Chap 46. Rindu

628K 47.5K 2.8K
                                    

Jangan lupa kalo ada typo benerin, jangan lupa juga buat spam komentar, yang ga komentar semoga bisulan✌️

Happy Reading...

"Yang gue butuhin cuma Ana, Bal. Lo yang nggak pernah ngerti!"

Alister terlihat kacau, matanya bengkak dengan penampilan yang tak karuan. Suaranya kali ini melemah, karena sudah tidak tahan dengan keadaan seperti ini.

"Gue udah kasih peringatan, itu semua gue lakuin karena lo sahabat gue, Alister. Gue nggak mau lo sakit nantinya."

Sudah cukup, kali ini Iqbal ingin pergi meninggalkan Alister sendirian agar dia bisa berpikir jernih dan menenangkan pikirannya.

Mungkin dengan meninggalkannya sendirian, Alister bisa mencerna setiap kata dan tindakan yang ia lakukan. Ya, tentu saja semua ini demi kebaikannya.

Saat Iqbal melangkah Alister langsung menahannya.

"Kasih tahu di mana Ana sekarang! Apa lo nggak bisa lihat hancurnya gue sekarang?"

Iqbal menatap Alister sekilas, suaranya serak, Alister memang terlihat hancur, tapi apa boleh buat Iqbal sudah berjanji pada Ana.

"Gue udah janji sama Ana, sorry gue nggak bisa bantu."

Alister melepaskan tangan Iqbal begitu saja, harapannya pupus sudah mendengar ucapan Iqbal barusan.

"Sampe gue babak belur sekalipun gue nggak bisa kasih tahu lo."

Iqbal menatap Alister dengan tidak tega, meskipun Alister sudah memukulnya tapi Iqbal tahu bagaimana perasaannya yang kacau saat ini.

Sekuat apapun orang tersebut, dia akan merasa sakit jika orang yang dicintainya menghilang, meskipun hanya satu detik.

Apa lagi Alister sudah kehilangan Ana sampai beberapa hari. Rasa sakit, rindu, khawatir bercampur aduk menjadi satu. Tidak ada kata lain selain ketiga kata tersebut yang ada di benaknya. Apakah Ana merasakan hal yang sama? Sepertinya tidak.

Jika memang cintanya bertepuk sebelah tangan, jika perasaan Ana yang ia ketahui selama ini hanya sebuah kebohongan. Ya, rasanya Ana sangat berhasil menghukumnya dengan sedemikian rupa sampai membuatnya hancur. Hukuman ini rasanya seperti hukuman mati, yang tak bisa dimaafkan atau bahkan mendapatkan kesempatan kedua.

Tanpa terasa, Alister yang kuat, ganas, dan sangat ditakuti oleh semua orang kini sedang menahan matanya yang terasa panas. Tangannya mengepal penuh menahan sesak yang tak tertahankan.

"Apa dia baik-baik aja?" tanya Alister pelan.

Iqbal mengangguk pelan sambil tersenyum ketir, tangannya menepuk bahu Alister beberapa kali lalu pergi meninggalkan Alister seorang diri.

Alister hanya bisa mengembuskan napas dengan kasar, tapi tiba-tiba ponsel nya bergetar. Alister mengabaikannya, mungkin itu hanya Tasya, Alana, atau kedua monster yang selalu menghantuinya sejak kecil. Itu pasti kedua orangtuanya.

Ponselnya berhenti, entah berapa kali ponselnya berdering namun diabaikan oleh sang pemiliknya. Alister hanya duduk terdiam seperti orang linglung, sorot matanya kosong seperti orang yang putus asa.

"Eh bangke!" ucap Iqbal sambil mendorong kepala Alister.

"Apaan sih! Nggak jelas banget hidup lo!"

"Lo udah bego, tolol, hidup lagi. Mimpi apa gue punya sahabat kaya lo!"

"Apaan sih, tadi lo pergi ningggalin gue. Sekarang lo datang lagi sambil marah-marah nggak jelas."

"Gue udah telepon lo seratus kali, tapi nggak dianggap, nyesel gue."

"Liat nih," ucap Iqbal sambil memperlihatkan ponselnya.

Di sana ada nama Anastasia Mysha yang mengirimkan pesan pada Iqbal. Alister langsung merebutnya dan membaca isi pesan itu dengan serius, bahkan sampai hatinya ikut bergetar karena takut.

Anastasia Mysha

Bal, Alister lagi sama kamu? Suruh dia telepon aku.

Alister langsung melihat ponselnya dengan cepat, di sana ada 6 panggilan tak terjawab dari Iqbal. Alister langsung membuka line. Benar saja, pesannya yang sudah berjamur kini sudah dibaca oleh Ana.

Wajah yang kusut itu kini berubah menjadi cerah, senyuman lebar kini menghiasi wajah tampannya. Iqbal tersenyum kecil melihat reaksi Alister.

"Telepon bagsat, bukan di liatin doang!"

Alister mendorong Iqbal dengan kencang, dan mengusirnya dengan tak sabaran. Untung saja suasana hatinya sedang bagus, jika tidak mungkin tubuh Iqbal sudah dipotong berkeping-keping.

Setelah terlihat aman, Alister langsung menelpon Ana dengan semangat. Sialnya Ana sangat lama mengangkat telponnya.

"Halo..."

Alister menggigit bibir bawahnya, rasanya senang sekali dapat mendengar suara lembut Ana yang sudah lama tak ia dengar.

"Ana."

"Ada apa?" tanya Ana membuat Alister mengernyitkan keningnya. Bukankah Ana yang memintanya untuk telepon? Tapi sudahlah, untuk apa bertanya hal yang tak penting.

"Gue kangen sama lo, jangan ngilang lagi."

Terdengar Ana tersenyum tapi juga terdengar kalau Ana sedang menangis. Suara tarikan napasnya yang tersendat memperlihatkan dengan jelas kalau Ana sedang menangis.

"Ana, lo di mana? Kenapa lo nangis? Lo nggak dalam bahaya kan? Kasih tahu gue lo di mana sekarang. Gue janji, sejauh apapun itu bakal gue su—"

"Aku juga kangen sama kamu, Alister," jawab Ana dibalik telepon dan itu sukses membuat Alister membisu dan tak berkutik sama sekali.

Love you readers...

Btw apa semua yang baca cerita ini benci sama kata-kata love you readers? Wkwk

Yang bilang pendek udah tau, Gausah dikasih tau, ga usah repot repot wkwk mending baca ulang biar ga kerasa😁

Ada yang mau ditanyain?

Ig: ekaaryani01

Thankyou💕

TELUK ALASKA [SELESAI] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang