Bagian 4

108K 11K 775
                                        

Midnight recognition.

────୨ৎ────

KETIKA semua orang dan semua media tengah sibuk membicarakan hal yang akan menentukan nasib Indonesia beberapa tahun kedepan. Aku malah tidak menyimak dan tidak berkomentar sama sekali. Masalahnya minatku terhadap politik benar-benar minus. Disamping karena tidak punya ilmunya, aku juga tidak paham dengan apa yang mereka debatkan. Don't say what you don't understand, itu hanya akan membuatmu terlihat bodoh di depan orang lain.

Ayah keluar dari kamarnya, kemudian menyalakan televisi, mencari channel yang dua puluh empat jam menayangkan berita-berita terbaru seputar perpolitikan Indonesia. Saat itu media sedang panas-panasnya membahas tentang debat pilpres.

Mendengar suara yang berasal dari televisi, fokusku sedikit menurun. Tanganku sibuk menyusun Memorandum of Understanding (MoU) hasil meeting dengan client Jumat lalu, tetapi pikiranku melayang kemana-mana.

Tidak, aku tidak sedang memikirkan siapa yang menang dalam debat pilpres tersebut. Aku yakin siapapun yang menang nantinya, dia pasti ingin Indonesia yang lebih baik lagi. Saat itu aku malah memikirkan Athaya.

Jangan tanyakan kenapa namanya bisa masuk dalam list orang-orang yang kupikirkan, karena aku sendiri juga tidak tahu jawabannya. Singkatnya aku memikirkan Athaya karena MoU yang sedang kususun saat itu.

Tiba-tiba saja nama Athaya masuk begitu saja dalam pikiranku, ketika di pertengahan penyusunan MoU itu aku mengetikan nama 'Athaya Khalil Adnan, M.Mgt.' sebagai nama pihak pertama. MoU itu isinya semacam surat korespondensi yang mengatur hubungan kerja sama antara pihak perusahaanku dengan perusahaan yang akan menjadi mitra kerja. Mudahnya, MoU itu nota kesepahaman.

Apa yang dikatakan Firman ternyata benar. Athaya memperoleh gelar S2nya di luar negeri. Tetapi, dia lebih memilih mengambil Manajemen dibandingkan Administrasi Bisnis. Aku baru menyadari itu setelah melihat M.Mgt di setiap akhir namanya. Singkatan dari Master of Management, setahuku kalau S2 di Indonesia gelarnya akan M.M. (Master Management) Sama seperti gelarnya Kak Syam.

Dua hari yang lalu, aku menanyakan sesuatu pada beberapa kakak tingkatku yang sudah lebih dulu memulai karirnya sebagai sekretaris. Beberapa dari mereka notabenenya adalah lulusan D3 administrasi Perkantoran sama sepertiku, dan itu menjadi syarat minimal pendidikan bagi seorang sekretaris.

Selain koneksi orang dalam seperti yang pernah kukatakan sebelumnya. Kebanyakan dari mereka memulai karirnya sebagai staf administrasi atau resepsionis, sebelum menjadi sekretaris. Yang membuatku cukup kaget, mereka berkata bahwa mereka baru bisa naik jabatan menjadi sekretaris setelah memiliki pengalaman kerja minimal dua tahun. Itu baru minimal. Apa kabar dengan diriku yang bekerja satu tahun saja belum sampai hitungan genap?

Lagi-lagi aku memikirkan alasan kenapa Athaya menunjukku sebagai sekretarisnya. Jelas-jelas aku sangat jauh dari kata 'memadai' untuk dijadikan sekretaris. Segala keanehan sikapnya Athaya yang memenuhi pikiranku saat itu, membuatku mengajukan pertanyaan konyol pada Ayah.

"Yah, Ayah pernah kenal sama orang yang namanya Athaya nggak?" tanyaku.

Mungkin saja hidupku seperti cerita dalam drama What's wrong with My Secretary Kim yang sangat digilai Najwa itu. Dulunya aku pernah bertemu dengan Athaya sewaktu kecil, tapi aku tidak ingat sama sekali. Lalu kami dipertemukan lagi sekarang.

"Itu bukannya nama atasan kamu yang baru?" Ayah malah balik bertanya.

"Maksudku dulu, waktu aku masih kecil. Anak tetangga yang pindah atau mungkin temen aku waktu TK atau SD. Ada nggak, Yah?" Aku menanyakannya lebih rinci. Bersamaan dengan itu, Bang Abil juga keluar dari kamarnya dan menyahut pembicaraan kami.

SHAF ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang