"Semesta itu baik, Ra. Coba deh kurangin dikit rasa benci kamu sama dia."
Aku tertawa sinis mendengar ucapannya itu. "Terus, kalo aku udah kurangin rasa benci, dia bakal mengembalikan apa yang pergi dari hidup aku, hm?"
"Ya ... nggak. Tapi, Ra, kamu tau apa yang pergi pasti akan kembali dalam bentuk yang berbeda. Dan jauh lebih baik dari sebelumnya." Dia terlihat yakin saat mengatakan itu. Iris mata hitam elangnya memancarkan sorot kehangatan. "Belajar untuk menghargai pertemuan baru, Ra. Kamu gak bisa terus-terusan terjebak di masalalu."
Aku melengos seraya mendengus malas. Entah kenapa aku selalu tidak suka kalau membahas tentang ini. Tanganku kemudian menyambar tas ransel, kemudian bangkit. "Aku mau pulang."
Sungguh, aku tidak tau dia berkata apa. Semakin lama semakin ngelantur. Dan aku tidak suka.
"Nggak sampai kamu bilang kamu bakal ngelakuin itu."
"Semesta itu jahat!" sentakku seraya membalikkan badan ke arahnya. "Aku gak mau apa yang pergi kembali dalam bentuk yang berbeda. Aku mau dalam bentuk yang sama. Tapi, semua yang kusayangi udah terlanjur pergi. Dan itu karena semesta!"
Laki-laki itu menghela napas. Melihatku tiba-tiba jadi membentaknya secara tidak sadar, dia justru tersenyum hangat. Satu tangannya terjulur, meraih pergelangan tanganku dan mengangguk pelan.
"Duduk, Ra. Kamu gak boleh biarin diri kamu diselimuti emosi." Masih saja bersikap tenang, padahal aku sudah memberinya tatapan tajam. Aku tetap bergeming, menatap tangannya yang memegang pergelangan tanganku. Sementara dia lanjut berujar, "Kamu harus bisa menghargai setiap pertemuan. Nanti, kalo kamu harus merasakan kehilangan lagi, kamu gak perlu membenci semesta. Percayalah, semesta itu baik, Ra."
Baik?
Baik dalam hal apa?
Mengambil orang-orang yang kusayangi dari hidupku?
💦💦
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA(M) ✔
Fiksi Remaja|| Selesai || Kamu adalah bentuk ketidakkejaman semesta yang sudah aku sia-siakan. - Lentera Putri Senjana.