10+7

1.3K 168 12
                                    

Dahyun sedari tadi tidak bisa fokus pada semua hal. Sejak kejadian itu, Wonwoo tidak pernah muncul. Ya sudah seminggu Wonwoo tidak masuk sekolah tanpa alasan.

Sebenci itu kah dia pada Dahyun?

Dahyun terus menatap keluar kelas, sedari tadi buku catatannya kosong karena pikirannya yang terbang kemana-mana, tanpa ia sadari bel pulang sudah berdering.

"Hyun! Lu gamau pulang?" Panggil Chaeyoung namun Dahyun tidak bergeming sedikitpun.

"Dahyun!" Panggil Chaeyoung dengan lebih kuat.

Dahyun akhirnya terbangun dari lamunannya.

"Ya?" Jawabnya sambil tersenyum.

Chaeyoung menghela nafasnya. "Mau ke kelas Kak Wonu lagi?" Tanya Chaeyoung yang dibalas anggukan pelan oleh Dahyun.

Selama berjalan menuju kelas Wonwoo, Chaeyoung berusaha mengajak bicara sahabatnya itu namun hanya anggukan dan gelengan yang ia dapatkan.

"Kak Hoshi!" Panggil Dahyun yang akhirnya membuka mulutnya.

Hoshi langsung menghentikan langkahnya ketika ia memutar badannya dan melihat dua anak perempuan yang seminggu ini datang ke kelasnya.

"Won-"

"Bolos lagi." Potong Hoshi yang langsung membuat Dahyun menutup mulutnya.

Dahyun menundukan pandangan sambil meremas roknya, ia benar-benar tidak tenang. Wonwoo tidak berhak marah! Ia tidak salah!

"Gue harus jelasin ke dia atau dia ga akan masuk, kan?" Ujar Dahyun yang diamini Hoshi dan Chaeyoung.

"Ya, lagi pula lo ga salah sama sekali..." Timpal Chaeyoung.

"Mau gua anter ke rumahnya Hyun?" Tawar Hoshi

Dahyun mengadah melihat wajah Hoshi dan Chaeyoung ia tersenyum tulus pada mereka berdua.

"Gausah kak! Makasih! Duluan Chaeng, Kak Hoshi!" Ujarnya setelah itu berlari meninggalkan mereka berdua.

Dahyun berlari menuju rumah Wonwoo yang jaraknya cukup jauh dari sekolah. Apa pedulinya dengan pandangan orang melihat berlari seperti orang gila. Ia hanya perlu meluruskan ini dan semua akan kembali normal, pikirnya.

Ia sesekali berhenti untuk mengambil nafasnya yang menggebu. Ia berlari kembali dengan cepat, dikarenakan keseimbangan tubuhnya yang berbeda dengan orang pada umumnya, ia sering terjatuh dengan keras membentur aspal.

Semacam turunan, karena abangnya juga punya kondisi yang sama.

"Aduh..." Rintihnya saat melihat tempurung lututnya yang lebam dan mengeluarkan darah.

Dahyun memutuskan untuk berjalan karena jarak rumah Wonwoo yang sudah menipis. Ketika ia sampai di gerbang kediaman Wonwoo, beberapa penjaga rumah yang mengenalinya menatapnya bingung.

"Permisi, maaf saya agak lancang, ini Nona Dahyun kan? Apa anda butuh plester luka?" Tanya seseorang yang Dahyun ingat namanya adalah Jungsoo.

Dahyun menggeleng sambil tersenyum. "Gausah, Wonu ada?"

"Tuan muda ada di ruangannya, ia tidak keluar sejak seminggu yang lalu. Perlu saya antar?"

"Ah, terimakasih tapi ga perlu hehehe..." Kata Dahyun lalu memasuki rumah mewah itu.

Ia menaiki tangga dengan tertatih karena semakin ia menggerakan kakinya semakin parah lukanya. Sesampainya ia di ambang pintu ruangan Wonwoo ia menarik nafasnya, ia menempelkan jarinya pada pemindai lalu pintu itu langsung terbuka.

"Wonu?" Panggilnya pelan sambil mencari sosok cowok itu.

Ruangan itu terlihat sangat berbeda dengan kali pertama ia mengunjungi tempat ini. Banyak buku rusak dan robekan kertas yang berceceran dilantai. Sangat berantakan layaknya gudang.

Pada akhir matanya menemukan lelaki yang sedang tertidur di meja kecil dengan rambut acak-acakan.

"Wonu..." Panggilnya lagi sambil melihat keadaan Wonwoo yang sangat berantakan bahkan lelaki itu masih mengenakan seragam sekolahnya.

Wonwoo terbangun lalu menegakan badannya. Ia membuka matanya lalu menatap Dahyun dari atas sampai bawah.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Wonwoo sambil menatapnya datar.

Ya tuhan, Dahyun benar-benar takut dan benci tatapan itu.

"Lo salah paham Won, gue ga ada hubungan apapun sama Vernon!" Tegasnya.

Wonwoo berdecih sambil tersenyum miring. "Terus?"

"Di lab kita ke kunci, ga ada cerita gue selingkuh sama dia! Gue panik, dia panik! Gue juga ga tau kenapa dia tiba-tiba ngerangkul gue kayak gitu!" Jelas Dahyun dengan suara sedikit bergetar menahan tangisnya.

Ia merasa dihakimi padahal ia bukan terdakwa.

BRAK!! 

Wonwoo memukul meja itu sehingga beberapa buku di atasnya berjatuhan. Ia bangkit sambil menatap Dahyun tajam.

"Cukup! Gua muak! Lo sama rendahnya dengan Yeonwoo! Ga berguna!" Bentak Wonwoo.

Air mata Dahyun jatuh membasahi pipinya. Dadanya terasa sangat sesak dan sakit. Berusaha kuat agar suara tangisnya tidak terdengar, ia meremas roknya. Rasa sedih, marah, benci membuncah berusah keluar bersamaan. Ia sendiri tidak percaya Wonwoo yang tengah memalingkan wajahnya mengatakan itu.

"Gue cuma mau ngejelasin dan gue jujur. Terserah lo mau percaya atau ga." Ujar Dahyun sedikit terisak dengan tenaganya yang tersisa ia punya. Dahyun segera meninggalkan ruangan itu dengan tertatih.

Wonwoo melihat hal itu merasakan hatinya ikut sakit. Wonwoo tidak buta, ia melihat banyak luka di seluruh tubuh Dahyun. Ia juga tidak buta karena ia tidak melihat kebohongan di mata gadisnya itu.

"Sial!"

Rasa bersalah menyelimuti dirinya sekarang. Ia lelaki paling brengsek yang membuat orang yang sangat berharga untuknya menangis seperti tadi.

"Ahk! Bodoh! Lo brengsek Wonu!" Umpatnya pada dirinya sendiri sambil menjambak rambutnya.

Tapi fakta dimana Vernon merangkulnya dan tidak ada penolakan dari Dahyun membuatnya tersulut api yang membakar sumbunya.
Ia kembali menghancurkan ruangan yang sudah hancur itu.

•Mine• 

It hurts the most when the person that made you special yesterday,
makes you feel so unwanted today.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang