satu

181 10 0
                                    

"TERIMA KASIH, Pak."

Aku tersenyum setelah Sang Supir taksi mengeluarkan koper milikku dari bagasi mobil. Supir itu membalas dengan tersenyum ramah sambil mengangguk. Lalu, aku mulai menyeret koperku dan melangkah menuju gerbang yang berdiri kokoh di depanku. Sesekali mengelus salah satu lengan. Malam ini, angin dingin berembus sampai terasa menembus kulitku. Aku bahkan sampai mengeratkan jaket ketika aku melangkah menuju gerbang.

"Pak Adi!!" seruku riang tatkala seorang laki-laki berjalan tergopoh-gopoh menuju gerbang.

"Nak Lentera! Wah, akhirnya sampai jugaaaa!"

Aku tertawa kecil setelah Pak Adi--satpam rumahku--sudah membukakan gerbang dan kini berjalan ke arahku. "Apa kabar, Nak Lentera?" tanyanya.

"Baik, Pak. Mama gimana kabarnya, Pak?"

Pak Adi semakin mengembangkan senyumnya. "Baik atuh, Nak. Dia nungguin Nak Lentera pulang. Daritadi bolak-balik ke luar rumah, nanya ke saya ..." Dia berhenti sejenak. "Nak Lentera udah pulang atau belum? Saya gak sabar dia pulang," lanjutnya sambil menirukan suara Mama.

Aku jelas tertawa. Pak Adi ini memang tipikal orang yang lucu. Aku selalu senang berada di sekitar Pak Adi.

"Ayo masuk, Nak Lentera. Udah ditungguin di dalem sama Ibu," ucap Pak Adi. Dia mengulurkan tangannya ke koper yang kugenggam. "Biar saya yang bawain ini."

"Eh gak usah, Pak, saya-"

"Nak Lentera pasti capek di perjalanan. Mumpung ada saya nih, jadi saya aja yang bawain ya?"

Mendengar bujukannya, akhirnya aku mengangguk setuju setelah menghela napas. Koperku kini beralih ke Pak Adi, sementara aku mulai melangkah memasuki gerbang, menuju pekarangan rumah. Di sampingku, Pak Adi masih tetap tersenyum sumringah. Langkahnya terlihat tergesa-gesa. Seperti tidak sabar untuk menunjukkan kedatanganku pada orang-orang di dalam rumah.

"Santai aja, Pak. Jangan buru-buru," kataku sambil tersenyum geli.

"Abisnya, saya juga gak sabar buat nunjukin kalo Nak Lentera udah pulang," jawab Pak Adi.

Aku hanya menggeleng-geleng sebagai respon. Lalu kembali menghadap ke depan. Melihat aku sudah hampir sampai di pintu masuk rumahku. Baru ingin memunculkan diri dari balik pintu, Pak Adi tiba-tiba menahan pergelangan tanganku. "Kita kasih kejutan ke Ibu yuk. Nak Lentera jangan munculin diri dulu, biar nanti Ibu kaget. Spe ... speles apa tuh namanya, Nak?"

Kedua alisku terangkat. "Speecheless, Pak," kataku sambil terkekeh geli kesekian kalinya.

"Nah iya itu," Pak Adi menyengir, "ayo kita kasih kejutan ke Ibu, Nak."

Aku mengangguk menyetujui ucapan Pak Adi. Ide bagus juga. Jadi terbayang bagaimana ekspresi sumringah Mama ketika melihat kedatanganku. Ah ... aku merindukannya.

"Assalamualaikum ...."

"Adii ... Lentera udah pulang belum? Kenapa lama seka--"

Ucapan Mama terhenti begitu saja ketika langkahnya sampai di ambang pintu. Tubuhnya mendadak terpaku di tempat. Menatapku dengan pandangan mata membulat, terkejut. Sedangkan aku langsung tersenyum lebar.

"Assalamualaikum, Ma," sapaku lembut pada Mama.

Beberapa detik kemudian, Mama terlihat tersentak sadar. Ekspresinya berubah sumringah. Wanita yang kusayangi itu langsung melangkah menghampiriku sambil merentangkan kedua tangannya. "Lenteraaaa! Duh, Mama kangen banget sama kamu!"

Aku tertawa di dalam dekapannya yang erat. Tubuhku hampir linglung ke belakang karena Mama begitu antusias menghampiriku tadi. Jujur saja, aku merindukan dekapannya. Sangat-sangat merindukan. Ada rasa hangat yang langsung mengalir ke sekujur tubuh ketika aku berada dalam dekapannya.

LENTERA(M) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang