Pernahkan kalian mengharapkan sesuatu yang indah? seperti apa yang di bayangkan? mungkin itu berbeda, karena kita jelas berbeda.
Tidak pernah terpikirkan, jika hal indah itu sangat sulit untuk di genggam.
Mungkin karena diriku yang terlalu berharap. Mungkin memang aku yang terlalu naif, jadi keindahan itu berubah menjadi sesuatu yang mengerikan.
Sekarang mimpi itu menghilang,
Tidak ada lagi harapan, lenyap! Tanpa bekas.
Dan aku menyerah.Jingga berlari memasuki restoran cepat saji itu dengan tergesa-gesa. Membuat Nayla yang tengah asik menikmati minumannya, kaget.
"Eh kenapa?"
"Ayo kita pulang?" Jingga menarik lengan Nayla dan menyeretnya keluar. Tidak lupa membawa barang belanjaan yang sudah mereka beli.
"Tapi kenapa? kenapa Lo nangis?"
Jingga enggan untuk menjawab. Ia terus melangkah, menarik lengan temannya menuruni eskalator satu per satu.
Suara panggilan Zyan terus mengikuti mereka dari belakang dengan langkah besarnya.
"Jingga tunggu!"
Jingga dan Nayla berlari sekuat tenaga. Melewati setiap para pengunjung. Mengabaikan tatapan-tatapan aneh.
"Ada masalah apa, Ji? Kenapa kamu jadi kayak gini?" Nayla menoleh sesekali kebelakang dengan pandangan cemas melihat Zyan yang hampir mendekat, "Apa yang dia lakukan ke elo sih?"
"Gue gak mau bicara sama dia, Nay. Tolong jauhi gue dari dia!" isak tangis Jingga dalam langkahnya.
Nayla mangguk petanda mengerti. Berpindah ke depan menarik Jingga. Dengan lincah Nayla berlari, menyelinap di sela-sela manusia. Hingga akhirnya mereka tiba di basement.
"Gue bener nggak ngerti apa yang terjadi," keluh Nayla mengatur pernapasannya.
Mereka terus berlari. Tanpa disadari lengan Jingga sudah tertahan oleh Zyan. Kedua gadis itu pun melotot kaget. Sejak kapan pria itu mendekat?
"Lepas!!" Pinta Jingga meronta membuat Nayla ikut menghentikan langkahnya.
"Tenang dulu, Aku pengen ngomong sama kamu sebentar!" ujar Zyan menahan lengannya.
Jingga terus meronta melepaskan diri dari genggaman Zyan. Nihil, lelaki itu cukup kuat mencengkram lengannya
"Nay, Ambil motor lo, cepat!"
Nayla bingung dengan keadaan ini. Ia beralih menatap Zyan. Pria itu seakan memohon untuk meminta sedikit waktu.
"Buruan Nayla!!" jerit Jingga. Sontak Nayla berlari ke arah motor pribadinya yang tak jauh dari mereka berdiri.Zyan masih saja menahan Jingga untuk tidak pergi. Sambil Memandang pada wajah Jingga yang sudah basah oleh air mata.
"Kasih aku waktu sebentar untuk bicara. Please!" pintanya "Aku mohon!"
Jingga memberanikan diri menatap manik mata Zyan. Sorot mata yang dia rindukan.
"Mau bicara apa? Ooh, Mau bilang sebentar lagi kamu mau nikah? Hahahah, selamat ya, semoga bahagia!"
Jingga tersenyum kecut. Ia tertawa dengan air mata yang terus mengalir di pipi. Tersedu menahan tangis. Ini semua sudah tidak ada gunanya. Ini semua sudah berakhir. Pikirnya!
"Bukan itu, tolonglah dengar dulu!"
"Apa lagi!" terik Jingga melemah karena tangisnya.
"Banyak yang mesti di jelasin, kalau kamu meronta begini jadi susah ngomong."
"Aku gak mau dengar! Udah jelas kok kalau Mas Zyan cuma mempermainkan aku!"
"Itu nggak benar!"
"Bohong!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm JINGGA
Ficção AdolescenteCover by @Lilinbening '''"Aku gak mau jadi adik, Bapak!"''' Zyan meangkat alisnya sebelah. "Lalu?" "Aku mau bapak melihat aku sebagai seorang wanita, bukan adik." Zyan tertegun. Memandang lekat pada Jingga, seorang gadis muda berseragam SMA, sedan...