Mau 700 komentar buat next chapter, sumpah seneng bnget liat antusias kalian buat cerita Teluk Alaska😭
Kalo ada typo kasih tau🙏
Happy reading...
"Dengerin, gue mau tanya sama lo semua yang ada di sini."
Mereka semua langsung melihat ke arah Alister yang sedang berteriak di ujung sana.
"Lebih murahan mana. Cewek yang mendem perasaanya sendiri sama cewek yang maksa-maksa cowok buat jadi pacarnya, terus ngaku-ngaku depan umum, terus ngebully cewek lain dan ngerasa dia paling bener!"
Mata mereka beralih menatap Tasya dengan tatapan heran dan...jijik. Benar juga, Alister tidak pernah menerima cinta Tasya sedikitpun, ia bahkan terang-terangan menolak Tasya depan umum.
Pikiran mereka mulai terbuka, mereka mulai mengingat kata-kata 'menyerah' di dalam Diary Ana.
Sepertinya, memang Ana tidak menghoda Alister. Lebih tepatnya Ana memendam perasaannya sendiri, tidak seperti apa yang Tasya katakan.
"Nggak ada yang tahu perasaan seseorang, dia bisa benci, suka, dan berubah kapan aja sesuai keinginannya."
Alister mulai menatap Ana dengan pilu, ini salahnya sudah meninggalkannya barusan. Jika saja Ana berada di sampingnya, mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi.
Sedikitpun di antara mereka yang ingin menyentuhnya sudah halangi, dan baju Ana tidak akan basah kuyup.
Alister mulai berjalan mendekati mereka, tapi saat itu juga Tasya memegang tangannya.
"Jangan belain dia, lo harus ada di samping gue!"
"Dan lo mau maksain gue buat terus di samping lo, gitu?" tanya Alister pada Tasya dengan keras. Dia langsung melepaskan genggaman Tasya dengan kasar.
Tidak ada nada lembut ataupun tatapan persahabatan lagi, yang ada hanya cacian dan tatapan tajam yang ingin ia keluarkan.
"Tapi gue sayang sama lo, kenapa lo kaya gini? Gue rela ngelakuin apa aja buat dapetin lo, Alister. Please..."
Alister berdecak kesal lalu mengalihkan tatapannya ke sembarang arah.
"Dari kata-kata dia barusan aja kalian semua bisa nyimpulin kan cewek murahan yang mana?" tanya Alister pada semua orang yang menonton di kelas.
"Bayangin kalo lo jadi Ana, lo sakit hati nggak?"
Tiba-tiba Iqbal menjawab dari belakang Alister.
"Kek nya kalo dia jadi Ana udah mewek-mewek minta pindah sekolah ke bokapnya." Iqbal mulai beraksi.
Alister tidak memedulikan siapapun lagi, di saat seperti ini Bulan ke mana? Kenapa ia malah meninggalkan Ana sendirian?
Alister langsung menarik Ana dari tangan Alana, dia langsung memberikan jaketnya yang berada di mejanya. Agar Ana tidak kedinginan, tidak ada satu katapun yang terucap dari bibirnya, Alister malah membereskan barang-barang Ana dan memasukannya ke dalam tas lalu pergi keluar.
Sementara Iqbal masih menatap Alana dengan tatapan kecewa.
"Gue...nggak tahu lagi mau ngomong apa, gue awalnya suka banget sama lo. Tapi liat kelakuan lo yang kaya monyet bikin gue yakin."
Alana menarik napas dalam-dalam, Iqbal selama ini melindungi Ana dari belakang karena ada dirinya, Alana yang meminta Iqbal untuk diam. Tapi tetap di abaikan olehnya, Iqbal selalu melindungi Ana jika mereka sudah terlewat batas.
Tapi kali ini, rasa cintanya pada Alana sudag hilang. Setitikpun sama sekali tidak bebekas dalam hatinya.
"Yakin apa, Iqbal. Lo mau ninggalin gue juga?"
"Iya, gue semakin yakin kalo monyet kaya lo nggak pantes buat cowok seganteng gue."
"Semua orang belain Ana, semua orang pergi buat belain dia, emang apa specialnya cewek kaya dia?"
Iqbal menarik napas panjang, sungguh dia sudah tidak ingin melihat wajah mereka lagi, rasanya sudah muak melihat tingkah mereka yang berlebihan.
"Kelebihan dia apa? Mau tau? Dia itu cewek yang rendah hati, nggak pernah sirik sama orang lain. Nggak kaya kalian!"
***
Sementara itu, Alister mengeluarkan motornya dan segera membawa Ana pulang.
"Peluk gue cepet, gue tahu lo kedinginan!" ucap Alister sambil membawakan motornya dengan tergesa-gesa.
"Nanti baju kamu basah."
"Gue sama sekali nggak mikirin baju."
Ana perlahan memeluk Alister dari belakang dengan air mata yang bercucuran, kepalanya merunduk dan bersandar pada punggung Alister.
"Kenapa lo nggak lawan mereka?" tanya Alister khawatir.
"Bulan udah punya rencana."
"Rencana apa?"
Alister sedikit menyipitkan matanya bingung, ternyata Bulan pergi meninggalkan Ana bukan tanpa alasan. Ternyata mereka sudah mempunyai rencana.
"Bulan suruh aku diem jangan ngelawan kalo di apa-apain, soalnya cctv di kelas udah di aktifin."
Alister mengangkap kepalanya kaget, rencananya sungguh tidak bisa diprediksi, tapi tetap saja ini membuat Ana kesakitan. Selain sakit hatinya fisiknya pun juga terluka.
"Terus emangnya kenapa kalo cctv aktif?"
"Aku nggak bakal diem lagi, Alister. Maaf. Kali ini aku bakal laporin mereka semua ke kepala sekolah."
Alister mengerti. Baiklah, memang ini untuk kebaikannya. Sedikitpun tidak ada rasa kasihan lagi dihatinya pada duo serigala yang menyebalkan itu.
Dalam keheningan yang melanda Ana kembali memikirkan kejadian barusan. Kenapa harus buku diary nya? Lebih baik di bully sampai sesakit apapun tidak apa-apa, asalkan rashasinya tidak terungkap.
Tapi apa boleh buat, rhasianya sudah terungkap, tidak perlu ada yang harus disembunyikan lagi. Jadi...untuk apa Ana memendam pertanyaan ini lagi?
Ana langsung membuka mutunya, dengan tangan yang bergetar dan mulut yang gelagapan.
"Se-sejak kapan kamu tahu kalau aku suka sama kamu? Sejak kapan kamu tahu kalau aku Hanas?" tanya Ana dengan mantap dan itu membuat Alister tersenyum kecil.
Love you readers...
Ada yang mau ditanyain?
Ig: ekaaryani01
Makasih banyak, kaya biasa lagi ya, ingetin aku kalo komentarnya udah 700, pasti langsung up hari itu juga😘
Udah ga sabar pengen tamatin cerita ini wkwk
Makasih💕
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUK ALASKA [SELESAI] ✅
Teen Fiction#1 in Teen Fiction [PROSES PENERBITAN] Alister Reygan, ia adalah cowok yang selalu menjadi idaman para wanita. Bukan hanya sekedar tampan, ia juga memiliki sebuah genk yang sering di sebut sebagai 'penguasa sekolah'. Nasib sial menimpa cewek teman s...