16. Ketukan Hidayah

4.8K 781 30
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرّ َحِيم

Happy Reading!

"Bunda..." panggil Zoya pada wanita di sampingnya, "Ayah mana, Bun?"

"Sabar ya, Sayang. Ayah bilang abis pulang kerja dia ke sini. Zoya yang sabar ya, kan Ayah udah janji sama Zoya sama Bunda buat temenin kita malam di pasar malam hari ini." ujar Mia, Bunda Zoya.

"Bohong! Ayah enggak pernah mau temenin Zoya. Pasti kali ini Bunda bohong lagi sama Zoya kan? Ayah itu gak sayang sama Zoya! Ayah itu benci sama Zoya! Ayah enggak akan pernah mau temenin Zoya! Ayah—" ucapan Zoya terhenti ketika melihat sosok yang ia nanti berjalan ke arahnya.

"AYAHHHH!!!"

Bagi Zoya yang mulai tumbuh beranjak dewasa, kehadiraan ayahnya saat itu adalah hal yang paling berharga dan langka. Melihat sosok ayahnya yang berjalan dan menatap ke arahnya bagaikan mimpi yang nyata.

"Maaf ayah terlambat." ujar ayah Zoya.

"Tuh kan, apa Bunda bilang. Ayah pasti dateng." Bunda Zoya.

Entah apa gerangan yang membawa Ayah Zoya datang menemani Zoya hari ini. Intinya Zoya sangat bahagia. Walau wajah Ayahnya tak secerah biasanya. Setidaknya hari ini ia mampu mengabiskan waktu indah bersama sang Ayah.

"Makasih kamu udah dateng temenin Zoya hari ini." bisik Bunda Zoya pada suaminya sambil memandang Zoya yang tersenyum menunggu es-cream yang dibelinya.

Ayah Zoya menghela napas panjang lalu membalas tatap istrinya, "Ini semua karna syarat dari kamu. Cepat berikan semua surat tanah dan perihasan kamu itu."

Bunda Zoya tersenyum menganggukan kepalanya. "Akan kuberikan besok."

***

Kabut masih urung beranjak, dedaunan dan rerumputan pun basah terkena embun, raja siang pun belum tampak di ufuk timur. Rasanya tubuh ini akan membeku ketika jaket biru pekat itu tak melekat pada tubuh.

Zoya memeluk dirinya sambil melangkah keluar pintu villa. Kaki Zoya terasa membeku bertemu dengan udara pagi. Perutnya terasa kembung karna udara dingin.

"Selamat pagi!" teriak seorang pria berpakaian trening di depan pagar. Zoya hampir terjatuh jika tak siap siaga. Mata Zoya mendelik keluar melihat Haikal sudah memamerkan senyumnya itu.

Belum lepas dari ingatan Zoya saat tak sadar menangis di depan Haikal. Itu memalukan. Zoya bahkan langsung berlari masuk ke villa karna hal itu. Dan sekarang bocah tengil itu sudah berdiri di depannya. Oh bolehkan Zoya memendamkan kepalanya di tanah sekarang?

Dengan percaya diri Zoya menghiraukan Haikal dan berjalan keliling villa. Bukan Haikal jika cepat menyerah, dia membututi Zoya sambil berlari-lari kecil. Tampaknya Haikal baru saja jogging. Terlihat dari peluh keringat yang membanjiri keningnya. Tak cukup sampai disitu bahkan Haikal sesekali mengoda Zoya. Ini yang membuat Zoya kesal bukan kepalang.

"Kamu enggak ada kerjaan lagi selain gangguin saya?" tanya Zoya saat risih melihat Haikal yang terus mengikutinya.

Haikal tersenyum, "Enggak ada. Emang kayaknya gue dilahirin cuma buat gangguin lo aja hehe..."

"Begitu banyak spesies makhluk hidup di bumi dan jutaan wanita di dunia. Kenapa harus saya?!" celetuk Zoya sambil menautkan alisnya.

Haikal menggaruk pelipis kanannya, "Karna diantara ratusan spesies, jutaan wanita, dan miliaran manusia cuma lo yang berhasil buat gue penasaran."

ZoyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang