22. Obrolan Dini Hari

16 0 0
                                    

Waktu menunjukan jam 00.30 dini hari. Aku masih terbangun. Aku sudah dalam posisi tidur, memejamkan mataku, tapi tetap tak bisa tertidur. Apa karna chatting itu? Bukan. Ini kebiasaanku, kebiasaan buruk.

Sering kali aku tidur di atas jam 12 malam. Kalaupun tidur sebelum jam 12, aku pasti akan terbangun lagi antara jam 1 atau jam 2 pagi. Mungkin karna terlalu banyak yang kupikirkan.

Bosan bolak balik di kasur, aku bangun dan keluar dari kamar. Aku menuju teras depan, duduk, dan membuka HP. Menghapal vocab atau mengotak-atik apa saja yang ada di HP-ku untuk membuatku mengantuk.

"Padahal mulai pagi ini banyak tugas, tapi udah mau jam dua pagi, gue belum juga ngerasa ngantuk. Sialan begini lagi... "

Tiba-tiba HP ku bergetar sendiri. Ada panggilan masuk dari sana.

"Siapa nelpon pagi buta gini. Nomor gak dikenal pula. Apa mungkin si Syah? Ah ga mungkin. Buat apa jg dia nelpon. Tapi siapa ya?"

Aku diamkan panggilan itu. Malas mengangkat telpon dari nomor tak dikenal. Kubuka WhatsApp, lalu kucocokkan nomor telpon tadi ke grup WhatsApp ku.

"Hmm.. Ga ada nomor yg sama. Nomor siapa ya tadi? Udahlah paling orang iseng atau salah sambung. Ga penting juga lah."

HP ku bergetar kembali. Masih panggilan dari nomor yang sama. Aku diamkan. Lalu panggilan itu mati, lalu muncul panggilan itu lagi. Terus berulang hingga 4x.

"Kampret lah ngeselin. Gue angkat aja dah. Sialan banget"

Aku ambil HP dari atas meja. Kulihat nomor tak dikenal itu, lalu kutekan tombol angkat panggilan.
"Hallo.. Assalamualaikum. Siapa ini nelpon pagi buta gini?"

"Oy bocah kampret, sialan lama banget ngangkat telpon. Pura-pura dah tidur lu hah."
Terdengar suara wanita dari seberang sana.

Anjrit. Nanya baik-baik malah diejekin. Suara cewek tapi belum kenal dah ngomong kampret aja. Cewek jadi-jadian ini.

"Sialan. Kampret ngomong kampret. Gue nanya lu siapa kok lu malah ngegas... "

"Ini gue Linda. Baru jg berapa hari di Pare dah lupa suara gue."
Wanita itu mengenalkan dirinya.

Aku belum percaya. Siapa tau dia mulai nipu. Zaman sekarang banyak penipu dimana-mana.

"Linda? Ah jgn boong, paling mau nipu. Pagi buta bukan tidur malah nipu."

"Oy oy jangan becanda. Lupa beneran lu ama suara gue?"

"Lah siapa yang becanda. Coba apa buktinya kalo bener?"

"Sialan ga percaya banget. Lu satu-satu nya cowok yg bisa gue ajak curhat. Dan kalo lu inget gue pernah curhat ama lu di puncak Bogor ampe nangis. Ampe lu hampir dibawa ke pos polisi karna disangkanya gue abis diapa-apain ama lu, padahal cuma curhat doang."

Dia berkata panjang lebar tentang apa yang dia ketahui dariku. Aku mulai sedikit percaya. Aku bertanya lagi tuk memastikan.

"Eh kok tau. Jangan jangan ini bener lu mbak Lin?"

"Ya iya, kemana aja lu daritadi hah. Ini Linda cewek tercantik di tongkrongan yang sering curhat ama lu ampe disangkanya pacaran dan banyak mata sinis dari cewek lain yg ngeliatin gue. Masih lu ga percaya juga hah."

Sepertinya dia berbicara dengan urat muncul di kepalanya, alias ngomel. Kali ini aku percaya. Ya dia Linda si bawel dan tukang ngomel.

"Haha.. Selow selow mbak. Jangan ngegas. Lagi nelpon make nomor gak dikenal mana gue tau kali aja nipu kan."

"Ya tapi ga gitu juga. Hampir 10 menit buat ngeyakinin lu doang kalo gue asli. Kan sialan lu parah."

Dan beberapa detik berlalu dia masih mengomeliku. Aku mencoba mengalihkan pembicaraan ini.

"Haha.. Sorry sorry. Terus ngapain mbak nelpon jam 2 pagi gini? Tumben... Mau curhat? Tidur mbak besok kerja juga."

"Hah dasar. Mau nanya kabar lu aja di Pare. Gimana? Lancar?"

"Lancar aja sejauh ini. Tumben banget nelpon ampe nanya gini. Ah kangen gue ya mbak? Haha..."

"Dih sialan. Ya sedikit kangen sih. Lagian juga gak ada kabar sama sekali dari lu. Entah ngabarin gue atau bocah lainnya. Kirain mati di tengah jalan"

"Anjir mati. Kan tinggal liat aja di WhatsApp kapan terakhir dibuka. Ketahuan dari situ gue masih idup atau enggak."

"Orang mah ngabarin biasanya ngirim pesan atau telpon, lah ini cuma dari kapan terakhir buka WhatsApp. Bener bener dah. Entah gue harus ketawa atau kesel denger ini."

"Lah bener kan. Emang ada yg salah?"

"Iya sih ga ada yg salah. Tapi kan... Au ah. Kesel sendiri gue jadinya"

"Lah haha..."

Aku terus tertawa. Membayangkan wajah kesal Mbak Lin mendengar ejekanku membuatku semakin tertawa.

Linda.
Biasa ku panggil Mbak Lin. Seperti yang dibilangnya, dia cewek tercantik di tongkronganku, di Bogor sana. Tubuhnya yang lebih tinggi dariku, rambutnya yang lebih panjang dariku, kulitnya yang lebih putih dariku, bibirnya yang lebih merah dariku, dan banyak hal lagi darinya yang membuat Mbak Lin lebih cantik dariku juga yang lainnya.

Satu lagi dia berumur lebih tua dariku. Berapa umurnya? Rahasia. Tidak baik membicarakan umur seorang wanita. Apa lagi kalau dia membaca ini, bisa habis kepalaku dijitak olehnya.

Awalnya dia terang-terangan mengatakan membenciku. Sekarang malah berbicara banyak hal dan menjadi dekat denganku. Entah kenapa. Aku tidak begitu mengerti soal wanita.

Mereka (para wanita) suka membenci orang seenaknya, lalu tiba-tiba suka, lalu tiba-tiba menjauh karna bosan. Seenaknya sendiri.

Mereka selalu mengatakan laki-laki jahat, tapi apa mereka tidak sadar kalau mereka juga sering kali jahat. Atau mungkin mereka sadar tapi tidak mau mengakuinya. Entahlah.

Aku dan Mbak Lin sering terlihat bersama. Dia banyak curhat denganku. Kadang gantian aku yang curhat. Tapi hanya sebatas itu hubungan kami. Aku tidak memiliki perasaan suka apalagi cinta. Biasa saja. Entah dengan Mbak Lin. Gosipnya sih dia suka denganku. Yaa siapa yang tidak suka dengan seorang Dilham haha...

Yang pasti hingga saat ini kami masih berteman baik. Dia adalah salah satu dari sedikit orang yang benar-benar baik padaku. Kami banyak bercerita. Seperti pagi ini, kami akan bercerita kembali.

Kami akan bercerita tentang apa yang terjadi denganku di masa lalu, apa yang kulakukan saat ini, dan apa rencanaku ke depannya.

Obrolan panjang yang akan membuatku terjaga seharian...

Behel Woman, Beauty SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang