7. Shif Malam

6.7K 1.1K 77
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرّ َحِيم

Happy Reading!

•••

Malam ini Zoya mendapat shift malam di IGD rumah sakit Central Medika. Seperti biasanya IGD rumah sakit Central Medika tak pernah sunyi. Pasti ada saja pasien yang datang hilir mudik.

Rambut Zoya terikat kuda di belakang dengan asal. Beberapa anak rambut pun berkeliaran bebas. Jas putih yang melekat pada Zoya tampak sedikit kusut. Wajah Zoya pun memancarkan sirat kelelahan yang luar biasa.

“Serahkan CT-SCAN pasien ini pada saya nanti. Dan minta Dokter Fuad menangani pasien laki-laki yang datang bersama anaknya tadi. Saya ada operasi sebentar lagi.” titah Zoya. Rania menganggukan paham.

Berkerja dengan Zoya yang cekat membuat Rania kewalahan awalnya. Namun harus Rania akui, Zoya bagaikan malaikat yang turun di bumi. Tangannya amat luar biasa, Rania berdecak kagum setiap kali Zoya keluar ruang operasi. Sejak awal melihat Zoya, Rania punya keinginan yang harus ia penuhi, yakni menjadi perawat instrumen yang mendampingi Zoya setiap meluncur di medan tempur.

Perawat instrumen adalah perawat yang berada di ruang operasi. Bukanlah hal yang mudah untuk bisa masuk ke ruang operasi. Nyawa terbaring di atas ranjang operasi. Harapan keluarga pasien tergantung pada langit-langit ruangan operasi. 

Meskipun Rania harus sabar dengan sorot matanya yang tajam, perkataanya yang pedas dan sikap dingin bak batu es.

Zoya itu unik. Dan itu menjadi daya tariknya. Zoya itu sebenarnya baik namun cara penyaluran kebaikkannya saja yang terkadang salah. Ia sulit mengekspresikan diri.

Sifatnya yang menjadi introvet membuatnya dicap wanita angkuh di seluruh jagad Central Medika. Menyandang sebagai dokter bedah yang ketus adalah penghargaan bagi Zoya. Pasien juga lari ketika melihat sorot matanya yang tajam.

Namun sejak mengenal Zoya, Rania tak pernah melihat Zoya melakukan ibadah agama apapun, terkadang Rania binggung. Sebenarnya agama apa yang dianut Zoya? Rania pernah melihat status agama Zoya dan tertulis di sana Zoya beragama islam. Namun menyentuhkan kaki ke rumah Allah saja Rania tak pernah melihatnya.

“Pasien kecelakaan!”

Suara sirena meraung-raung di depan pintu IGD. Petugas ambulance berteriak sambil mendorong brankar. Belum lagi kaki Zoya beranjak pergi ke ruang operasi pasien kecelakaan datang. Zoya mendesah dalam hati. Hal seperti ini selalu saja terjadi padanya.

“Bawa ke sini.” titah Zoya sambil menunjuk pada salah satu ranjang pasien IGD yang kosong. Zoya sontak terkejut saat melihat korban kecelakaan itu.

Dia adalah remaja laki-laki yang masih menggunakan seragam sekolah putih abu-abu pada tubuhnya. Bukankah ini sudah sangat larut malam untuk memakai seragam sekolah? Ini sudah jam sebelas malam.

“Ah sakit! Brengsek, tolongin gue cepet!” teriak remaja itu meracau.

“Dia terjatuh dari motornya.” ujar salah satu petugas itu.

Zoya pun menganggukan kepalanya paham sambil melipat tangannya di dada santai. Remaja lelaki itu menjerit-jerit kesakitan. Dia terus mengeluarkan umpatan kasar miliknya.

“Sepertinya kakinya keseleo, Dokter Zoya. Dia terus memegangi dadanya. Apa yang harus kita lakukan?” tanya Rania yang sedang berdiri di samping korban kecelakaan itu. Dia melihat Zoya penuh tanya.

“Lo dokter kan? Tolongin gue cepet! Gue kesakitan woy!” kata remaja itu sambil menunjuk Zoya dengan jari telunjuknya.

Zoya menyunggikan senyumnya, benar-benar terlihat menyeramkan. Rania bahkan sampai meneguk salivanya takut. Matanya berkedip tiga kali memandang Zoya lekat. Zoya mendekat pada remaja lelaki itu. Ia sengaja menyentuh kaki remaja itu, ah bukan, namun lebih seperti mencengkramnya.

ZoyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang