Aku selalu di sini. Selalu menunggu, selalu berharap, keajaiban itu ada.
.
.
.
.
.
.Agatha mengerjap-ngerjapkan matanya silau karna sinar matahari yang leluasa masuk melalui jendela kamarnya yang dibuka lebar oleh Bik Emi.
"Bangun, non. Ini udah hampir siang loh" seru Bik Emi.
Agatha meregangkan tubuhnya lalu bangun dengan setengah malas dan duduk di bibir ranjang. Ia melirik jam yang menunjukkan pukul 10 pagi.
"Kemarin non ribut lagi ya sama den Agas?" tanya Bik Emi penasaran karna sepertinya kedatangan Agas kemarin hanya untuk adu mulut dengan Agatha.
"Biasalah, bik. Namanya juga remaja, ya gitu, labil" jawab Agatha, Bik Emi hanya mengangguk.
"Oh ya, bik. Agatha mau jenguk mama, tapi mobil Agatha masuk bengkel kemarin. Jadi, tolong minta ke Pak Dudun untuk siapin mobil lain" titah Agatha.
"Baik, non" ucap Bik Emi lalu melenggang pergi.
Dengan segera Agatha beranjak untuk mandi dan mempersiapkan diri untuk menikmati hari minggu yang akan ia habiskan bersama Olivia.
Agatha merias wajahnya dengan make-up natural, ia terlihat cantik dengan balutan dress kemeja berwarna soft blue itu.
"Selesai" ucap Agatha pada bayangan dirinya di cermin, lalu ia beranjak pergi menuju garasi karna di sana Pak Dudun sudah siap menunggunya.
Pak dudun membukakan pintu mobil dan Agatha masuk. Lalu Pak Dudun duduk di balik kemudi.
"Mau kemana non?" tanya Pak Dudun.
"Toko bunga, terus ke RS" jawab Agatha to the point.
"Jenguk mama ya, non" seru Pak Dudun dan mulai melajukan mobil itu.
Agatha hanya mengangguk sebagai jawaban 'iya'
***
Sesampainya di RS, Agatha langsung berjalan menuju ruangan tempat Olivia berbaring dengan seperangkat alat yang melekat ditubuhnya sebagai penopang kehidupan Olivia.
Hening. Hanya suara mesin monitor jantung dan detik jam dinding yang terdengar. Hanya suara itu yang menemani hari-hari Olivia di ruangan ini, setahun sudah berlalu namun Olivia masih sama, masih terbaring dengan mata tertutup.
"Happy Sunday, ma" ucap Agatha sambil mengecup pipi Olivia, lalu ia menaruh buket bunga di samping Olivia.
Agatha menarik kursi lalu duduk di sebelah kiri dekat ranjang Olivia. Tangan Agatha tergerak menggenggam tangan Olivia yang lemas.
"Seneng deh bisa jenguk mama hari ini" ucap Agatha sambil tersenyum kecut.
Agatha tak pernah lelah untuk bicara pada Olivia. Karena Agatha yakin, Olivia mampu mendengar setiap kata yang diucapkannya walau mamanya tak pernah memberi respon apapun. Setiap Agatha bicara pada Olivia, hanya detik jam dan suara mesin monitor jantung yang terdengar seolah ikut berbicara.
"Mama" panggilnya dengan suara parau.
"Kenapa aku harus terjebak dalam waktu yang seegois ini? Kenapa takdir dengan enaknya bermain denganku tanpa seijinku? Kenapa aku harus mengalami hal sepahit ini, ma? Kenapa aku harus melihat mama seperti ini? Bukankah harusnya aku yang terbaring lemas disini? Kenapa harus mama? Dan kenapa setiap hembusan napas ini tersara berat karna takdir yang mencekik?....
"..... Satu persatu orang mulai membeciku, ma. Satu diantara mereka saat ini benar-benar sudah pergi, mereka ninggalin aku. Aku kehilangan Aldo, Mila, Bianca, Kak Niko bahkan Raka yang bersikap aneh kemarin. Sedangkan disisi lain, Juan datang kembali. Aku benci Juan tapi aku juga rindu Juan disaat yang bersamaan. Aku lelah, ma. Hiks.. hikss.." Agatha menangis.
Bisakah Tuhan mendengar? Hentikan permainan takdir ini, ku mohon.
Sakit, sesak rasanya Agatha terisak dalam tangis yang semakin menjadi. Matanya sembab, pipinya dibanjiri air mata.
"Mama inget gak?" Agatha memberi jeda pada ucapannya, ia menyeka air matanya.
"Dulu mama pernah janji, mama janji gak akan tidur sebelum Agatha tidur. Tapi, kenapa sekarang mama tidur sebelum aku tidur? Bahkan mama tidur dengan waktu yang cukup lama, mama egois, mama ingkar janji" lanjutnya parau, ia kembali terisak.
"Ma..."
"Mama bangun ya. Mama bangun untuk aku ya. Buka mata mama, sekali aja, ma. Liat di sini, Agatha di sini, di samping mama. Setiap hari aku nunggu kabar dari mama, berharap mama sadar, berharap mama bangun dari tidur panjang ini, berharap mama bicara. Aku selalu di sini, ma. Selalu menunggu, selalu berharap, keajaiban itu ada" air matanya kembali jatuh. Tubuh Agatha terguncang hebat, ia terisak dalam tanggisnya.Lalu tangan Agatha tergerak mengelus punggung tangan Olivia.
"Aku yakin, mama bisa denger suaraku. Aku yakin, mama bisa rasain juga kesedihanku. Dan aku yakin, mama tau, aku sedang menangis saat ini" ucapannya sambil menyeka air mata yang terus mengalir.
Kini Agatha menatap sendu wajah pucat Olivia, masih sama. Tak ada respon apapun dari Olivia.
Tiba-tiba ponsel Agatha berdering, di layar ponsel tertera nomor Bik Emi.
"Kenapa,bik?" ucap Agatha.
"Di rumah ada tamu, non. Bibik udah suruh datang nanti lagi, tapi dia ngotot ingin nunggu sampe non datang" ucap Bik Emi diseberang telepon.
"Siapa ya bik?" tanya Agatha.
"Namanya Bagas, non"
"Aku pulang sekarang, bik" ucap Agatha lalu menutup teleponnya.
Sial. Lagi, lagi dan lagi, apa sih yang diinginkan si Bagas itu? Dasar menyebalkan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Before Hate After Love [slow update]
Teen Fiction"Kak Niko, tunggu!" teriak Agatha dengan segera berjalan mendekat, cowok itu langsung menghentikan langkahnya dan berbalik. "Kenapa?" tanya Niko dingin. "Yang waktu itu. Pas Raka nyium gue depan lo, itu-" "Cukup!" potong Niko. "Aku minta maaf kak" u...