XXIII. Believe

122 33 2
                                    


~~Happy Reading~~

.

.

.

Pagi ini Hakyeon tak sendirian, ia bersama Wongeun. Kali ini mereka berdua berniat untuk mengunjungi kantor kepolisian lagi guna mencari informasi lain, selama beberapa hari ini memang Wongeun tidak begitu banyak mendapat informasi, dengan datang ke sana adalah pilihan terbaik.

Setelah berhasil masuk ke dalam mereka langsung menuju meja Minhyuk berada. Mereka sengaja datang pagi buta agar tak ada yang memergoki keduanya. Ya.. Mungkin memang mereka tak terlihat, namun jika tiba-tiba melihat kertas-kertas melayang bukankah akan sedikit menakutkan?

"Hei, Yeon ah. Lihatlah.." tunjuk Wongeun menunjukkan beberapa lembar kertas. Hakyeon menggapainya, lalu membacanya perlahan.

"Semua data ini menunjukan bahwa Taekwoonlah dalang dari semua kasus kematian ini. Mulai dari Ji Eunhyo, nenek Kyunghee yang mati karena keracunan. Dan, Ji Baeyeong, bibinya yang mati karena tembakan," jelas Wongeun menunjuk beberapa poin dalam kertas.

Hakyeon menatap kertas tersebut dalam, lalu memperlihatkan apa yang didapatkannya. "Kasus kematian Ji Honjae kembali diulas ulang, dan kasus Ji Soo-ah belum terpecahkan." Wongeun mengangguk.

"Tapi, aku tahu jika Minhyuk mengincar Taekwoon. Aku sudah lihat beberapa bukti yang akan dituju untuk menangkap Taekwoon," lanjut Hakyeon.

"Kau benar.. Apa Taekwoon sudah mengetahuinya?"

Hakyeon menggeleng lemah. Sejujurnya ia ingin menatakannya kemarin, namun ia mengalami hal yang tergolong amat mengejutkan. Mau tak mau ia harus mengundurnya. Wongeun hanya menatapnya dengan tatapan teduh seolah berkata, tak apa kau dapat melakukannya lain hari.

"Yang masih kupikirkan sejak tadi itu alasan mereka memanggilnya Leo, kenapa seorang Jung Taekwoon memiliki panggilan seperti itu?" tanya Wongeun.

Hakyeon menoleh bingung. "Apa maksudmu? Bukankah sebuah hal biasa seorang penjahat ingin memiliki keunikannya masing-masing? Lihat, di sini dikatakan bahwa pelaku berturut-turut melakukan kejahatan di tanggal 12, 5, lalu 15. Dengan begitu akan merangkai kata 'Leo', dan keunikan lainnya adalah alat yang digunakannya. Ia selalu menggunakan racun, senapan, racun, senapan."

Wongeun mengangguk-anggukkan kepalanya. "Hanya saja aku seperti pernah mendengarnya. Ah.. sudahlah, lupakan," tuturnya dengan cengirannya.

Kemudian, keduanya mulai kembali sibuk mengamati kertas-kertas di hadapan mereka. Wongeun menoleh menatap jam yang berada di dinding, di sana menunjukan pukul 6, artinya mungkin sebentar lagi akan banyak orang yang datang ke sana.

Ditatapnya Hakyeon yang masih sibuk membaca, lalu ia melemaskan duduknya. "Hahh.. Aku tak menemukan apapun, hanya laporan yang sama sejak tadi," keluhnya mencoba mengalihkan perhatian Hakyeon, namun sepertinya ia gagal, Hakyeon sama sekali tak teralihkan.

"Apa yang sedang kau baca? Sesuatu yang penting?" tanya Wongeun penasaran.

Hakyeon tersentak, lalu menatap sahabatnya. "Ani.. Hanya saja, di sini dikatakan bahwa mendiang Ji Baeyoung tertembak dua kali. Satu di bahunya dan satu di jantungnya," katanya kembali fokus kepada kertas di tangannya.

Wongeun beringsut mendekat untuk menatap kertas yang sedari tadi menyita perhatian Hakyeon. Kemudian, pria sipit itu menatap sahabatnya heran.

"Ada yang salah dengan hal itu?" tanya Wongeun.

"Ke—"

Keduanya saling memandang. Mereka dapat mendengar suara langkah kaki seseorang mendekati ruangan mereka, segera mereka bergegas membereskan berkas-berkas tersebut. Beruntung mereka dapat membereskannya tepat waktu, jika tidak mungkin pria paruh baya itu akan berpikir jika ada maling di dalam kantor. Atau mungkin lebih buruk lagi? Ada dua sosok makhluk astral mengacaukan sebuah kantor polisi, mungkin akan menjadi berita yang bagus.

The Invisible Detective[LeoN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang