بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرّ َحِيم
Happy Reading!
•••
Dia pantas mati.
Itu satu-satunya yang ada dipikiran Zoya. Dia menolak menanggani pasien itu. Tubuhnya berangsur-angsur menjauh. Jujur saya, lehernya seperti terjerat dan kesulitan bernapas. Berulang kali Zoya memegangi lehernya gusar.
"Saya menolak menanggani dia."
Para perawat binggung. "Dok! Pasien kritis sekarang!"
"Dia ... pantas mati." ujar Zoya dan beranjak pergi begitu saja.
Bona terkejut saat Zoya menabrak tubuhnya begitu saja. Kepalanya miring dan tubuhnya berputar 180 derajat melihat Zoya yang aneh. Lantas dia mengangkat kedua bahunya, "Eh kamfret! Ada gilanya anak satu tuh,"
"Dok! Pasien kritis." Seorang perawat mendatangi Bona. Mereka pergi ke ranjang pasien ayah Zoya. Kedua mata Bona membuat sempurna melihat pria itu. Pria yang sama dengan yang ia temui beberapa hari yang lalu. Matanya memonitor seluruh tubuh pasien dengan jeli.
"Dimana walinya?" tanya Bona.
Hening. Semuanya diam. "Petugas ambulance sudah berusaha menghubungi keluarganya. Tapi, tidak ada kabar. Teman dekatnya akan datang 10 menit lagi ke sini, Dok."
"Lakukan CT-SCAN dan bawa pasien ke ruang operasi 4." perintah Bona pada perawat itu. Bona membuka jas dokternya dan pergi ke ruangan ganti. Sepanjang perjalanan dia berpikir keras mengenai hal ini.
Apa hubungan Zoya dengan pria ini?
***
Tak ada luka yang mendalam jika tak ada harapan yang begitu menjulang. Bukan manusia jika tidak mengantungkan harapannya pada manusia lain. Rasa cinta yang berkhianat adalah kedukaan bagi diri. Mungkin jika orang asing yang berkhianat tidak akan sesakit ini. Tapi sayangnya orang itu adalah ... sosok ayah.
Zoya tak bisa bernapas jika mereka ulang kejadian itu. Seluruh syarafnya membeku berhadapan kembali dengannya. Ya Tuhan, disaat dia mulai kembali melangkah kepada-Mu mengapa Engkau jatuhkan beban lagi padanya?
Tak ada jalan yang lurus untuk mendaki sebuah gunung. Ada jurang dan tebing pada setiap sisinya. Manakah yang akan kamu lalui? Sebuah jurang yang bisa membawamu jatuh kapan saja atau sebuah tebing yang akan sulit kamu daki?
Zoya berdiri di depan cermin toilet. Dia dapat melihat sosok lain dalam dirinya yang sedang memandangnya. Diri ini ingin marah tapi tak sanggup. Harus apa dia sekarang? Lelaki yang sedang kritis itu adalah ayahnya. Ada gejolak dalam diri inginkan dia mati saja, tapi mengapa? Hari ini hatinya begitu sakit? Bukankah saatnya ia bersenang sekarang? Atau benarkah masih ada cinta dalam hati seorang Zoya padanya?
Zoya terisak. Bahunya naik turun menghalau badai air mata yang mendesak keluar. Bibir Zoya bergetar menarik napas panjang. Ingatan bersimpah darah itu kembali menghantui. Bulir-bulir keringat dingin membuat tubuh Zoya makin merinding. Teriakan itu kembali terdengar. Wanita berjas dokter itu berusaha menutup telinganya rapat-rapat tapi suara itu tak mau hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zoya
Spiritual[SELESAI] Zoya Raizel Bakri. Zoya, begitu aku dipanggil. Wow, siapa yang tak kenal diriku? Aku adalah bagian dari tangan Tuhan tapi mereka lebih mengenalku sebagai tangan kematian. Aku adalah bagian dari tangan Tuhan tapi aku membenci Tuhan. Jika...