Weekend

7K 462 12
                                    

Sesuai perjanjian. Minggu pagi Zyan ditemani Irenia untuk mendatangi rumah Jingga. Mobil yang biasa dibawa sudah terparkir sempurna di halaman rumahnya.

Sebelum melangkah masuk. Zyan melihat pantulan dirinya di kaca jendela mobil. Merapihkan rambut serta pakaian. Di samping Irenia memandang malas pada kakak lelakinya.

"Harus ya, Iren ikut juga ke sini?" ucapnya bete, sambil bersandar di dinding mobil.

"Kalau gak sama kamu, terus siapa lagi yang temani Kakak buat jemput Jingga ke rumahnya."

Sudah berapa kali Irenia menarik nafas panjang. Menahan marah pada kakak tampannya satu ini. Baginya berkunjung ke rumah musuh itu suatu yang paling memalukan.

"Kak? Kakak tahu kan hubungan Iren sama si kunti itu gimana, kalau dia liat Iren datang kerumahnya, harga diri Iren bagaimana?"

Zyan mengehembuskan nafas. Menatap lekat pada adik perempuannya, yang kalau marah tidak pandang waktu.
"Jingga gak seperti itu adikku tersayang, dia baik kok kamunya aja yang suudzon sama dia."

"Belain aja terus!"

Zyan ketawa jenaka, ia merangkul adik semata wayang itu dan dibawa kesisinya.
"Udah, jangan gitu mukanya, kalian kan udah lama bermusuhan, jadi. udah saatnya kalian berbaikan dan berteman, oke!"

Irenia tidak menjawab. Ia membuang muka ke arah lain. Berbaikan? Tidak ada dalam kamus hidupnya untuk berbaikan dengan musuh bebuyutan. Apa kata dunia nanti, jika mengetahui Irenia sudah temanan sama cewek menyebalkan seperti dia. Iss, Ia mendengus sebel dengan rencana bodoh kakaknya itu.

"Yuk kita masuk."

"Gak mau!"

"Ayolah, Ren."

"Iren bilang nggak mau, nyebelin!" Namun, Zyan tidak menyerah, ia menyeret lengan adiknya untuk tetap ikut. Setiba di depan pintu, ia mengetuk pintu dengan dua kali ketukan.

Tidak butuh waktu lama, pintu sudah terbuka oleh Jingga sendiri.

Melihat itu Zyan terlihat senang, ia memandang dari ujung kaki hingga ujung kepala gadis itu. Dia selalu saja tampak berbeda setiap kali bertemu. Sungguh sangat cantik, pikirnya! Zyan mengulas senyum.

"Hai!"

Jingga tersenyum malu mendapat sapaan itu, serta bahagia dengan kedatangan Zyan. Secara ini perdana untuknya.   
"Mas?"

"Ihh Mas?"  Batin Irenia jijik mengulang pangilan si kunti.

Gadis cantik itu tampak gugup, setelah benar-benar keluar dari balik pintu dan menutup kembali pintu itu dengan rapat,"Aku belum sempat izin ke Bunda soal janji kita, gimana donk."

Zyan masih saja tersenyum menanggapi ucapan Jingga, berbeda dengan gadis manis di sampingnya,"Maksud lo apa Kunti? Elo jangan kurang ajar ya sama abang gue, udah janji malah ingkar, dasar!"

"Siapa yang ingkar sih, kan gue cuma bilang belum izin ke orang tua gue, kenapa lo sewot sih."

"Ya jelas gue sewot lah, elo tau jarak rumah kita ke rumah elo itu nggak sedengkal dodol, sekarang  malah seenaknya."

"Siapa yang seenaknya, apa salahnya sih elo denger dulu penjelasan gue sampai selesai."

Lagi, kedua rival itu terus berdebat seperti biasa setiap bertemu, tanpa ada yang ingin mengalah. Zyan hanya bisa menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan pikiran.

"Udah, stop berantemnya," titah Zyan,"Soal izin ke bunda kamu, nanti biar aku aja, Ji. Kan emang aku yang niat ngajak kamu."

Tak lama Kirana muncul dari sela pintu, mendengar suara gaduh di teras rumahnya membuat ia penasaran.

Yes, I'm JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang