2. Sisi Lain Seorang Dilon

5.2K 342 44
                                    

“Sebuah kesenangan ketika menindas yang lemah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Sebuah kesenangan ketika menindas yang lemah. Namun, ketika melihatnya tertindas kenapa aku tak bisa diam begitu saja ?”

🍂🍂🍂

"Untuk materi ini, ada yang bisa menyimpulkan ?"

"Ya, silakan Hara."

Seisi kelas dibuat tercengang karena Hara, si anak tunanetra yang mengacungkan tangannya. Loh, memangnya salah ?

"Secara khusus Albert Einstein memandang pendidikan bukan sebagai produk semata. Ia lebih suka jika pendidikan didominasi oleh proses, karena dengan demikian jika prosesnya baik maka hasilnya dapat diharapkan lebih baik.
Pembelajaran sebagai bagian pendidikan tidak bisa dipatok kaku.  Sesungguhnya, kebenaran dalam pendidikan itu dibangun dalam kerangka dialektika keilmuan. Satu kebenaran akan terbantahkan oleh kebenaran yang lainnya. Demikian selanjutnya, sehingga kebenaran yang hakiki itu tidak terletak pada hasil, melainkan pada proses."

Lagi, seisi kelas dibuat melongo, kecuali Chaca. Chaca tahu sahabatnya ini memiliki otak yang cerdas karena dari kelas tujuh SMP sampai sekarang mereka selalu sekelas. Berbeda dengan yang lain, mereka bahkan baru mengetahui bahwa Hara sebenarnya buta.

Pilihan bahasa yang bagus, Hara pandai bicara, meski terkadang ia merasa gugup setengah mati. Walaupun Hara tidak bisa melihat, tapi dia punya kelebihan yaitu memiliki daya ingat yang kuat. Sejak kecil Hara sudah belajar bagaimana menulis yang benar, awalnya memang sangat susah, tapi sekarang Hara bisa mencatat materi apapun tanpa harus menggunakan indera pengelihatannya. Dia hanya mengandalkan daya ingatnya, kemudian mencatat ulang segala penjelasan penjelasan dari guru.

"Terima kasih. Untuk pelajaran kali ini, kita cukupkan sampai di sini. Selamat beristirahat."

Setelah Bu Dian keluar kelas, siswa-siswi kelas XI IPA-2 berhamburan menuju kelompok masing-masing kemudian bersenda gurau, ke kantin, kemana saja tapi tak ada seorang pun yang mau mengajak Hara kecuali, Chaca.

"Kantin yuk, Ra," ajak Chaca sambil membenarkan letak bandananya.

"Ntar gue malah nyusahin lo lagi."

"Halah, nyusahin apa coba ? Lo kan sahabat gue, udah kewajiban gue buat bantu lo."

Hara tersenyum, terkadang dia berpikir puluhan kali dan meyakinkan dirinya bahwa Chaca ini nyata, bukan cuma hayalannya saja. Dia tak bisa melihat Chaca, tapi dia sering merasakan sentuhan dari sahabatnya itu yang terasa nyata.

"Lo beneran manusia kan, Cha ?"

Chaca mendengus sebal. "Ya terus lo kira gue apa ? Dedemit yang nyamar jadi manusia ? Hellaw jeng! Liat gue sini! Punya mat—" Chaca buru-buru menutup mulutnya kemudian memukulnya berulang kali.

"M-m-maaf Ra, g-gue—"

"Lo mau ngebully gue juga gakpapa," ucap Hara sedikit tersinggung, padahal dia tahu Chaca kalau bicara memang suka lupa untuk direm.

HARADILON  [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang