Semacam luka tapi tak berdarah, seperti rasa tanpa asa dan layaknya tangis dalam rintikan hujan, semuanya terlihat begitu abstrak.
.
.
.
.
.
.
.Ini masih pagi tapi rasanya Agatha ingin hari ini cepat berakhir. Bagaimana tidak, tadi di parkiran ia bertemu Niko dengan ucapannya yang menohok. Dan ketika berjalan di koridor, ia bertemu dengan cowok yang menyeretnya ke gudang belakang dengan omong kosongnya. Oh sungguh! Rasanya untuk menuju kelas itu butuh perjuangan besar.
Agatha tiba di kelasnya, disambut pemandangan buruk di depan matanya. Ketiga sahabatnya, Bianca, Aldo dan Mila tengah asik berkumpul dan tertawa tanpa dirinya. Bahkan Bianca yang biasanya duduk dengan Agatha memilih pindah ke bangku kosong di pojok belakang. Apa Agatha benar-benar kehilangan mereka saat ini?
***
Tiga jam pelajaran berlalu.
"Ibu akhiri sampai di sini, dan sampai bertemu minggu depan. Jangan lupa kerjakan tugas mandiri di hal 211" ucap Buk Nadia lalu beranjak pergi meninggalkan kelas.
Dengan malas Agatha merapikan buku-buku di atas meja. Setelah itu ia beranjak dari duduknya namun Mila datang dan menghalanginya.
"Mau lo apa sih?" tanya Mila to the point.
"Maksud lo apa?" Agatha melontarkan pertanyaan balik.
"Lo itu kecentilan? Kegatelan? Atau terlalu buas sih?" ucap Mila dengan penekanan disetiap kalimatnya.
"Jaga ucapan lo, Mil !!" seru Agatha.
Tuhan, apa lagi ini? Kuatkan Agatha jika ini akan menyakitinya lagi.
"Gue suka Raka, tapi gue rela lo deketin dia. Lo tau Bianca suka Agas, tapi lo malah ciuman sama Agas depan umum, bahkan secara gak langsung lo udah nusuk sahabat lo dari belakang. Dan apa lo tau, Prince Ju gue itu adalah cowok yang lo peluk kemarin di rooftop" jelas Mila.
Deg! Seketika Agatha merasa denyut nadi dan detak jantungnya berhenti. Apa yang Mila katakan tadi? Cowok yang dia suka selama ini, Prince Ju itu adalah seorang Juan Alexander?
"Kenapa lo diem, Tha?" tanya Mila.
Agatha masih diam, kepalanya mulai pusing memikirkan semua ini.
"Lo gak bisa ngomong apapun karna emng semua yang gue omongin tadi itu emang bener kan" ucap Mila.
"Gak. Semua yang lo omongin itu gak bener. Lo, Bianca dan Aldo emang sahabat gue, tapi kalian gak mengenal gue dengan baik. Jadi, tolong jaga ucapan lo sebelum lo bicara dan ngata-ngatain gue!!" sergah Agatha kesal dan berlalu pergi.
"Gue gak nyangka lo sebusuk ini, Tha" ucap Mila sambil menatap punggung Agatha yang kian menghilang.
Agatha berlari menuju rooftop sambil menyeka air matanya, hanya rooftop satu-satunya tempat pelariannya di sekolah ini. Hanya hembusan angin di rooftop yg setia mendengar keluh kesal dan curahan hatinya. Seperti angin berhembus yg menyapa lalu pergi begitu saja.
"Setelah ini apa lagi, Tuhan?"
"Apa yang ingin Kau tunjukkan?"
"Kenapa Kau selalu mempersulitku seperti ini? Kenapa Kau seolah mencekikku dengan orang-orang disekitarku yang mulai membenciku?"
Teriaknya dengan suara bergetar pada langit biru yang menyaksikan tangis pilu gadis itu. Kepada awan yang membentu senyum padanya untuk berhenti menangis.
"Aku lelah" lirihnya sambil terisak.
Dadanya terasa sesak, ia tak mampu lagi menahan semua ini. Semacam luka tapi tak berdarah, seperti rasa tanpa asa dan layaknya tangis dalam rintikan hujan, semuanya terlihat begitu abstrak.
"Thatha" panggil seorang cowok yang berdiri di belakang Agatha.
Agatha masih tetap pada posisinya, ia tak menoleh atau berbalik badan. Gadis itu tak ingin siapapun melihatnya menangis, ia tak ingin terlihat begitu lemah.
"Pergi, tinggalin gue sendiri" pinta Agatha pada cowok itu.
"Kamu bisa cerita apapun ke aku, Tha" ucap cowok itu dan melangkah mendekat.
"Lo budeg ya?" Agatha memberi jeda pada ucapannya.
"Juan. Kalau lo masih mau gue bicara dan ketemu sama lo, tolong tinggalin gue sendiri" lanjutnya.
"Bukannya kamu harus natap mata orang yang kamu ajak bicara ya. Kenapa kamu gak natap aku, Tha? Bahkan kamu gak noleh sedikitpun" ucap Juan.
Juan semakin yakin, ada sesuatu yg terjadi di hidup Agatha. Mengapa gadis itu jadi sangat membencinya? Apa yang telah Juan lakukan sebenarnya?
"Sekali lagi gue minta, tinggalin gue sendiri. Kalau lo gak mau pergi, biar gue yang pergi" ucap Agatha.
"Jangan pergi, lebih baik kamu tenangin diri di sini. Biar aku yang pergi, jaga diri baik-baik, Tha" ucap Juan dan berlalu pergi.
Agatha memejamkan mata sejenak, lagi dan lagi air matanya menetes deras. Juan datang dan membuat semua semakin rumit, kenapa semua harus serumit ini?
Bahkan saat ini hidupnya semakin berubah, Agatha kehilangan sahabat-sahabatnya karna keegoisan Agas untuk melindunginya dari Raka. Kini, luka lamanya datang kembali menggoyahkan rasa benci atas kerinduannya selama ini pada Juan Alexander dan sekarang ditambah Niko yang mulai membencinya. Sungguh, lengkap sudah kepedihan di hidupnya sekarang ini. Apa lagi kejutan yang disiapkan Tuhan dan diberikan kepada takdir untuknya lagi?
_____________
Yuhuuu.....
Cie double update hari ini :)Udah bosen juga kalau digantungin lama-lama, udah kayak jemuran kering yang lupa diangkat.
.
.
.
.
.
To be continued!!
👉 Chapter 21To be a good readers 👌
.
.
.
.
.
.
.
.Instagram : ldiian_
KAMU SEDANG MEMBACA
Before Hate After Love [slow update]
Teen Fiction"Kak Niko, tunggu!" teriak Agatha dengan segera berjalan mendekat, cowok itu langsung menghentikan langkahnya dan berbalik. "Kenapa?" tanya Niko dingin. "Yang waktu itu. Pas Raka nyium gue depan lo, itu-" "Cukup!" potong Niko. "Aku minta maaf kak" u...