enam

28 5 0
                                    

------

Jejak-jejak kehadiran dirimu masih begitu terasa. Sebab kamu punya ruang tersendiri dalam diriku. Terbingkai rapi; kurawat sampai tak terbiarkan ada cacat sedikitpun.

------

"LENTERA! Ini kue dari siapa?" Seruan Mama terdengar dari arah dapur. Kurasa dia baru melihat kue yang kuletakkan di dalam kulkas. Maklum, dia baru pulang lima belas menit yang lalu.

Dan ini sudah pukul tujuh malam.

Aku melongokkan leher dari balik sofa, membalas dengan berseru juga. "Dari Bram, Ma!"

"Hah? Bram siapa?"

Kutolehkan kepalaku ke belakang dan melihat Mama melangkah dari dapur,  ingin menghampiriku. Di tangannya membawa sepiring yang di atasnya ada kue pemberian Bram. Begitu Mama sampai di sampingku dan duduk, aroma harum kue itu langsung menyeruak. Menusuk indra penciumanku.

"Tetangga sebelah."

"Kanan?"

"Kiri."

Mama mengangguk-angguk paham. Sedetik kemudian dia langsung menepuk pundakku dan melotot. "Oh! Tetangga baru itu, ya?!"

"Aduh, biasa aja kali, Ma ..." Aku mengelus-elus pundakku yang ditepuk Mama tadi. Sebegitu excited-nya ya Mama nih? "Iya kali. Gak merhatiin juga dia tetangga baru atau bukan."

"Kamu tuh, ya ...," Mama mendecak-decak. Aku menoleh ke arahnya dan berkerut kening. Sedangkan Mama sibuk memotong-motong kue jadi bagian kecil. "Mbok, sekali-sekali jangan cuek sama orang. Nanti gak ada yang naksir sama kamu, loh."

"Lentera udah naksir asal Mama tau."

Mama tiba-tiba tersedak. Aku menengok panik dan menepuk-nepuk pundaknya. Dia seketika memasang wajah antusias. "Sama siapa?"

"Ada. Reksa, Raffa, Hazel, Genta dan masih banyak lainnya."

Mama menatapku heran. "Mereka siapa? Kamu naksir sebegitu banyaknya orang? Kenapa gak cerita-cerita ke Mama?"

Aku tertawa seraya menyandarkan kepalaku ke sofa. "Mau tau, Ma?"

"Siapa?"

"Tokoh fiksi!" jawabku, menyengir lebar. Lalu beranjak setelah memberikan remote tv ke Mama. "Nih, Ma. Lanjut nonton sinetron gih. Mau makan kue."

Aku melangkah menuju dapur. Tapi aku mendengar Mama berseru. "Kelamaan jomblo tuh kamu!"

Dan aku hanya tertawa, melanjutkan langkahku menuju dapur. Sedangkan Mama mungkin sibuk dengan sinetron di tv. Ah aku tidak peduli dengan sinetron itu. Yang aku pedulikan sekarang; perutku laper lagi. Kalau ada makanan begini nih, terus-menerus laper. Gak bisa berhenti.

Sambil melangkah menuju dapur, aku bersenandung kecil. Begitu aku hampir sampai di depan kulkas, ponsel yang kuletakkan di saku celana tiba-tiba berdering dan bergetar. Tanda ada panggilan masuk. Langkahku seketika terhenti. Sempat menunduk melihat ke saku celana, sebelum aku mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel. 

Setelah meraih benda persegi panjang itu, segera kulihat nama yang terpampang jelas di layar.

Adam is calling ...

"Hah? Adam?" gumamku, mengerutkan kening. "Ngapain nelpon sih?"

Dalam sekejap mood-ku rusak. Hanya melihat namanya saja membuatku mendengus keras. Beberapa detik aku memandangi layar. Menimang-nimang apakah aku harus mengangkatnya atau tidak. Dan berhubung aku tidak mood untuk mengangkat telepon darinya, akhirnya kumatikan telepon darinya itu.

LENTERA(M) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang