duduk. Anya duduk menghadap jendela besar dan Dyan duduk didepan Anya yang berarti membelakangi jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siblings✔
Ficção AdolescenteDulu kita saling melindungi Dulu kita saling menyayangi Dulu kita saling menjaga Namun sayang hanya kata 'dulu' yang mendominasi. Sekarang berbeda, tak ada lagi kata 'kita', sekarang hanya ada kamu, kamu ya kamu, dan aku ya aku. ⚠Cerita ini asli...