Bab 15 || Pencarian

195 6 0
                                    

"Gue masih nunggu takdir."

~Saga

Setelah sampai di rumah Kevin ia langsung menuju ke lantai dua dan mendobrak pintu kuat. Kevin terlonjat kaget sambil menatap Saga dengan kesal sekaligus mengeluarkan sumpah serapahnya.

"Bangsat! Duduk lo!" Perintah Kevin kesal karena Saga cuma nyengir tak berdosa.

"Ngapain suruh gue kesini?" tanya Saga lalu duduk di samping Kevin yang asik main PS.

"Aelah ... bangsat ngomong cepetan."

"Sabar napa, bantuin titip absen gue ke elo," Saga yang mendengar itu langsung menoyor kepala sahabatnya, segitu doang permintaan tololnya, huh.

"Sialan! Kira apaan? Gue kira lo mau percobaan bunuh diri."

"Eh, enak aja, sesekali lo bantuin gue kek ... masa gue mulu yang bantuin lo kayak di kelab tempo hari," dumel Kevin tak terima tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar di depannya.

"Lo bantuin gue apaan, yang mana coba?" Kevin menoleh sebentar lalu kembali fokus lagi.

"Lo nggak ingat waktu di kelab kemarin? Lo narik Lilia ke kamar, untung enggak kecolongan," terang Kevin dongkol.

"Oooo ... gue ingat tapi nggak tahu gimana endingnya." Saga mengerling, berpikir ke arah yang lain.

Kevin yang mendengar itu langsung berhenti bermain dan menatap Saga tajam. Ia mengambil bukul tebal di sampingnya dan menampol tepat di wajah sahabatnya.

"Bangsat lo ya, untung nggak. Gue selamatin lo," sindir Kevin tajam. Saga yang mendengarnya hanya tertawa geli.

"Ketawa aja terus! Gue tonjok muka lo yang sok kegantengan tahu rasa!"

Saga kembali tertawa yang membuat Kevin mendengus kesal.

"Tapi ... makasih udah selalu nolongin gue," ucap Saga tulus sambil menepuk pundak sahabatnya pelan.

"Yaudah, lo nginap disini aja, besok barengan ke kampus." Kevin yakin Saga sebenarnya ingin menolak, karena kemungkinan besar besok sahabat bangsatnya itu akan bangun pagi dan berangkat bersama. Dimana seorang Saga anti yang namanya bangun pagi. Kevin yang melihat perubahan ekspresi Saga langsung menampilkan senyum kemenangan.

"Iya, gue nginap walaupun nggak ikhlas," ucapnya pasrah sambil merangkak ke tempat tidur. Kevin sedikit melirik ke belakang, menimbang, sebelum akhirnya bicara.

"Ga ... gue nggak tahu, sebenarnya yang lo sebut Rabbit itu siapa, tapi beneran lo mau tetap nyari sampe ketemu," ucap Kevin lagi tanpa menoleh. Namun, Saga kembali menatap lawan bicaranya, mencerna kata-kata yang barusan diucapkan Kevin lalu kembali membelakangi sahabatnya.

"Gue masih nunggu takdir."

**

Siapapun pasti akan terpana dengan keindahan kota negara lain, apalagi budaya barat yang berbeda jauh dengan budaya negara asal Tristan dilahirkan, tetapi Tristan hanya biasa saja dan tidak terbawa suasana akan keindahan kota itu.

Pikirannya masih kalut sekaligus marah. Ia terus berjalan menyusuri jalan sesuai alamat apartemennya, masa bodoh dengan orang-orang yang memerhatikannya.

Hanya butuh beberapa menit setelah turun dari taksi dan dia akan sampai. Cukup lama memandangi pintu kamarnya akhirnya dia masuk dan langsung mengempaskan diri beriringan dengan bunyi ponselnya. Melihat pemilik nama yg menelepon ia langsung mengangkatnya.

"Tan ... udah sampai bro? Aelah iri gue pas tahu elo dikirim ke New York, gilaaa di situ kan banyak banget cewek-cewek ... you know lah hahah".

Belum sempat berbicara, sahabatnya itu terus nyerocos. Bukannya tanyain tentang keselamatannya ini malah tentang cewek. Dasar Randy.

"Aelah bacot lo. Baru juga gue sampai lo udah nelepon, bikin mood gue tambah rusak aja," timpal Tristan jengkel.

Randy hanya terkekeh mendengar jawaban sahabatnya, yang mendengus kesal diseberang sana.

"Iye bangsat, elo baik-baik di sana. Belajar yang rajin supaya nanti balik ke Indo elo punya otak yang bener."

Tristan yang mendengar tawa sahabatnya langsung dongkol. Memangnya dia pikir selama ini dirinya tidak punyak otak apa?

Mungkin Randy sudah meringis dihantam oleh Tristan jika di dekatnya.

Cukup lama mereka bicara. Tristan menyudahi dan langsung memutus panggilan tersebut. Dan kali ini Wiranto yang menelpon tetapi diabaikannya. Ia langsung ke kamar mandi meninggalkan ponsel-nya yang terus bergetar.

Sementara di seberang sana Wiranto sudah dibuat kesal oleh anak semata wayangnya. Tak ada respon sama sekali.

Dan istrinya terus mengomel padanya, kenapa Tristan tidak menjawab panggilan tersebut. Wiranto hanya memutar bola mata malas, mana mungkin ia tahu kenapa Tristan tidak menjawab diseberang sana, harusnya istrinya itu langsung saja menelepon Tristan menggunakan ponsel pribadinya.

Publish_Maret_2019

===

Haii semuanyaaaaa apa kabar?

Tinggalkan komentar serta kritikan untuk Autor:) dan jika banyak penulisan yang dirasa salah mohon diingatkan ya

Salam hangat🧡

~Yani Kim

Abu-abu (Saga Alexander) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang