Seorang wanita paruh baya berpakaian biasa layaknya wanita dewasa. Wajah merah karena terpaan terik matahari siang yang menyengat. Di ikuti satu supir pribadi dan Irenia dengan langkah terges-tergesa.
"Apa-apan kamu, Zyan! kamu berani menantang Mama!" teriak Lisa keras menimbulkan perhatian pada pengunjung di sekitar.
Zyan dan Jingga berdiri dari duduk berhadapan pada wanita itu.
"Maksud Mama apa?"
Lisa dengan wajah marahnya menatap pada Jingga. Memperhatikan gadis itu dengan tatapan merendah. Pandangannya terhenti ke sisi bawah, di sana telapak tangan Zyan masih mengalung nyaman di sela-sela jari Jingga.
"Mama sibuk mengurus perjodohan kamu, sedang kan kamu asik-asikan berduan dengan wanita ini, di mana pikiran kamu, Zyan!"
Jingga menoleh pada Zyan untuk mencari penjelasan.
"Perjodohan? maksudnya apa, Mas?" tanyanya tidak mengerti.Zyan mulai panik. Ia tidak menyangka kalau orangtuanya akan menemuinya di tempat seperti ini.
"Jingga, a-aku bisa jelasin, tapi nanti kalau urusan aku sama Mama selesai, ya. Aku minta maaf," jelas Zyan terbata-bata. Ia tidak ingin menyakiti Jingga dengan kabar perjodohan ini.
Jingga melongo tidak paham,"Maksudnya gimana aku nggak paham."
Irenia mengigit ibu jarinya. Ia menyesal tidak sempat sembunyi dari mamanya. Sehingga acara kakaknya menjadi berantakan. Jika boleh memilih, ia lebih mendukung hubungan Zyan dengansi kunti dari pada wanita piliham mamanya.
"Zyan, kamu ikut Mama pulang!" titah Lisa keras.
"Kok pulang? mas Zyan udah janji kan kalau hari ini kita akan habisin waktu bersama, sebenarnya ada apa sih?"
Jingga semakin tidak mengerti dengan situasi ini. Situasi yang sangat aneh. Ia melihat wajah kuatir Zyan dan Irenia.
"Jangan ikut campur kamu anak kecil, ini urusan saya dengan putra saya, jadi lepaskan tangan kamu dari dia, cepat!" perintah Lisa membuat Jingga terperanjat. Dia heran kenapa mama Zyan begitu pemarah dan kasar.
Zyan menatap Jingga sedih. Ia benar-benar tidak tega meninggalkan Jingga di sini. Tapi dia juga tidak berani melawan orangtuanya sendiri.
"Jingga, besok aku temui kamu lagi, aku harus pergi sekarang," ucapnya melepaskan genggaman Jingga.
"T-tapi--!"
Jingga meringis melihat tindakan Zyan padanya. Ia menatap tidak percaya. Apa yang ia rasakan tadi. Kebahagian sesaat itu begitu cepat berlalu. Pria yang hangat dan penuh perhatian kini tega meninggalkan dirinya begitu saja.
"Aku pergi dulu ya, nanti pasti akan aku kabari, aku Janji." ucap terakhir Zyan. Lalu ia mulai melangkah pergi dari sana. Sebelum itu ia berbisik sesuatu pada Iren.
Jingga terduduk lesu di kursi kayu. menatap nanar punggung Zyan yang kian menjauh. Hatinya terus bertanya-tanya, Ada apa ini? Apa yang terjadi? Jingga mengusap wajahnya kasar. Alihan pikirannya kini tertuju pada Irenia. Jingga berlari untuk mendekat.
"Ren? Apa yang terjadi pada mas Zyan, kenapa dia ninggalin kita di sini?"
Irenia tidak langsung menjawab. Ia memandang Jingga seksama. Lalu menarik nafas dalam.
"Gak ada apa-apa, pulang yuk, gue di tugaskan untuk antar lo pulang dengan selamat."
Iren melongos pergi begitu saja. Membiarkan Jingga dengan kebingungan. Sebenarnya dia tidak tega. Tapi ini amanat kalau dia tidak boleh memberitahu yang sebenarnya sebelum Zyan sendiri yang mengatakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm JINGGA
Roman pour AdolescentsCover by @Lilinbening '''"Aku gak mau jadi adik, Bapak!"''' Zyan meangkat alisnya sebelah. "Lalu?" "Aku mau bapak melihat aku sebagai seorang wanita, bukan adik." Zyan tertegun. Memandang lekat pada Jingga, seorang gadis muda berseragam SMA, sedan...