Gadis itu mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk kematanya. Bibirnya mengeluarkan ringisan kesakitan, badannya terasa remuk. Tubuhnya merasakan dinginnya lantai berdebu.
Terbatuk karena tak sengaja menghirup udara kotor. Ia berusaha bangun, tubuh ringkihnya dipaksa duduk.
Tempat itu sangat asing baginya, hanya ada satu jendela pada salah satu bagian dinding. Cat yang terkelupas dan dinding yang sedikit mengeropos membuat siapa saja yang melihatnya pasti mengira bangunan itu sudah tua.
Gadis dengan rambut sepinggang itu mengangkat kakinya dengan tangan untuk meluruskannya. Dia Anya. Entah sekarang dimana dia berada. Yang dia tahu, ia berada ditempat asing yang tak pernah dijumpainya. Anya menggigit bibir bawahnya berharap bisa meredam rasa sakit dikakinya. Kakinya terlihat membengkak dan rasanya sangat sakit, perih dan ngilu.
Matanya menjelajah ke seluruh arah, melirik jendela yang sedikit menghantarkan sinar matahari. Sebenarnya dia ketakutan. Tempat ini sangat buruk menurutnya. Lalu dia melirik pintu yang ada didepannya. Anya masih memandang ke seluruh arah. Ruangan ini kosong. Dimana kursi rodanya?
Ah sialan! Terakhir yang dia ingat adalah dia tak sadarkan diri didepan rumah. Dengan pencahayaan yang minim, gadis itu mengangkat tangannya, melihat penuh dengan noda tanah. Kuku-kukunya kotor. Benar, kejadian didepan rumah itu benar. Bukan mimpi.
"Big bear!" suaranya lirih, tenggorokannya tak mampu berteriak. Hening yang ia dapati. Tak ada sahutan.
"Big bear."
"Abang!"
Berkali-kali memanggil tak ada sahutan, Anya mengesot untuk meraih gagang pintu didepannya.
Tangan kanannya meraih handle pintu. Mencoba membukanya, namun pintu itu terkunci. Anya menggedor pintu itu berkali-kali tetapi tetap tak ada yang menanggapi.
Dahinya mengernyit bingung saat terdengar sedikit percakapan dari luar. Gadis itu mendekatkan telinganya pada celah pintu agar dapat mendengar apa yang dibicarakan orang asing itu.
"Sepertinya gadis itu sudah bangun Nyonya."
"Bagus. Dia ada disini?"
"Iya Nyonya."
Anya memundurkan tubuhnya saat terdengar derap langkah mendekati pintu. Terdengar suara kunci yang dibuka dan tak lama pintu terbuka. Menampilkan siluet seorang perempuan yang Anya tak tahu siapa.
Wanita itu mendekat, namun Anya masih belum bisa menebak siapa. Gadis itu memejamkan matanya, mencoba mengingat orang itu dari harum tubuhnya. Mata hijau itu terbelalak ketika mengingat siapa yang memiliki wangi seperti ini.
"Bunda!"
Tangan Anya terulur memeluk bundanya. Dia sangat, sangat, sangat rindu sekali dengan ibunya. Tangan gadis itu melingkar dileher ibunya yang berjongkok didepannya.
"Ara kangen banget sama bunda."
Selesai mengatakan itu Anya meringis kesakitan merasakan tubuhnya menghantam tembok dibelakangnya. Pelukan pada bundanya terlepas. Kepalanya mendongak melihat wajah bundanya. Masih cantik.
Tersenyum tipis, tangannya masih saja nekat terulur untuk menyentuh bundanya walau sudah menerima penolakan. Sekarang tangannya akan menyentuh pipi tirus namun cantik bunda, tetapi seketika ditepis kasar.
"Bunda jangan benci Ara." lirihnya. Matanya berkaca-kaca.
Tangan dingin bundanya mengelus lembut pipinya membuat gadis itu tersenyum manis, namun tiba-tiba berhenti dirahang. Tanpa basa-basi tangan wanita paruh baya itu mencengkeramnya dengan kuat sampai kuku panjangnya sedikit menggores kulit anaknya. Membuat senyuman itu menghilang digantikan desisan pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siblings✔
Genç KurguDulu kita saling melindungi Dulu kita saling menyayangi Dulu kita saling menjaga Namun sayang hanya kata 'dulu' yang mendominasi. Sekarang berbeda, tak ada lagi kata 'kita', sekarang hanya ada kamu, kamu ya kamu, dan aku ya aku. ⚠Cerita ini asli...