Mulai hari ini berhati-hatilah, sikap dan ucapan itu seperti boomerang yang akan kembali begitu saja.
.
.
.
.
.Hari itu......
Bagus mengenakan seragam dengan almamater SMA tempat Bagas sekolah. Hari ini cowok itu sudah bertekad untuk menjadi seorang Bagas Stevano. Demi mencari tau kematian dari saudara kembarnya itu, Bagus rela mengorbankan kehidupannya dan berpura-pura menjadi Bagas.
Selama Bagas dan Bagus hidup dan tumbuh dewasa bersama seiring berjalannya waktu, tak ada hal istimewa ataupun hal indah yang pernah mereka lalui bersama. Setiap detik yang dihabiskan hingga hari itu berakhir yang ada hanya rasa benci, amarah dan iri hati yang dirasakan Bagus. Bagaimana tidak, orang tua mereka hanya fokus mengurus Bagas yang sakit-sakitan, selain itu orang tua mereka juga lebih membanggakan Bagas karna prestasinya di sekolah.
Setelah kematian Bagas, Bagus sadar ada hal yang lebih ia benci, ada hal yang lebih membuatnya marah dan ada hal yang begitu menyakitkan dari iri hati, yaitu kehilangan. Hanya ada penyesalan di benak Bagus, tak ada hal yang pernah ia lakukan untuk Bagas selain membenci dan menyimpan iri padanya. Sekarang semua sudah terjadi dan waktu tak akan pernah bisa berputar mundur, di sinilah ia sekarang hidup dengan penyesalan karna tak sempat mengucapkan maaf dan selamat tinggal, hatinya benar-benar pilu.
Bagus menyusuri koridor sekolah menuju kelasnya. Namun langkahnya terhenti, ada seorang cowok yang menghalanginya. Bagus menatap tajam cowok dihadapannya itu, dan cowok itu menatap Bagus dengan tatapan bingung.
"Gue mau lewat, lo menghalangi jalan gue" Bagus berusaha melewati cowok itu namun lengannya ditahan dengan kasar.
"Apa lo tadi bicara sama gue? Dan lo lagi natap gue sekarang, Bagus Stevano?" sinis cowok itu dengan penekanan saat menyebut nama kembaran Bagus.
Bagus hanya diam dan masih dengan tatapan tajamnya.
"Lo berani sama gue sekarang?" cowok itu melipat kedua tangannya di depan dada.
Bagus memutar bola mata jengah dengan senyum sinisnya.
"Emang selama ini gue gak berani sama lo?" sinis Bagus, lalu pandangan Bagus turun membaca huruf yang tercetak di badge nama seragam cowok itu, namanya Agastya.
Agas mendelik mendengar ucapan cowok itu responnya sungguh di luar dugaannya karna selama ini yang Agas hadapi adalah seorang Bagas Stevano yang lemah.
Agas menghela napas kasar lalu mengalihkan pandangannya.
"Kebentur apa ni anak jadi ngelunjak gini" gumam Agas.
"Lo udah ngerjain tugas fisika gue kan?" tanya seseorang yang tiba-tiba ada dibelakang Bagus.
Bagus menoleh menatap singkat orang itu lalu menatap badge, namanya Rico.
"Terus tugas bahasa indo gue gimana, udah beres?" lanjut Rico bertanya.
Bagus melempar tatapan tajam dan tak suka.
"Lo pikir gue kacung yang seenaknya lo suruh ngerjain tugas lo, heh!" sinis Bagus.
Rico membuka mulut tak percaya, selama ini Bagas Stevano yang ia kenal tak berani melihat mata lawan bicaranya apa lagi bicara hal seperti ini.
Rico menatap Agas yang tak kalah herannya dengan perubahan sikap Bagas.
Rico tersenyum miring lalu menatap Agas "Agas, kayaknya si dungu ini dendam karna obat-obatan sialannya lo sita"
Agas terkekeh sambil menggeleng pelan "Bagas Dungu, lo gak perlu dendam. Harusnya lo berterimakasih, berkat gue siapa tau nanti lo bisa berhenti bergantung sama obat-obatan sialan itu. Lo beruntung karna gue menjauhkan lo dari obat-obatan sialan lo yang gak ngefek itu"
Bagus mengepalkan tangan kuat-kuat, sekuat ia menahan emosi ini. Terlalu awal untuk menunjukkan sisi agresif yang sesungguhnya, karena ia adalah Bagus Stevano bukan Bagas Stevano yang lemah dan tak berdaya.
"Buruan kasi tugas-tugas gue" titah Rico.
Bagus hanya diam tak merespon apapun tapi matanya menatap tajam Agas dan Rico bergantian.
"Kenapa ni si dungu?" Rico menunjuk dengan mengarahkan dagunya pada Bagus.
Agas menatap Bagus sinis lalu mengindikkan bahu "Habis pelatihan militer, makannya jadi ngelunjak"
"Huuftt...Kalau gini terpaksa gue jahat" dengan kasar Rico merampas tas milik Bagus, membuka tas itu dan menjatuhkan satu persatu benda yang ada di tas itu hingga semua isi dari tas itu berceceran di lantai.
Bagus mengepalkan tangan kuat-kuat, rahangnya mengeras dan emosinya siap meledak, persetan dengan ini masih permulaan, ini masih terlalu awal, yang pasti ini benar-benar menyulut api esmosi yang membara.
BUG!!! "aaawww..." pekik Rico menahan sakit. Satu hantaman mengenai Rico dan langsung membuatnya tersungkur di lantai.
BUG!!! Bagus juga menghantam Agas tepat mengenai hidungnya yang langsung membuatnya mimisan.
'Pukulan itu untuk kematian Bagas dan masih ada lagi hal yang lebih menyakitkan yang akan gue berikan' batin Bagus.
Bagus tersenyum penuh kemenangan melihat dua cowok yang menyulut emosinya tadi kini merengek seperti bayi yang kesakitan.
"Dengar!" Bagus memberi jeda ucapannya sambil merapikan kembali tasnya.
"Mulai detik ini, gue bukan Bagas Stevano yang dulu. Dan mulai hari ini berhati-hatilah, sikap dan ucapan itu seperti boomerang yang akan kembali begitu saja" lanjutnya dan berlalu pergi.
Melihat hal ini membuat Agas dan Rico jengah dengan keberanian Bagas, ada apa dengan Bagas? Kenapa dia seberani ini? Apa yang membuatnya berubah? Tentunya mereka bertanya-dalam dalam lubuk hatinya.
___________________________________
Yuhuuuu......
Flashbacknya sampai di sini dulu ya, semakin next chapter semakin banyak flashback flashback yang tak terduga. Karena manusia mengigat ada 3 fase waktu, masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Wkwkw ngetik apaan ya?
.
.
.
.
.
.
.
.
Next chapter 28💕
.
.
.
.
.
Instagram : @ldiian_
KAMU SEDANG MEMBACA
Before Hate After Love [slow update]
Teen Fiction"Kak Niko, tunggu!" teriak Agatha dengan segera berjalan mendekat, cowok itu langsung menghentikan langkahnya dan berbalik. "Kenapa?" tanya Niko dingin. "Yang waktu itu. Pas Raka nyium gue depan lo, itu-" "Cukup!" potong Niko. "Aku minta maaf kak" u...