"Polusi udara itu menyesakkan, kalau kamu mendebarkan."
.
.
.Jingga Zainisa Baskara seorang gadis yang masih tampak polos oleh seragam putih abu-abu. Beberapa hari lalu telah memberi pengakuan pada sahabatnya, jika ia telah lama jatuh cinta pada seorang pria.
Curhatan seperti itu hal luar biasa bagi anak ABG. Hidup tanpa romansa akan terasa hambar untuk dilalui. Apalagi zaman SMA yang kata orang-orang kehidupan nan indah dan sayang untuk dilewatkan.
Begitu pula bagi gadis belia yang cantik itu. Nekad melakukan hal gila hanya ingin memata-matai pria pujaannya.
Di perempatan jalan, lampu merah bergantian menyala. Semua kendaraan melaju dengan kecepatan sedang setelah gilirannya tiba. Ditertibkan oleh seorang polisi muda, berwibawa, bahkan karismanya saja terasa sampai menusuk pada hati Jingga yang sudah satu jam lalu memperhatikan dari jauh. Ditemani sahabat setianya Nayla. Yah, petugas itulah yang sudah membuat bunga musim seminya semakin bermekaran.
"Duh, kasihan, kayaknya dia kerepotan banget deh, Nay."
Di atas motor matic merah, mengabaikan sinar mentari yang mulai terik. Jingga sibuk berkeluh kesah, sesekali berganti geram melihat para pengguna jalan yang tidak bisa tertip, dirinya cukup kasihan melihat pria berseragam itu.
"Udah sih itu emang pekerjaannya, sebagai polisi lalu lintas harus tegar donk!" timpal Nayla, gadis berkaca mata itu mulai bosan dengan hobi baru sahabatnya tiap pagi,"BTW, apa masih lama nih, gue gak mau telat masuk kelas lagi, Ji."
"Bentar lagi napa, gue belum puas."
Nayla menoleh menahan kesal ke belakang menemukan wajah Jingga yang masih dibaluti helm. "Nungguin lo puas mandangin mas-mas itu, sampai bumi punya adek pun lo belum bakal puas, Ji!"
"Tenang Nayla sayang, waktu lo nggak akan sia-sia kebuang, habis ini lo bakal gue traktir bakso mang Jali selama seminggu, boleh juga sekali-kali jika lo bosan mau ganti selera sama sotonya mpok Atik, bebas tinggal pilih," jelasnya sembari nyengir tanpa memutuskan pandangan pada polisi di tengah jalan. Ada satu hal lagi yang ia temukan mengenai pak polisi,"dia keren banget nggak sih, Nay! Dilihat dari sisi mana aja. Apa lagi tuh bokongnya, montok ... hihihi, gue yakin dia penyuka olah raga, ah gue suka banget liat cowok yang basah kuyup oleh keringat," lanjutnya takjub dan menghayal.
Nayla menghembuskan nafas jengah,"Gue heran deh ama lo, kok bisa ya sampai kecantol sama orang yang nggak lo kenal, apa yang membuat elo bisa sesuka itu sampai lo stalker dia hingga bela-belain nongkrong tepi jalan kayak gini hanya demi dia, udah bising, bikin sesak ama polusi, jalan pikir lo aneh!"
"Nay, kata pribahasa, dari mata turun ke hati, dari hati mentransfer keinginan itu untuk tiba ke pikiran, nah ini yang membuat kita berada di sini sekarang, karena gue kepikiran dia melulu."
Gadis berkaca mata itu berdecah,"Keinginan lo emang nggak ada benernya dari dulu."
"Gue sih nggak peduli, yang penting hari ini gue bisa lepas rindu wehehe!"
"Dasar bucin."
Nayla menatap geli pada temannya, sambil menggeleng-geleng kepala. Pasrah menjadi ojek setia sahabatnya yang sedang dilanda kasmaran.
"Lo bakal liatin dia dari jauh terus? Kalau kek gini gue yakin nggak bakal ada kemajuan."
"Terus gue harus gimana?" tanya Jingga bingung.
"Dari pada kita kayak orang bego nungguin dia yang entah kapan bisa sadar, sampai mempertaruhkan jam pelajaran gue, mending elo samperin, minta kontak dia kek, alamat email kek, zaman sekarang gitu loh, apa sih yang nggak bisa dilakuin atau ... elo bisa kan chating di sosmed ma doi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm JINGGA
Teen FictionCover by @Lilinbening '''"Aku gak mau jadi adik, Bapak!"''' Zyan meangkat alisnya sebelah. "Lalu?" "Aku mau bapak melihat aku sebagai seorang wanita, bukan adik." Zyan tertegun. Memandang lekat pada Jingga, seorang gadis muda berseragam SMA, sedan...