delapan

28 3 0
                                    

Teruntuk, Sang Puan

Malam itu
Purnama bersinar terang
Terpantul, bercahaya di kedua bola matamu
Terus berbinar, tak meredup
Mengekal sempurna
Hingga berhasil membuatku jatuh cinta.

- Dari, Sang Tuan; W.

Aku memandangi secarik kertas yang baru saja kutemukan di dalam loker tadi. Berulang kali membaca ulang tulisan yang tertuang di kertas itu seraya menerka siapa yang membuat sajak ini. Padahal kan aku baru saja masuk kemarin, masa iya tiba-tiba aku punya penggemar rahasia?

"Lentera!"

Mendengar teriakan itu aku langsung menoleh ke sumber suara yang ternyata milik Imei. Dari sini terlihat Imei berjalan beriringan bersama Farisa dan Glandis membawa masing-masing minuman berwarna coklat di tangan mereka. Mereka bertiga lantas menghampiriku yang tengah duduk di barisan bawah bangku tribun.

"Kamu dicariin ke mana-mana," ujar Glandis begitu duduk di sampingku. "Ternyata duduk di pinggir lapangan."

"Cepet banget lo ngilang kayak tuyul, Ra," sahut Farisa, menyesap minumannya. Dia tidak duduk dan memilih berdiri di hadapan Glandis dan aku. Tak lama ia memberikan satu gelas plastik minuman coklat itu padaku. "Nih, tadi sengaja kita beliin buat lo."

Aku menerima minuman itu dari tangan Farisa. "Makasih, ya." Kemudian menyeruput sekilas, mendongak lagi menatap Farisa, Imei dan Glandis bergantian. "Kalian abis ke mana? Maaf ya tadi kabur tiba-tiba. Pengin ke sini aja gak tau kenapa."

"Santai, Ra. Tadi abis ke kantin," jawab Farisa.

"Omong-omong ..."

Tepat setelah Glandis bersuara, kami bertiga menoleh ke Imei. Matanya tertuju ke bawah dengan kening berkerut. Sejenak memperhatikan sampai akhirnya dia mengulurkan tangannya, meraih tanganku yang memegang secarik kertas sajak.

"Ini kertas apa, Ra?" lanjut Imei sembari menatapku dengan pandangan bertanya. Sesekali melirik tangan, lalu melirik ke aku.

"Oh ... ini?"

Farisa dan Glandis tampak penasaran juga. Aku membuka secarik kertas yang terlipat ini, membuat ketiga temanku ini mendekat. Mata mereka sama-sama memperhatikan kertas ini intens. Seperti abis menemukan bom saja.

"Tadi aku nemuin ini di loker. Gak tau siapa yang bikin." Aku mendongak, menatap Farisa, Glandis dan Imei bergantian. "Kalian ada yang tau gak ini tulisan siapa?"

Untuk sejenak, mereka memperhatikan kertas yang kutunjukkan. Kerutan di dahi mereka semakin dalam, tanda berpikir. Aku sampai harus menunggu beberapa detik karena mereka terlihat sedang berusaha menerka-nerka.

"Ah ... gak tau gue, Ra," jawab Farisa akhirnya.

Aku menghela napas, lalu menoleh ke Glandis. Seakan mengerti dengan tatapanku, dia menjawab sambil mengusap tengkuknya yang tak gatal. "Aku juga gak tau."

"Mei?" tanyaku.

"Gue gak tau. Lo dapet ini kapan?"

"Tadi, pas kalian pamit ke Kantin. Aku iseng-iseng buka loker. Nemu ini."

Imei menggumam panjang. Raut wajahnya kemudian kembali terlihat berpikir. "Yang inisial W di kelas kita siapa deh?" Imei balik bertanya. Matanya menatap aku, Farisa dan Glandis.

"Wahyu?" Farisa menjawab sekaligus bertanya.

"Eh, tapi Wahyu anak futsal. Gak mungkin," bantah Glandis. Gadis beralis tebal itu langsung menoleh ke arahku. "Aaaaah, Lentera! Ciee udah punya penggemar rahasia! Seneng gak, Ra? Keren tuh kayak di novel-novel!"

LENTERA(M) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang