sebelas

19 3 2
                                    

APA yang lebih menyenangkan bagi anak sekolah selain jam istirahat?

Iya, jam kosong.

Hari ini, sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak pada kelasku. Pak Radit selaku guru matematika sedang berhalangan untuk mengajar. Tadi, dia sempat datang ke kelas sekedar untuk memberikan tugas. Setelah itu pamit tidak bisa mengajar karena istrinya akan melahirkan sekarang.

Tentu saja, sedetik setelah Pak Radit keluar; sekelas yang semula hening langsung riuh. Tugas yang Pak Radit berikan seketika terlupakan begitu saja. Kalau tugasnya sedikit tidak masalah. Bagaimana mereka bisa santai kalau tugasnya disuruh mengerjakan soal matematika buku paket dua halaman penuh?!

Sekarang, lihat saja. Kelas sudah seperti kapal pecah. Pintu ditutup dan dihalangi meja. Supaya tidak bisa dibuka siapapun dan tidak diganggu, katanya. Beberapa meja sudah tidak berbentuk lagi. Ada siswi-siswi yang langsung berkumpul membentuk kerumunan; ngapain lagi kalau tidak untuk bergosip? Ada yang berkumpul dan siap sedia dengan sebuah laptop menyala, menampilkan film yang menurutku adalah drama Korea. Kesenangan cewek-cewek jaman sekarang.

Dan juga, ada yang duduk berkumpul di pojok kanan kelas. Siapa lagi kalau bukan gerombolan anak cowok? Ada Bram juga di sana. Duduk di atas meja dan bersandar pada tembok sambil menyelimuti tubuhnya menggunakan jaket hitamnya. Di hadapan Bram, sudah ada beberapa kursi yang mengelilingi meja di tengah-tengah seperti konferensi meja bundar. Bram sendiri sesekali tertawa mendengar anak cowok mengumpat karena kalah main game.

Aku tidak tau kenapa tingkah murid-murid di kelasku ini tidak ada yang benar.

"WOI, ADA YANG TAU KUNCI WIFI GAK?!"

Seseorang berteriak lantang. Aku menoleh ke sumber suara. Dia Teresa; Sang Ketua Kelas. Tatapannya yang tegas beredar ke sekeliling kelas. Dia berada di kelompok cewek-cewek yang sedang menonton drama Korea.

"Dua tiga anak ayam, mana gue tau!" Suara lain menyahut. Pemiliknya Dani; salah satu anak cowok yang sedang bermain game di pojok kelas. Dia menoleh singkat ke Teresa, lalu kembali fokus ke handphone-nya.

"Dua tiga pisau kapak, gak nyambung dasar kembaran Bopak!" Gilang yang berada di dekatnya langsung menoyor kepala Dani. Membuat Dani mengaduh dan membalas menoyor kepala Gilang lebih kuat.

"Lo juga gak nyambung, bego!" seru Dani.

Gilang terkekeh. Dia kemudian menoleh ke Teresa yang mendengus kesal karena mereka malah berantem sendiri. "Eh Teri, woi!" panggil Gilang kencang.

Teresa melotot. "Enak aja lo manggil gue teri!" katanya tidak terima. "Dasar gigi ilalang!"

"Ilalang gak punya gigi bego!" Gilang membalas. "Untung cantik walaupun bego."

"Lo ngeselin ya!" Teresa menunjuk Gilang dari jauh.

"Udah-udah, woi!" Suara Dirga menyela. Ucapannya itu membuat perhatian sekelas teralih ke arahnya. Cowok yang memakai topi terbalik itu mengangkat kedua tangannya sebagai isyarat menghentikkan debat. "Daripada berantem gitu, mendingan kita nyanyi-nyanyi cantik!"

Gilang langsung berdiri dan menggetok kepala Dirga menggunakan kubiknya. "Eh, panu soang! Lagi belaga apaan lo nyanyi-nyanyi cantik?"

Dirga mengaduh sebentar, lalu memasang wajah sok manis. "Lagi mau belaga Syahrini dong ..." jawabnya yang sedetik kemudian langsung meletakkan kedua telapak tangannya di bawah dagu, bergaya Cherrybelle. Jauh dari apa yang diucapkannya barusan. "Syantik kan aku?"

Gilang memasang wajah jijik. Dia melangkah mundur perlahan dan mendekati Bram yang sejak tadi hanya terkekeh memperhatikan tingkah kedua teman dekatnya itu.

LENTERA(M) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang