"Apa cuma gue yang gak tahu nama panggilan kesayangan lo."
~Kevin
Winda terus menghubungi anak semata wayangnya, ia ingin meminta maaf lagi yang entah permintaan keberapa yang telah dilakukannya.
Winda mondar mandir, seketika menoleh ke arah pintu, anaknya hanya menatapnya datar, ia langsung meraih tangan Saga yang hampir menaiki gundukan anak tangga.
"Mama mau bicara sama kamu Lex." ucap Winda nyaris berbisik dengan tangan yang gemetar, seketika pupil mata Saga melebar, sejak ia mengenal dunia dan mengetahui kepergian papanya, ia sendiri meminta untuk dipanggil Lex oleh mamanya tapi dulu mamanya tidak ingin mengubah namanya karena merasa nama itu Saga cocok untuknya.
Bahkan Kevin yang sedari tadi bersandar di tembok-terperangah, tak percaya jika selama ini sahabatnya memiliki panggilan lain.
"Udah deh mah, nggak ada lagi yang perlu dibicarain." Saga mengempaskan tangan mamanya. "Tapi mama mohon." Pinta Winda lagi-lagi terisak.
"Udah ma!" Bentak Saga kesal lalu naik meninggalkan Winda yang mulai mengucurkan air mata.
"Apa cuma gue yang nggak tahu nama panggilan kesayangan lo." Saga memandang Kevin yang menyiratkan banyak pertanyaan, begitupun sebaliknya.
"Dan itu berarti kadang lo pakai nama yang lain di luar sana?" Tebak Kevin benar.
"Terus lo nganggep persahabatan kita apa? Angin lalu?" Kevin mulai mendekati Saga di jendela, menatap lekat-lekat sahabatnya.
"Gue cuma nggak mau banyak orang yang tahu nama gue." Saga berucap lirih, memandang Kevin sejenak lalu menghela napas berat.
"Yang pasti gue selalu nganggep lo sahabat walau gue enggak tahu lo nganggep gue apa," Kevin menepuk bahu Saga, terdengar helaan napas dari keduanya, "Gue pergi, datang ke gue kalau udah baikan." ucap Kevin lalu melangkah keluar, Saga memandang punggung Kevin lesu.
"Jam tujuh di kafe biasa"
Saga membaca pesan yang masuk, berpikir sejenak, ia kalut dengan pikirannya sendiri. Antara menemui Sahabatnya atau datang menemui Geo.
**
Tristan berkali-kali menghela napas, melihat dari balik kaca kafe, papanya di sana, duduk sambil mengotak-atik ponsel yang digenggamnya. "Aku ke kamar mandi dulu." Tristan menoleh, menelisik setiap inci wajah gadisnya lalu mengiyakan.Tristan akhirnya masuk, melangkah was-was, ia tahu papanya pasti akan mengamuk lalu membuangnya di Negara yang lebih kecil, mampuslah ia kali ini.
Ayahnya mendongak, pandangan mereka saling bertubrukan, diam selama beberapa detik, akhirnya Tristan memberanikan diri, melangkah lalu duduk di depan sang raja, mereka masih belum ada yang bicara.
"Sorry aku lama Tan." Grace datang tergopoh-gopoh, sontak dua orang di depannya mendongak.
"Nama kamu siapa?" Tristan bingung begitupun Grace, kenapa yang lebih dulu dipertanyakan bukan Tristan?
"Saya Grace Nhatalia William om." ucap grace gugup setengah mati, pasalnya ketegangan yang tercipta di antara mereka benar-benar luar biasa.
"Oh tunggu, jadi kamu anak angkatnya william?" Lagi-lagi mereka berdua terperangah, sedetik yang lalu tak sedikit pun terlukis senyuman di wajah pria paruh baya itu, tapi sekarang entah angin apa, seketika senyum mengembang di bibir pria itu.
"Saya rekan kerja papa kamu, saya dengar kamu punya adik yah."
"Iya om." Grace benar-benar dibuat bingung, dan Tristan sedari tadi cengo memperhatikan interaksi keduanya.
"Dan kamu Tristan!" Ayahnya menoleh, menatapnya tajam, "pulang dan jelaskan semuanya di rumah, sekalian papa mau kenalan sama calon mantu papa." Keduanya terperangah. Ayahnya bahkan tanpa beban mengucapkannya.
"Iya pa," ucap Tristan gugup. "Dan jangan lupa hukuman tetap berlaku", sambung ayahnya sarkatis.
Tristan menghela napas pasrah.
Publish_April 2019
==
Terimakasih telah mampir🤗
Salam hangat🧡
Yani Kim
KAMU SEDANG MEMBACA
Abu-abu (Saga Alexander) ✔
Ficção AdolescenteBaca aja dulu beberapa part, kali aja terjungkal :D Kisah yang pelik mewarnai perjalanan hidup seorang Saga. Satu demi satu semuanya terungkap. Persahabatan, permusuhan, kekeluargaan. Menjadi satu dan rumit terselesaikan. #Publish 2019 #Republish 20...