Masih terlalu pagi. Bahkan matahari baru saja menunjukan wujudnya ke bumi. Berharap pagi ini akan secerah bentuknya. Tetapi malah sebaliknya.
"Tukang tidur ayo bangun, udah jam segini masih aja molor," celetuk Indah nyengir tanpa dosa. Menarik selimut yang Zyan gunakan untuk menutup tubuhnya. Senyum wanita itu semakin lebar ketika menyaksikan otot-otot Zyan yang tampak kekar. Ah gemes, pikirnya!
Zyan yang masih syok. Terduduk di atas kasur. Sambil mengusap wajahnya berulang kali. Tak lupa ia juga sempat melirik jam weker di nakas, di sana sudah menunjukan pukul 7 pagi. Padahal dirinya ingin tidur lebih lama setelah bangun subuh. Mumpung weekend.
"Ada apa?""Mau nagih janji donk, kamu nggak lupa kan?"
Meski begitu nggak harus sepagi ini juga untuk keliling Jakarta.
"Janji temani aku jalan-jalan, sekalian melihat cincin pernikahan kita, kabarnya udah jadi."
Mata Zyan terbelalak mendengarnya,"Cincin? Kapan kita pesan cincin?"
Wanita cantik itu tersenyum lagi,"Papi aku yang pesanin untuk kita."
Menelan Saliva, Zyan merasa sesuatu beban berat baru saja menghantam pundaknya. Tiba-tiba permintaannya pada Jingga beberapa hari lalu ikut menumpuk menambah sakit di bagian kepala. Spontan pria itu mengusap wajah untuk menyembunyikan kepanikannya.
"Kenapa, Yan? Pusing?"
Zyan meanggukan kepala, toh kepalanya memang pusing karena dipaksa menikah. Apa lagi, cincin pernikahan sudah tersedia tanpa sepengetahuan dirinya. Ah, ini namanya tindakan kriminal dalam keluarga.
"Kamu nggak apa-apa, aku panggilin tante ya," seru Indah cemas, ia ingin bangkit tapi berhasil di tahan oleh Zyan.
"Nggak perlu, ini karena kurang tidur aja."
"Duh, kasihan calon suamiku, lain kali banyak istirahat ya."
Telapak tangan kecil Indah hampir berhasil menyentuh puncak kepal Zyan, namun pria itu berhasil menahan lengannya.
"Kalau gitu, kamu bisa keluar dulu, saya mau siap-siap."
Indah susah mengendalikan perasaannya saat ini. Sedih telah di tolak oleh Zyan. Dengan berat hati ia keluar dari kamar.
"Gila!" pekiknya tertahan oleh rasa kesal. "Ah, ini udah nggak bener, asli gila banget! Sial!"
Untuk kesekian kalinya Zyan mengutuk, membenci dirinya sendiri, kenapa tidak dari dulu ia tegas atas keinginanya. Kenapa tidak dari dulu ia tentang perjodohan yang direncakan orang tuanya. Kalau sudah sejauh ini apa bisa dihentikan? Sial! Sial!
Pintu kembali diketuk oleh seseorang di luar, Zyan acuh membiarkan orang itu membuka sendiri.
Detik berikutnya sebuah kepala berambut panjang timbul dari sana.
"Kakak! Di pangil mama tuh, suruh cepet ke bawah, katanya kak Indah udah nungguin."
"Emm!"
"Habis di apelin ama calon istri bukannya semangat," ledek Irenia.
"Sotoy, keluar sana!"
"Dihh, bucin!" kesel Irenia, ia menutup pintu itu dengan kasar. Tapi panggilan Zyan lebih kencang dari suara pintu membuat ia terpaksa harus kembali masuk.
"Apa? Tadi ngusir!"
"Masuk sini."
Irenia menuruti perintah Kakaknya,"Kamu sering ketemu Jingga?""Kenapa?"
Zyan tampak termenung membuat Irenia berpikir sendiri maksud dari tingkah Kakaknya.
"Dia baik-baik aja, cuma lebih sering melamun, mungkin mikirin si tukang pemberi harapan palsu."
Zyan menyipitkan mata geram atas sindiran adiknya,"Nggak percaya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm JINGGA
Teen FictionCover by @Lilinbening '''"Aku gak mau jadi adik, Bapak!"''' Zyan meangkat alisnya sebelah. "Lalu?" "Aku mau bapak melihat aku sebagai seorang wanita, bukan adik." Zyan tertegun. Memandang lekat pada Jingga, seorang gadis muda berseragam SMA, sedan...