lima belas

23 3 1
                                    

****

||  Never thought i'd take you serious. Now i need you, not a moment later. ||

No Pressure - Justin Bieber ft Big Sean.

****

Maaf karena saya jatuh cinta sama kamu. Saya jatuh cinta sama orang yang bukan milik saya.

Perkataan Bram sedari tadi terngiang-ngiang di otakku. Aku menghela napas sambil bertopang dagu. Pandanganku tertuju ke lampu belajar yang menyorot ke buku jurnal biru yang sengaja ku biarkan terbuka. Tanganku sudah memegang pulpen dan sudah ada laptop yang menyala. Tapi, tidak ada kata apapun yang tertulis di buku dan terketik di laptop. Pikiranku sejak tadi tidak bisa diajak kompromi.

Entah kenapa, aku tidak fokus menulis.

Tepat setelah Bram mengucapkan itu sewaktu di UKS tadi, aku tiba-tiba tidak bisa berbicara apapun. Rasa canggung menyerangku saat kami sedang makan bersama di Kantin. Sampai sekarang, apa yang dikatakan Bram tadi terus terbayang-bayang. Tak mau berhenti meskipun aku sudah berusaha menyingkirkannya.

Saya cuma gak suka kamu dikasarin gitu, Ra.

Aku mengingat dengan jelas bagaimana sesuatu mengalir ke sekujur tubuhku. Seperti desiran darah yang mengalir cepat. Aku mengingat sangat jelas bagaimana jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat melebihi ritme. Semua terjadi tanpa aku mengerti apa sebabnya. Sebelumnya, tidak ada gejolak seperti ini. Sama sekali tidak ada.

Dalam sekejap, semuanya terputar begitu saja. Dari awal pertemuanku dengan Bram yang terbilang konyol, hingga entah bagaimana aku bisa dekat dengannya sekarang. Aku benar-benar tidak menyukainya. Siapa pula yang menyukai orang menyebalkan semacam Bram? Tapi, semakin ke sini, aku malah merasakan sesuatu yang aneh. Yang sebelumnya tidak pernah aku rasakan.

Bagaimana senyum simpul Bram tercetak. Bagaimana cara laki-laki itu tertawa. Bagaimana sorot tatapan matanya berhasil mengalirkan tenang ke sekujur tubuh. Bagaimana dia menaik-turunkan kedua alisnya. Semua itu ... entah untuk alasan apa, kedua sudut bibirku tertarik membentuk sebuah senyuman.

Aku sama sekali tidak mengerti kenapa semesta tiba-tiba mempertemukan kita. Semua orang bilang bahwa semesta punya banyak kejutan yang tidak siapapun yang mengerti. Sejak awal pun, aku sudah meminta supaya semesta tidak memberi kejutan yang melibatkan perasaan. Sudah cukup dengan kejadian Angkasa. Aku tidak mau merasakan bagaimana dihempas setelah sudah menemukan kebahagiaan.

Mengingat Angkasa membuatku membuang napas kasar. Kedua tanganku menutup wajah. Deru napas mendadak tak beraturan seiring debaran jantung yang menciptakan sesak. Bram membuat semuanya terasa berbeda. Bram perlahan menciptakan debar dan desiran darah yang sebelumnya tak pernah kurasakan.

Bram datang, seolah menjadi perwakilan semesta untuk membawa teka-teki yang sengaja membuatku bingung bukan main.

Semesta ... untuk kali ini saja, tidak melibatkan perasaan, ya? Aku terlalu jenuh jika harus berhadapan dengan yang namanya perasaan, perasaan dan perasaan, batinku untuk kesekian kali memohon.

Detik berikutnya, aku hanya menenggelamkan wajah di balik kedua telapak tangan. Berkali-kali menghela napas untuk mengontrol gejolak aneh yang menyerang dada.

Give in to the lonely
Here it comes with no warning

Lantunan lirik dari lagu Capsize terputar menggema di kamarku. Seakan-akan penggalan lirik itu mendukung apa kurasakan sekarang. Iya, semua datang tanpa peringatan. Bram datang tanpa peringatan. Gejolak ini datang tanpa peringatan. Desiran darah dan debar jantung datang tanpa peringatan.

LENTERA(M) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang