Selamat membaca.
Jingga terbangun dari tidurnya. Ulah dering ponsel yang berisik dan mengusik gendang telinga.
Sebelum bangun, ia meregangkan seluruh badan. Ekor matanya melirik jam di dinding kamar. Hari sudah menunjukan pukul 10 malam. Rasa malas menerima pangilan itu membuat ia ingin tidur kembali. Namun suara pangilan semakin lama semakin meninggi. Jingga mendecah kesel."Siapa sih malam-malam nelfon!"
Jingga berusaha meraih alat pintar itu dan membawanya hingga menyentuh kulit telinga.
"Hallo!" ucap Jingga dengan suara ngantuknya.
"Cheri!"
Jingga menghentikan kegiatan nguap-menguap. Setelah mendengar suara yang tidak asing baginya.
"Mas Zyan?" ucapnya spontan mendudukkan tubuhnya.
"Kamu udah tidur?"
Jingga masih belum terbiasa dengan panggilan baru yang diberi Zyan. Entah, katanya arti dari nama itu sebuah ungkapan rasa cinta yang aman besar untuknya.
"Iya, Baru bangun. Kenapa mas?""Pantesan, dari tadi aku nelfonin kamu gak di angkat, memangnya tidur jam berapa?"
Gadis itu melonggo. Dari tadi? Jingga melihat layar ponselnya. Benar saja di sana ada lima pangilan tak terjawab dari jam tujuh tadi. Melihat hal itu Jingga menepok jidadnya kenceng.
"Maaf mas, sehabis ngerjain tugas aku ketiduran, jadi gak denger kalau Mas Zyan telfon."
"Gak papa, maaf ya. aku ganggu tidur kamu."
"Gak apa-apa juga sih, um...memangnya ada apa Mas nelfon aku?"
"Kangen!"
Jingga menoleh ke arah jam dinding, di sana masih pukul 10 malam cuma lewat beberapa menit. Padahal baru tadi sore mereka berpisah, kenapa pria itu sudah rindu padanya.
"Ah, gombal!"
Suara ketawa lepas tanpa beban terdengar sangat jelas di seberang telfon, jelas sekali bahwa pria itu terlihat bahagia. Jingga hanya tersenyum.
"Jingga, aku tadi baru selesai ngobrol sama Mama."
"Oh ya, tentang apa?
"Tentang hubungan kita."
Jingga sedikit merasa gugup mendengar kata 'kita' dari bibir pria itu. Juga tersembunyi sedikit rasa cemas di hatinya.
"Minggu depan apa ada waktu? Aku ingin mengajak kamu ke rumah, Mama ingin ketemu."
Meremas selimut yang menutupi setengah tubuhnya, Jingga meragu untuk menjawab.
"Mas yakin aku diajak ke rumah, nggak akan terjadi apa-apa?"Pria itu ketawa lagi,"Nggak akan, Sayang. Kamu harus aku perkenalkan ke Mama, supaya hubungan kita berjalan dengan baik."
Remasan Jingga semakin mengerat. Ia memang harus berpikir logis dan mempersiapkan diri dari sekarang, supaya hubungannya dengan Zyan yang baru saja terjalin tetap mulus dan bertahan lama.
Kata mereka yang sudah lebih dulu menyicipi asam asinnya sebuah hubungan ''dari awal harus saling mengenal satu sama lain, karena selama perjalanan hubungan pasti akan muncul masalah sepele dan pertengkaran. Bahkan masalah serius bisa mengantarkanmu dalam sebuah kata putus dan perpisahan''.
Big no! Jingga tak ingin pisah dengan kesayangannya. Meski ia harus melawan harimau garang untuk mempertahankan hubungan itu, termasuk harus bertemu dengan calon ibu mertua. Meski Jingga sangat takut untuk berhadapan dengan perempuan yang sudah melahirkan kekasihnya. Setidaknya ia harus berterima kasih bukan? Karena sudah merawat suami masa depannya dengan sangat baik.
"Iya deh, Mas."
"Ah, gitu donk, Sayang. Nanti biar aku yang datang ke rumah kamu untuk jemput, sekalian minta izin ke Ayah dan Bunda."
Jingga sumbringah mendengar Zyan memangil Ayah Bunda pada kedua orang tuanya.
"Iya.""Ya udah, kalau gitu lanjut lagi tidurnya. See you honey!"
Setelah menutup sambungan telfon itu, Jingga kembali merebahkan tubuhnya dan masih terasa mimpi jika dirinya sudah memiliki kekasih. Pria keren yang berani mengambil resiko hanya demi dirinya. Dan pria ter nekat yang sudah berani mencuri first kiss miliknya.
Terkadang perasaan cinta itu abstrak dan susah dijelaskan.
****
Happy weekend. Ini hari yang telah ditunggu-tunggu oleh Jingga. Berhubung Zyan janjian akan datang sore nanti. Dari pagi ia sibuk beberes rumah, itupun menjalani titah dari ibunda tersayang. Katanya anak perempuan itu kudu pintar bersih-bersih. Dan ini memang bukan hal sulit karena Jingga sudah terbiasa melakukan ini sejak ia memiliki seorang adik."Capek ya, kak?" Kirana menghampiri Jingga yang sedang tergeletak di atas sofa,"Nih, jusnya, biar Segeran."
"Wah...Bunda emang paling top deh, tahu aja kalau Kakak lagi haus."
Meminum segelas jus jeruk dengan beberapa kali teguk, kini Jingga lebih merasa lega."Terima kasih Bunda."
"Oke, lanjutin lagi ya, Bunda mau beresin kamar Kiyo."
"Siap!"
Setengah hari menghabiskan waktu berbenah, karena lelah Jingga ketiduran di sofa hingga menjelang sore. Bangun-bangun gadis itu terkejut, karena satu jam lagi adalah waktu kedatangan Zyan ke rumahnya.
Berburu waktu dan membersihkan diri, Jingga kembali turun dengan tampilan maksimalnya mini dress hijau lumut, dengan sneaker putih tak lupa sling bag imut yang menggantung di lengan kirinya.
Ingin menunggu dengan santai di sofa, suara ketukan pintu membuat Jingga membatalkan niatnya itu, ia bergegas ke pintu dengan senyum manis. Firasatnya mengatakan itu pasti Zyan.
Seketika membuka pintu Jingga disuguhi pemandangan yang membuat matanya tak bisa berkedip. Ternyata bukan dia saja yang ingin tampil cantik, Pria di depannya juga tak kalah kerennya.
Lihatlah paduan kemeja putih dan celana chinnos memberikan kesan dewasa dan karismatik. Apalagi kumis tipis dan bulu-bulu halus yang tengah tumbuh di rahang pria itu membuat Jingga semakin gemes. Bahkan, rasa cinta di dadanya kini bertambah per sekian persen."Mas, udah nyampe?" sambut manis Jingga.
"Hei, aku nggak telat kan?"
Gadis itu menggeleng,"Tepat waktu kok."
Zyan bernafat lega mendegarnya,"Masuk dulu Mas."Zyan meanggukkan kepala, mengikuti langkah Jingga menuju ruang keluarga,"Bunda dan Ayah ada?"
"Ada, lagi di kamar, aku panggilin dulu ya."
Beruntung Jingga sudah lebih dulu membicarakan rencana mereka ke Yovan dan Kirana di malamnya, kalau tidak ia tak yakin mendapatkan izin pergi hari itu.
Meski kedua orang tua Jingga sedikit tak menyukai hubungan mereka, karena masih berpikir putri mereka masih terlalu dini untuk menjalani hubungan serius. Tapi juga tak melarang asal tahu batas dan waktu.
Setelah mendapatkan izin, Zyan membawa Jingga ke rumah untuk dikenalkan langsung ke ibunya.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm JINGGA
Teen FictionCover by @Lilinbening '''"Aku gak mau jadi adik, Bapak!"''' Zyan meangkat alisnya sebelah. "Lalu?" "Aku mau bapak melihat aku sebagai seorang wanita, bukan adik." Zyan tertegun. Memandang lekat pada Jingga, seorang gadis muda berseragam SMA, sedan...