Jingga terus memandang Zyan membiarkan pria itu melanjutkan ucapannya. Semilir angin seperti tak ingin berhenti bertiup. Yang seolah sangat memahami suasana di antara dua manusia yang berbeda umur itu.
"Bukan berarti saya tidak menyukai kamu, tapi dibanding mengetahui rasa itu terlalu cepat lebih baik kita mencoba untuk saling mengenal lagi, mengenal satu sama lain, saya tidak sesempurna yang kamu lihat, Jingga."
"Iya."
"Apa?"
Jingga sumringah,"Ya, seperti yang Bapak bilang barusan, kita jalani dulu sebagai teman kan?"
Zyan merasa sedikit lega mendengar jawabannya.
"Terima kasih, ya."Gadis itu mangguk-mangguk ria. Sumringah, Memamerkan gigi-gigi putihnya yang tersusun rapat.
"Tapi aku boleh tanya nggak, Pak?""Boleh."
Jingga mengambil nafas panjang terlebih dahulu. Menengkan hatinya. Sebelum ia menanyakan sesuatu yang dua hari ini menggangu pikirannya.
"Waktu itu, aku liat Bapak gandengan dengan seorang perempuan di Mall, dia siapanya Bapak?"
Zyan terkejut. Ingatanya langsung mengarah pada dua hari yang lalu, ketika dia dipaksa jalan dengan Indah wanita yang dijodohkan ibunya. Zyan mengerutkan dahi. Berpikir, kenapa Jingga bisa tahu tentang itu. Dia terus mengamati wajah Jingga yang terlihat sangat penasaran.
"Oh, itu, dia teman saya."
"Temen?" ulang Jingga.
Zyan mangguk.
"Iya teman, dia sudah lama di Jerman, jadi, waktu itu dia minta anter mencari sesuatu, karena dia belom hafal jalan di Jakarta.""Ooh, aku kira Bapak diam-diam udah punya pacar."
Zyan menunjukan tawa terpaksa sebagai pengalihan dari keterkejutannya atas tebakan Jingga. Ia tak ingin membuat gadis belia ini salah paham apa lagi melukainya.
"Kan kamu tahu sendiri kalau saya jomlo,"jelasnya.
"Hehe iya sih."
Setelah mengucapkan kata itu, Jingga menyibukan dirinya membongkar isi tas.
"Kamu lagi cari apa?"
"Ah, ini, buka apa-apa kok," padahal dirinya hanya ingin mengalihkan pandangan, karena tak sanggup berlama-lama beratap dengan Zyan.
Sejak pernyataan cinta beberapa hari lalu, membuat Jingga jadi sedikit pemalu. kenapa tidak karena itu pengalaman pertama baginya memberi sebuah pengakuan lebih dulu kepada seorang pria.
Ah, tanpa dia sadari tiba-tiba saja ada seekor anak kucing muncul di bawah kakinya. Spontan gadis itu meraih dan diletakan di atas paha.
"Ya ampun, ini anak kucing siapa, lucunya," reaksi yang ditunjukan Jingga sangat berbeda dengan Zyan. Pria itu lebih memilih berdiri lalu menjauh dari kursi taman.
"Loh kenapa? Kok pergi?" tanyanya heran.
"Kok bisa ada anak kucing di situ sih."
"Mungkin kucing ini dibuang sama pemiliknya, Pak. Makanya ada di sini," tebak Jingga sambil mengelus-elus binatang kecil itu,"kasihan ya."
"Ji, lebih baik kamu singkirkan kucingnya jauh-jauh," pinta Zyan.
"Jangan donk, setelah liat kucingnya, aku jadi berencana memeliharanya."
"Hah, serius?"
"Iya, Bapak," tekan Jingga,"Lagian kenapa sih, dari tadi di situ mulu? Nggak mau duduk?" heran gadis itu melihat tingkah Zyan. "Jangan bilang kalau Bapak takut sama kucing?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm JINGGA
Teen FictionCover by @Lilinbening '''"Aku gak mau jadi adik, Bapak!"''' Zyan meangkat alisnya sebelah. "Lalu?" "Aku mau bapak melihat aku sebagai seorang wanita, bukan adik." Zyan tertegun. Memandang lekat pada Jingga, seorang gadis muda berseragam SMA, sedan...