Different side.
────୨ৎ────
DALAM dunia ini masih banyak orang-orang yang bersikap sebaik gula. Memberi rasa manis pada kopi, tetapi kopi lah yang mendapatkan pujiannya. Orang akan memuji kopinya manis, padahal gula lah yang memberi rasa manis itu.
Maksudku, masih banyak orang-orang yang berbuat baik, meskipun orang lain yang mendapat pujiannya. Namun, selalu ada orang-orang yang tidak tahu diri, yang kadang jadi menggampangkan dan seenaknya meminta tolong, padahal dia mampu mengerjakan semuanya sendiri, this is the principle of 'dimanfaatkan' which I have said before.
Kutemukan sikap itu pada diri seorang Athaya. Too many secrets and surprises. If you know he has many different sides. Banyak sisi lain dari Athaya yang baru kuketahui setiap harinya. Seperti sekarang misalnya. Puluhan bisnis file dan map-map hitam bertumpuk di atas meja kerjanya. Beberapa yang belum dikerjakan bahkan sampai ikut memenuhi meja kerjaku.
Athaya harus membaca semua laporan kinerja tahunan yang isinya penuh dengan tabel serta angka-angka itu. Mulai dari mengecek, menyesuaikan, mengoreksi, merevisi, hingga memanipulasi tanda tangan semuanya dia lakukan. Job desc-ku sebagai sekretaris bergantung sekali pada job desc-nya Athaya. Jadi kalau pekerjaan Athaya banyak, pekerjaanku bisa dua kali lebih banyak.
Pria itu sampai merasa berat sekali untuk meninggalkan kursinya. Bahkan untuk mengalihkan pandangannya dari apa yang sedang dia periksa saja, dia enggan. He was racing with a deadline. Itulah kenapa dia juga menyuruhku membuatkan kopi untuk menghilangkan rasa kantuknya, karena selama dua minggu terakhir ini dia selalu bekerja over time dan pulang jam delapan malam.
I tell you something, sebenarnya semua pekerjaan itu bukanlah pekerjaannya Athaya. Melainkan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh plan direktur. Sejak kapan laporan kinerja tahunan dibuat oleh manager?
Namun tanpa alasan yang kuketahui, semua laporan itu malah dikirimkan ke ruanganku oleh sekretarisnya. Athaya sama sekali tak merasa keberatan or at least make a rejection. Dengan kata lain semua pekerjaan yang seharusnya dikerjakan direktur, malah dilimpahkan kepada Athaya. Sama seperti gula yang dimanfaatkan oleh kopi, kan?
Filosofi manisnya gula itu terbesit dalam pikiranku ketika sedang membuatkan segelas kopi untuk Athaya di pantry. Dalam setengah hari ini saja aku sudah dua kali membuatkan Athaya kopi. Gila bukan? Apa asam lambungnya tidak berontak?
Mendadak jadi barista bukan hal yang aneh bagiku, it has become a side job. Kalau semua pramubakti sedang mengerjakan sesuatu yang lain, lalu atasan meminta kopi. Siapa yang membuatkan? Tentu saja sekretaris, siapa lagi.
And I tell you what, Athaya tidak suka kopi instan yang tinggal seduh. Jadi aku harus membuatnya menggunakan coffee maker dengan segala formulasinya dan itu cukup memakan waktu. Namun, hikmahnya aku jadi mahir menggunakan coffee maker itu.
Siapa tahu kan? Besok atau lusa kontrakku tidak diperpanjang di perusahaan ini, aku jadi bisa menambahkan keahlian meracik kopi ke dalam CV-ku selanjutnya. Atau sekalian saja aku berhenti dari dunia administrasi dan membuka kedai kopi sejenis Starbucks sampai punya Starbucks Coffee Company sendiri. Yeah, it was only a dream.
Kutaruh mug putih berisi kopi yang masih berasap itu di mejanya. Aku hendak menyerahkan laporan dari salah satu supervisor yang harus segera diperiksa dan ditandatanganinya. Tapi ketika melihatnya sudah beberapa kali mengerutkan kening seperti itu, aku jadi tidak tega. Belum lagi masih banyak laporan-laporan yang belum selesai dia periksa.

KAMU SEDANG MEMBACA
SHAF ✔
Romance(Sudah terbit, bagian tidak lengkap.) "Satu shaf shalat dibelakangnya adalah mimpi buruk." Kalimat itu sudah cukup bagi Shafira untuk menggambarkan bagaimana kehidupannnya setelah bertemu dengan seorang Athaya Khalil Adnan. [Spiritual-⚠Romance Act] ...