Bab 19 || Kabur

122 7 0
                                    

"Lo suka kejutan dari gue?"

~Saga

Kevin sampai di kampus sesaat sebelum gerombolan itu bubar, ia menautkan alis, bingung. Ia menyapu sekeliling kampus, banyak mahasiswa/i berbisik-bisik sambil tertawa.

Kevin lalu menuju kelasnya, mencari satu sosok yang tak tampak batang hidungnya.

"Woy ... ada yang liat si kampret nggak!" teriak Kevin membahana, tetapi semua orang yang berada di dalam sana hanya memandang sekilas-tak peduli, lalu sibuk kembali.

Kevin melongo, "woy gue nanya," teriaknya lagi.

"Lo tuh ya baru datang teriak-teriak, kita tuh punya nama, jadi wajar kalau nggak ada yang nyahut, "suara cewek itu terdengar dongkol diiringi dengusan kasar.

BRAK!

Kevin menendang pintu lalu berlalu begitu saja sambil mengumpat, semua orang di dalam ruangan hanya geleng-geleng kepala.

Nhatalia menuju belakang kampus dengan wajah memerah, menahan amarah, tanpa menyadari kalau seorang cowok sedang menatapnya.

"Lo suka kejutan dari gue?" Nhatalia mengangkat wajahnya-melotot, cowok itu tepat di depannya sambil tersenyum, tapi senyuman itu bukan senyuman ramah melainkan senyuman kemenangan.

"Gue enggak nyangka kalau lo itu selain kumpul bareng berandal gila ternyata juga perokok, hem," ungkap Saga sambil bersandar ditembok, ia merasa puas melihat raut wajah Grace yang sejak tadi menahan amarah.

"Gue tahu lo pelakunya," decihnya.

"Gue lakuin itu karena perbuatan lo sendiri," Saga membela diri, sebenarnya ia sangat malas  berhadapan dengan seorang cewek.

"Lo nggak tahu seberapa malunya gue, anak-anak banyak yang mandang gue rendah dan itu semua karena lo," tunjuk Grace tepat di depan Saga, Grace pergi, menyisakan Saga yang setia menatapnya tajam.

"Bangke, lo dapat dari mana tuh foto-foto semua," bisik Kevin penasaran tingkat dewa, setelah mereka berada di rooftop.

"Rahasia," balas Saga tersenyum simpul, "udah yok pulang."

"Gue baru sampai kampret masa pulang lagi, belum puas gue liatin tuh foto-foto," balas Kevin jengkel.

Foto-foto Grace masih tertempel rapi di mading kampus, foto dirinya yang sedang berkumpul dengan lima preman, ada juga fotonya mengambil sebatang rokok, fotonya yang tertawa, lalu fotonya yang mengembuskan kepulan asap rokok.

Grace memutuskan pulang kerumah, terlihat Geo duduk di teras rumah memainkan benda pipih itu dengan serius, ia membuka galeri, kembali mencari foto sang kakak yang masih kecil, kalung indah melingkar di leher gadis tersebut dan sebuah gelang karet di tangan kanan Grace, Geo menoleh, Nhata langsung masuk tak peduli dengan sapaan sang adik.

Grace mengempaskan tubuh lelah, cobaan apa lagi yang dihadapinya sekarang, sebisa mungkin ia memperlihatkan image yang baik, tapi belum beberapa bulan di kampus barunya, masalah datang melanda.

Ia lalu beringsut dari kasur, meraih kopernya di atas lemari.

"Gue mesti pergi dari sini," bisiknya pada diri sendiri lalu bergegas mengambil kopernya.

Sejak kelahiran Geo di dunia ini, ia semakin benci bahkan sebenci-bencinya.

Dan papa tirinya juga yang membuat Grace membenci hidupnya sendiri, mulai merusak kehidupannya, mengenal dunia luar, berhubungan dengan orang-orang yang nakal.

Sejak itu Grace tidak lagi menganggap bahwa ia pantas hidup, setiap hari kedua orang tuanya hanya menanyakan tentang uang dan uang.

Sesakit itukah rasanya diabaikan oleh orang yang berharga, segampang itukah kasih sayang ditukar dengan nilai uang, dan semudah itukah ia dapat melupakan rasa sakitnya sementara ia adalah korban dari perbuatan orang tuanya, mamanya yang tergoda atau apalah itu, intinya Grace membenci semua itu.

Grace jarang menangis bahkan tak ingat kapan terakhir ia pernah menangis, tetapi hari ini di dalam kamarnya-di rumahnya sendiri, ia menangis tanpa suara, bersandar pada lemari sambil memeluk lutut dan menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya.

"Kak Grace," Grace mendongak, mendengar Geo memanggilnya dari luar.

"Kak buka pintunya, aku mau ngomong," ucap Geo lembut, sesekali ia meremas jemarinya karena grogi.

"Mending lo pergi! Jangan ganggu gue, urusin aja urusan lo, nggak usah sok peduli, pergi!!!" Geo memegangi dadanya karena panik dan takut, ia gemetaran mendengar suara sang kakak berteriak frustrasi padanya.

Geo lalu meninggalkan kamar kakaknya.

Malam tiba

Tepatnya pukul 11.00, Grace menuruni anak tangga, ia tahu papanya masih tugas di luar kota, mama dan juga Geo pasti sudah tertidur, dengan langkah pelan ia menuju pintu, keluar dari sana.

"Elo mau kemana kak," Geo membatin, Geo yang kebetulan mencari angin malam turun menuju taman belakang, menoleh ketika seseorang berjalan di halaman rumah sambil menyeret koper.

Geo tak berniat menghentikan sang kakak, ia tahu akan sia-sia melakukannya.

Geo menghela napas.

Mobil yang membawa Grace melaju membelah jalanan malam itu.

"Apa yang sebenarnya terjadi di dalam keluarga gue, apa semua yang gue denger bener?" hela Grace sesaat.

Publish_April 2019

==

Hai, Terimakasih telah mampir🤗

Salam hangat🧡

~Yani Kim

Abu-abu (Saga Alexander) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang