Di siang terik matahari terasa pedih di kulit. Jalanan yang tadinya ramai padat kini berganti menjadi ramai lancar. Walaupun Begitu rasa lelah masih menghampiri.
Seusai makan siang Zyan kembali ke Pos jaganya. Duduk di kursi berbahan kayu panjang, dan menyender. Pandangannya lurus ketengah jalan, namun tidak dengan pikirannya.
Di tanya kenapa? Sudah dua hari ini dia tidak melihat kedatangan gadis yang selalu menggangunya tiap pagi. Menggodanya dengan kata-kata lucu lewat chat.
Tidak di pungkiri kalau dia sedang merindukan Jingga. Seorang gadis muda, yang telah berani mengatakan cinta padanya.
Sejak hari itu sama sekali dia belum bertemu lagi. Baru dua hari saja, hidupnya terasa sepi tanpa ganguan dari sang gadis. Zyan menarik nafas dalam membuang kekalutan dalam pikiran.
"Bengong di siang bolong, kesurupan wewegombel lo ntar, Bro!" kejutan dari Arfis, teman sepekerjaannya membuat Zyan terperanjat.
"Pengganggu datang."
"Napa? Mikirin siapa? Penasaran gua," tanya Arfis.
"Gak ada! " Zyan menjawab setenang mungkin. Karena itu sudah kebiasannya setiap kali berbicara dengan siapa saja.
"Mana gadis SMA yang sering apelin lo itu, gak keliatan lagi batang hidungnya." Ia mengambil duduk di samping Zyan. Dan memasukan sebatang rokok kemulutnya. Lalu di sodorkan bungkusan rokok itu ke hadapan Zyan.
"Gak usah Fiz, makasi," Tolak Zyan sopan.
Arfis menaroh bungkus rokok itu di atas kursi begitu saja. dan tidak lupa menyalan api dari korek api berbahan kayu. Dia tahu kalau Zyan bukan seorang yang perokok dia hanya ingin berbasa basi.
"Lo galau karena cewe SMA itu, Yan?" Tebak Arfis membuat Zyan menoleh sekilas padanya lalu kembali memperhatikan jalanan.
"Gak tuh, emang gue bocah."
Arfis terkekeh. Memukul pundak temannya pelan. Zyan mengangkat sebelah alisnya heran.
"Gue tau Lo bohong, gue tau lo itu pura-pura gak butuh, padahal Lo menikmati kehadiran cewe muda itu setiap kesini, buktinya. Lo marah ketika anak-anak lain godain dia!" terang Arfis sambil menghisap rokoknya dan mengeluarkan asap melalui hidung.
Zyan tidak menjawab. Ia masih berpikir dan mencari kebenaran dari kata-kata temannya itu.
Setiap kali Jingga datang meski sekedar menyapa. Ketika para petugas lain ikut menggoda gadis itu. Walaupun hanya siulan dan pangilan-pangilan kecil dari namanya. Membuat Zyan sedikit merasa tidak nyaman atas perlakuan mereka pada Jingga.
Arfis tidak berkata lagi ia menikmati rokoknya dan membiarkan Zyan dengan pikirannya sendiri.
"Jangan terlalu lama berpikir, kalau mau ambil, kalau gak buang, gampang!" Ujarnya tersenyum penuh arti. Lalu ia berdiri dari sana.
"Kata orang-orang di luar sana, hilang satu tumbuh seribu. Tapi jarang bro kita nemuin seseorang yang mengganggap kita itu berarti di dalam hidup mereka. Dan itu perlu lo ketahui, kebanyakan wanita-wanita sekarang menilai kita dari seragam dan tampang, bukan dari hati, itu mesti lo perhatikan, kalau sudah ada yang terbaik jangan sampe hilang."
Arfis melangkah keluar pos begitu saja meninggalkan Zyan dengan kebingungan.
"Tumben tu orang kata-katanya berisi." gumamnya.
Zyan kembali kepikirannya tadi, masa iya dirinya tertarik dengan gadis SMA?
.
.
.
Tepat pukul 18:00 Zyan tiba di halaman rumahnya. Setelah memarkirkan mobil dengan sempurna, ia keluar dan melangkah masuk. Rasa lelah dan capek sedang bersarang di tubuh karena seharian beraktifitas di luar.
![](https://img.wattpad.com/cover/151313124-288-k511107.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm JINGGA
Fiksi RemajaCover by @Lilinbening '''"Aku gak mau jadi adik, Bapak!"''' Zyan meangkat alisnya sebelah. "Lalu?" "Aku mau bapak melihat aku sebagai seorang wanita, bukan adik." Zyan tertegun. Memandang lekat pada Jingga, seorang gadis muda berseragam SMA, sedan...