Tiga hari berlalu dan Anya diperbolehkan pulang. Bobby dan Maura juga dua hari yang lalu menjenguk Anya lagi sambil berpamitan untuk kembali ke London sejenak karena ada urusan. Sedangkan Dave tetap di Jakarta karena sudah terlanjur kuliah disana.
Telunjuk Anya menunjuk Dyan yang berada di dapur sembari membelakangi mereka, entah apa yang ia lakukan. Bibirnya tersenyum lebar menandakan kebahagiaan. Dia sangat rindu dengan abangnya itu.
Dave pun membalas senyuman Anya dan beranjak mendorong kursi roda adiknya mendekati Dyan. Sampai di dapur entah apa yang dilakukan Dyan sampai-sampai masih belum menyadari keberadaan adiknya.
Dyan terlonjak saat ada yang memeluk pinggangnya dari belakang. Tangan mungil itu dikenalinya. Sedangkan Anya tersenyum lebar masih dikursi rodanya itu.
"Abang!"
"Ara kangen banget tau sama abang." ujar Anya tanpa melepas pelukannya.
Namun hati Anya mencelos saat abangnya itu melepas pelukannya dan pergi begitu saja dan terdengar suara pintu yang dibanting kasar. Hatinya terasa sakit. Mengapa abangnya berlaku seperti itu?
Dave yang melihat itu dari meja bar hanya tersenyum sedih dan mendekati adik kecilnya itu.
"Istirahat di kamar lalu makan malam. Okay?" Dave membelai lembut surai sepinggang milik adiknya.
Anya menganggukkan kepalanya patuh.
★★★
Makan malam tiba. Anya sudah siap dimeja makan dan tentu duduk dikursi rodanya. Makanan berjajar rapi disana."Ara mau makan apa?" tanya Dave.
"Mmm, this one." jari telunjuk Anya mengetuk pelan pinggiran piring berisi cumi dengan saus balado.
Namun baru saja Dave akan mengambilkan nasi untuk adiknya, bibir Anya sudah berkata lagi, "Wait, abang mana?"
Kepala Anya menoleh kekanan dan kekiri. Matanya menangkap sosok abangnya yang turun dari lantai atas.
"Abang!" yang dipanggil hanya menoleh sekilas lalu melanjutkan langkahnya.
"Ayo makan bareng abang."
Dyan hanya diam lalu memasuki kamarnya. Hanya sebentar lalu keluar lagi dengan memakai jaket hitam.
"Abang!" Anya menggerakkan kursi yang rodanya mendekati Dyan.
Anya mencengkram ujung jaket Dyan membuat sang empu menoleh dan memberi tatapan tajam. Anya hanya mampu menunduk tanpa melepas pegangannya pada jaket abangnya.
"Lepas." tangan Dyan menepis kasar tangan Anya. Kepala Anya tambah menunduk. Kenapa hatinya terasa sangat sakit dan seperti ditusuk ribuan jarum, lalu membuat hatinya terasa sesak.
Dyan berlalu keluar rumah dengan membawa kunci motornya.
"Abang! Jangan pergi malam-malam!" teriak Anya yang hanya diabaikan saja.
"ABANG!" teriaknya saat mendengar motor melaju.
Anya menghela nafas panjang dan membalikkan kursi rodanya menuju ke ruang makan. Dave yang melihat Anya kembali segera mengambilkan nasi namun dicegah oleh Anya.
Adiknya itu menggeleng pelan. Sambil terus menundukkan kepalanya dia hanya mengambil lauk yang ada dimeja lalu memakannya.
Dave hanya bisa diam saja saat adiknya seperti itu. Mau bagaimana lagi? Dia sudah hafal dengan sifat Dyan.
★★★
Dave mengetuk pintu kamar Anya pelan. Namun mendengar suara shower yang menyala membuatnya berhenti dan berpikir bahwa adiknya itu sedang mandi. Dia memutuskan untuk menunggu di ruang keluarga sambil menonton TV.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siblings✔
Ficção AdolescenteDulu kita saling melindungi Dulu kita saling menyayangi Dulu kita saling menjaga Namun sayang hanya kata 'dulu' yang mendominasi. Sekarang berbeda, tak ada lagi kata 'kita', sekarang hanya ada kamu, kamu ya kamu, dan aku ya aku. ⚠Cerita ini asli...