9. Emosional

5.6K 969 48
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرّ َحِيم

Happy Reading!

•••

Aku terdiam benar-benar kaget dengan siapa yang kulihat di depan mataku ini. Langkahku yang awalnya terpatri di bumi langsung bergerak cepat menghampiri seorang pria paruh bayah yang sudah meringkuk kesakitan di ranjang pasien.

Dia, supir truk yang kulihat beberapa minggu lalu.

Orang-orang mengatakan aku adalah pahlawan di sana. Namun kenyataannya dialah pahlawan yang sesungguhnya. Kemuliaan jiwa yang rela menolong tak ternilai harganya dan kesabaran hati untuk menghadapi setiap cercahan sungguh tak ada duanya.

Dia sosok yang luar biasa hebatnya. Aku bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih atas tindakannya waktu itu. Dialah yang menyelamatkan banyak orang.

Aku paham, jalanan tempat kejadian terjatuhnya mini bus itu sangat rawan kecelakaan. Banyak pengendaraan sepeda motor maupun mobil yang sering melaju di atas kecepataan rata-rata pada rute itu. Bayangkan saja jika waktu itu dia tak melintangkan truknya, bisa saja dari jalur yang sama muncul kendaraan lainnya dengan laju yang cepat siap menghantam mini bus itu.

Kecelakaan beruntun pasti tak bisa dielakan. Bahkan nyawa anak-anak pada mini bus itu pasti sudah melayang. Tak banyak orang yang siap bertindak dengan kejadian seperti ini.

Di zaman modern ini jika terjadi kecelakaan, kebanyakkan masyarakat bukan menolong namun malah sibuk mengabadikan moment-moment itu. Para korban butuh pertolongan pertama bukan rekaman video atau foto amatir. Sungguh, dimanakah akal mereka?

“Oh kamu. Dokter yang waktu itu kan?” tanyannya dengan suara lirih menahan sakit.

Aku menganggukan kepalaku sambil memperhatikan wajahnya yang sudah berkeringat dingin dan pucat. Pasti dia menahan rasa sakit yang luar biasa. Melihat dari pakaian yang ia kenakan dapat kupastikan bahwa dia sehabis pulang kerja di tengah malam seperti ini. Ah, ini sudah pagi. Jadi dia bekerja sampai pagi buta seperti ini?

“Coba lihat ini, Dokter Zoya.” seru salah satu perawat yang berdiri di sampingku. Aku pun mengambil kursi dan duduk tepat di sebelah ranjang supir truk itu. Sebuah layar itu menampilkan gambar organ pasienku ini.

Tanganku mengeser sebuah alat yang sudah diberi cairan seperti jel itu berjalan bebas pada perut supir ini. Sonografi atau ultrasonografi sama dengan USG. Pemeriksaan pada supir ini termaksud untuk melihat kondisi organ dalam pasien. Dan aku terkejut dengan apa yang kulihat.

Kedua ginjalnya tidak dalam kondisi baik-baik saja.

Aku pun meliriknya sejenak, “Apa yang urine Bapak berdarah?”

Dia diam lalu sedetik kemudian membuka mulutnya, “Iya. Urine saya suka berdarah. Dan saya merasakan nyeri di perut saja. Bahkan terkadang pandangan saya suka kabur tiba-tiba. Tapi kali ini saya merasakan sakit yang luar biasa.”

Aku sungguh tak percaya ini. Apa yang harus kukatakan padanya untuk menjelaskan ini semua. Dugaanku pasti benar dan tak mungkin salah. Semua gelaja yang tampak dan hasil yang tampak dari alat sonografi ini pun memperkuat dugaanku.

“Tolong ambil CT-SCAN Bapak ini.” ujarku pada perawat itu.

Dia pasti mengerti maksudku, aku sering melihatnya bekerja dengan begitu gesit di IGD bersama dengan Alisha. Namun saat aku mulai beranjak pergi sebuah tangannya menahanku.

Dia terlihat begitu kesakitan sampai aku tak sanggup memberitahu hasil diagnosaku padanya. Kenapa dalam satu harian ini banyak sekali yang terjadi? Kenapa aku sangat emosional? Aku sungguh membenci situasi ini.

ZoyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang