Hati

158 13 2
                                    

Hati adalah titik dimensi yang tidak mempunyai fisik.

Hati ku berdimensi.
Setiap hati merasakan banyak perasaan.
Sedih, bahagia, kesal. Aku merasakan nya. Mereka pun juga.

Benar. Hati ku tak berfisik.
Tapi, mudah tersakiti.
Mengecewakan tuan nya, dan membuat setiap raga seolah tak bernyawa.
Seperti hilang terbang--melayang tinggi ke udara , lalu di jatuhkan oleh sehempas angin. Sakit.

Aku pernah di jatuhkan sampai aku tak ingin hidup lagi rasanya.
Menjadi duri-duri di setiap tangkai mawar yang tak kalah untuk melukai tangan yang menggenggam nya.

Ingin rasanya, menjadi penyebab kau menangis. Seperti aku pernah menangis karena mu.
Ingin rasanya aku menjadi seorang yang menyakitimu dengan kejam. Seperti aku pernah sakit karena mu.
Tapi, hati ini berkata. Bahwa tak seharusnya aku melakukan itu.
Sebab, kau juga yang pernah membuat ku tersenyum sendiri. Tertawa dengan lelucon konyol mu. Dan bahkan pernah membuat ku tak bisa tertidur.

Mungkin memang, pikiran tak sejalan dengan hati. Pikiran bisa saja egois-- mementingkan diri sendiri dan ingin membalaskan dendam yang pernah membara.  Namun, Hati tak bisa di paksa-kan. Semakin berusaha untuk dendam, semakin sakit rasanya. Tak henti-hentinya rasa ini mengurungkan Bak burung dalam sangkar.
Aku ingin terbang bebas seperti burung-burung di luar sana.
Aku ingin pergi ke hutan. Sejenak mengurung diri, belajar melupakan dan nyatanya aku lebih dulu terlupakan.

Cinta ini terlalu mengikat ku.
Sampai pertengahan tepat pada titik napas ku, aku tak kuat menahan nya.
Ketika kehilangan mu, rasa sakit itu tepat pada sasaran nya. Iya, pada titik napas ku.
Andai saja aku bisa menenggelamkan diri--maka biarkan aku terombang-ambing bersama buih lautan. Dari pada aku harus mengantung diri dan mati dalam keadaan masih mengingat mu.

Aku bodoh. Aku pernah bodoh hanya gara-gara hal ini.
Aku pernah sempat ingin menghilangkan nyawa ku sendiri.
Dan sempat menolak membuka hati pada diri yang lain.

Hingga suatu saat. Hati ku benar-benar mati. Aku tidak merasakan lagi apa itu sedih dan bahagia. Hati ku mati begitu saja. Hampa rasanya.

Hati ku kosong.

Lambat laun, aku mulai belajar arti mengikhlaskan. Bahwa cinta yang tepat tak seharusnya di paksa-kan. Seperti hati.
Dan cinta terbesar adalah ketika kita berhasil mengikhlaskan semua yang telah pergi. Serta, tak pernah benci--dendam dengan orang yang telah menghancurkan hati kita.

Keinginan ku. Lekas lah hati ini sembuh.
Kembali mencari sejati atau lebih memperbaiki diri.
Lekas lah sembuh tanpa mencari tambatan hati baru. Sebab, menjadi pelarian itu tak baik.
Lekas lah menemukan tuan yang baru.
Agar aku bisa melupakanmu. 
Segera..

Hari Bahagia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang