08/07/2018
Disini siapa yang kesal sama Anita?
Di Part ini Maudya mau memberikan pelajaran buat Anita, jadi jangan dilewatkan yah
MAUDYA CELLA
•
•
•
•
Aku berjalan masuk disalah satu cafe yang sering aku kunjungi dulu dengan seseorang. Cafe A sangat sering ramai, buktinya aku sulit untuk mencari seseorang yang menelponku tadi pagi untuk bertemu untuk menjelaskan semuanya padaku. Katanya?
Aku berjalan menyusuri setiap meja dan ahkirnya aku melihat perempuan yang mengikat rambut panjanganya dan menggunakan gaun berwarna lembut yang menurutku selalu pas diwarna kulitnya yang sedang duduk didekat jendela besar yang menghadap keluar.
Aku melangkahkan kakiku dengan pelan, hingga ahkirnya aku duduk dihadapannya tanpa mengucapkan apapun dan karna itu aku dapat melihat wajahnya yang terkejut. Aku tahu dia terkejut karna aku datang tanpa memberikannya tanda kalau aku sudah sampai.
Aku menyilangkan kakiku, meletakan tasku dikursi kosong yang berada disampingku dan melipat kedua tanganku didepan. Mataku tidak pernah lepas dari matanya, begitu juga dengan dirinya yang menatapku.
Perempuan itu tersenyum sangat manis padaku dan kalau aku melihat senyum itu beberapa minggu yang lalu mungkin aku akan ikut tersenyum, tapi tidak sekarang. Senyum itu malah membuatku semakin kesal dengannya, apalagi melihat wajahnya.
"Mbak Dya masih suka green tea lattekan. Soalnya aku sudah memesannya dan mungkin sebentar lagi akan datang." Ucapnya.
Aku tetap diam, menunggu dirinya untuk membicarakan alasan kami bertemu. Aku ingin mendengar dari mulutnya sendiri, aku ingin melihat betapa kejamnya perempuan yang duduk dihadapanku ini. Aku ingin melihat betapa teganya sepupuku ini. Dia menghianatiku empat tahun lebih. Apa dia tidak merasa bersalah saat melihat wajahku, apalagi kedua anakku?
"Lepaskan Mas Gilang Mbak. Aku mohon, aku sangat mencintainya Mbak." Ucapan perempuan yang tidak lain adalah Anita membuatku tertawa pelan. Bukan tertawa karna bahagia, tapi karna tidak percaya. Sejauh inikah Anita mencintai suamiku?
"_"
"Aku mencintainya. Aku sangat mencintainya, dari kami masa SMA Mbak. Aku sudah menempatkan namanya dihatiku Mbak, aku tidak akan bisa hidup tanpanya Mbak." Ucapan yang terdengar sangat membuatku sadar, Anita tidak sebaik yang kupikirkan.
"Apa kamu tidak berfikir diposisiku? Apa kamu tidak malu meminta istri selingkuhan kamu untuk menjauh dari suaminya sendiri?" Tanyaku dengan nada sinis dan dia hanya menggelengkan kepalanya sebelum menjawab pertanyaanku.
"Mbak aku memikirkan posisi Mbak, tapi bisakah Mbak berfikir juga diposisiku. Aku terlebih dahulu bersamanya, bahkan kami putus bukan karna kami tidak mencintai lagi, tapi karna keadaan Mbak. Aku masih sangat mencintai Mbak. Aku janji tidak akan membuat Rendy atau Renna kehilangan sosok ayah atau ibunya jika aku_"
"Apa kamu tidak malu?" Pertanyaanku memotong ucapannya.
Anita menatapku dengan tatapan yang berubah, bukan tatapan sedih atau tatapan memohon tapi tatapan benci yang dia berikan padaku.
"Aku tidak malu, karna dia adalah milikku dari awal Mbak. Harusnya Mbak yang malu, karna merebut kekasih adik sepupu Mbak sendiri. Aku pikir Mbak adalah kakak sepupu yang bisa mengerti diriku tapi ternyata tidak. Mbak hanya perempuan yan_"
"Kamu berubah An. Kamu menjadi perempuan yang sangat berbeda." Ucapku cepat dengan nada datar.
Aku meletakan kedua tanganku diatas meja dan sedikit mendekat kearahnya.
"Kamu tahu satu hal yang aku sesali dalam hidupku setelah mengenal kamu selama ini adalah kenapa aku begitu menyayangimu sebagai adik. Pikiranmu, perilakumu, dan semua yang ada diri kamu sudah berubah An dan aku seperti tidak mengenal kamu lagi sekarang. Kamu terlalu jauh untuk aku mengerti Anita." Ucapku dengan tegas.
"...."
"Kamu menyuruhku menjauh dari suamiku sendiri? Kini aku tegaskan pada kamu Anita, secara hukum dan secara agama akulah perempuan yang berhak berada disisi Gilang dan harusnya kamu yang pergi dari sisi Gilang." Ucapku dengan nada yang tidak bisa kubilang bersahabat lagi.
"Mbak!" Teriak Anita.
"Jangan pernah bertetiak didepanku anita!" Ucapku yang terdengar seperti perintah.
"...."
"Aku selama ini percaya sama kamu. Aku memperlakukan kamu dengan sangat baik An, bahkan aku menyuruh Ayah untuk mengangkat kamu sebagai anggota keluarga kami karna aku berfikir kamu akan kesepian setelah orangtua kamu meninggal. Aku memperlakukan kamu dengan sangat baik An, lalu apa yang kamu lakukan padaku An?" Tanyaku lagi.
"Kamu menusukku dari belakang An. Aku tidak pernah merebut kekasihmu, aku tidak pernah merebut Gilang dari hidupmu. Takdirlah yang mempertemukan kami. Apa menurut kamu aku akan tega merebutnya dari kamu kalau aku tahu, apa menurut kamu aku setega itu?" Tanyaku lagi.
Anita hanya diam menatapku dan aku juga ingin dia mendengar semua unek unekku saat ini. Aku ingin dia diam dan memikirkan semua kelakuannya. Dia teteplah adiku dan kenyataan tidak bisa kuhapus dengan mudah.
"Apa kamu tidak berfikir bagaimana dengan keponakan kamu? Bagaimana dengan Ayah? Bagaimana dengan keluarga mertua aku? Bagaimana dengan aku? Apa kamu tidak berfikir sejauh itu Anita?"
"...."
"Seharusnya disini aku yang meminta kamu menjauh dari suamiku. Harusnya disini aku yang mengatakan kalau kamu merebut suamiku. Harusnya disini aku menamparmu An. Harusnya aku_"
"Kalau begitu tampar aku Mbak. Tampar." Ucapnya tiba tiba dan mendekatkan pipinya kearahku.
"...."
"Tampar aku Mbak. Disini aku juga tidak ingin seperti ini Mbak. Aku juga bukan Perempuan yang dengan mudahnya merebut suami kakak sepupuku, tapi kita juga sama sama permepuan Mbak. Kita sama sama mencintai pria yang sama, kita sama sama tidak bisa hidup tanpanya. Apa disini aku harus mengalah pada Mbak? Apa disini aku harus melupakan semuanya? Aku tidak bisa Mbak. Aku sangat sangat mencintainya Mbak, sama seperti Mbak." Ucapnya.
Aku menghembuskan nafasku dengan kasar, sepertinya tidak akan ada ahkir dalam pertemuan ini yang ada masalah semakin melebar dan aku juga sadar kalau kami sudah menjadi tontonan semua orang yang ada disini.
Aku mengambil tasku sebelum kembali menatapnya.
"Aku pergi bukan karna aku mengalah An, tapi karna aku ingin kamu memikirkan semuanya dengan pikiran yang tenang. Ingat baik baik An, Gilang suamiku dan aku istrinya. Dimata masyarakat kamu akan dicap perempuan yang tidak tahu malu, jadi menyerahlah. Menjauh darinya adalah keputusan yang baik untuk kamu, Gilang, keluarga kita dan juga aku." Ucapku sebelu berdiri menjauh darinya.
Aku melangkahkan kakiku menuju pintu keluar, namun belum sampai pintu keluar tanganku ditarik kebelakang hingga ahkirnya aku merasakan pipiku menjadi panas.
Perempuan didepanku menatapku dengan puas. Dia tersenyum sebelum ahkirnya mengucapkan beberapa kata yang ahkirnya membuatku tertarik akan emosi yang kutahan dari awal aku datang menemuinya.
"Sekuat apapun dunia ini menghalangiku, aku tetap tidak akan menyerah. Gilang hanya milikku dan kamu hanya perempuan yang tidak akan diperdulikannya beberapa hari lagi. Kamu hanya perempuan yang menggoda kekasih sepupu kamu."
Aku menatap meja disamping kami, ada gelas yang berisi air putih yang sangat bening. Aku mengambil gelas putih dengan cepat dan langsung saja aku tumpakan semua isinya.
Dia menatapku dengan tajam, baru saja dia ingin membuka mulutnya aku langsung menghentikannya dengan ucapanku dan pergi meninggalkannya sendiri.
"Aku bukan perempuan lemah An. Aku perempuan yang mementingkan keluargaku, aku bukan perempuan yang bisa dengan mudah kamu singkirkan. Pejamkan itu, Gilang hanya milik aku dan anak anakku."
~ ~ ~ ~
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME (END)
ChickLitAku melangkah cukup lama dengan masa lalu yang kelam, aku sudah lelah berjalan di kegelapan dan kini apa aku harus kembali pada masa itu lagi? Bagaimana bisa? Bagaimana bisa pria yang aku cintai membuat aku terluka? Pria yang datang dengan senyum s...