بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرّ َحِيم
Happy Reading
•••
Aku ingat sekali bagaimana pertama aku dan Rania bertemu. Hari itu adalah hari pertamaku berkerja di Central Medika. Tak banyak yang bisa kujelaskan tentang perasaanku saat itu. Aku adalah dokter yang resign dari RS lamaku karena masalah internal yang kumiliki. Aku jatuh pingsan saat di ruang operasi karena delusi yang kualami. Dan mereka memutuskan untuk memberiku pilihan antara aku yang milih keluar atau mereka akan mengeluarkan tindakan displiner. Tapi, aku tak ingin semakin banyak yang tahu tentang sakitku. Ah, sakit? Mungkin ini lebih seperti trauma. Trauma masa kecilku.
Akhirnya aku memilih keluar dari RS itu. Nasib baik mungkin masih menyertaiku tak ada berita apapun tentangku. Dan Dokter Akbar merekrutku untuk pindah ke Central Medika.
Dia perawat yang baru saja dipindahkan ke departementku. Saat pertama kali aku mengenalku dia senyumnya merekah sambil menjabat tanganku dengan hangat. Binar dimatanya begitu indah sampai kupikir dia bukan manusia sangking cantiknya ia, kupikir. Dia biasa saja namun entah mengapa sekarang dia jadi sesuatu yang harus kujaga. Dia tahan banting dengan semua omelanku. Dia tak pernah marah dengan sikapku yang kelewat batas.
Dia adalah Rania.
Rania sosok yang hampir bersamaku 24 jam saat awal-awal kubekerja di Central Medika. Selalu ada kopi hangat setiap pagi di meja kerjaku, itu adalah ulah Rania. Setiap stok makanan dan minuman yang selalu tersedia di ruanganku pasti karena Rania. Bahkan dia selalu menelponku untuk mengingatku rapat, cek pasien, atau seminar yang akan kuhadiri.
Namun saat dia terluka karenaku semua jadi hancur dan menyakitkan.Ah, mungkin karena tak ada yang pernah bersamaku sebelumnya dan saat ia hadir aku jadi sangat membutuhkannya. Aku tak punya keluarga sebagai tempatku mengadu atau berteduh dengan semua hiruk pikuk kehidupanku. Dan aku hanya punya Rania yang berada di sisiku.
Kini Rania berada di depanku. Tatapannya begitu teduh sambil menyerahkan cacatan pasien padaku. Aku tersenyum getir melihatnya. Dia memanggil namaku dengan suaranya yang sangat kurindukan.
“Dokter Zoya...”
Aku menitihkan air mata. Sorot matanya berubah jadi marah. Dia berceloteh dan memarahi dengan berdecak sebal. Aku tersenyum kali ini. Duniaku seperti hidup kembali mendengar semuanya namun semua berubah saat kurasa seseorang nepuk pipiku.
“Zoya!”
“Beri dia infus dan regulator oksigen!”
Perlahan semua pandanganku buyar dan aku mulai tersadar. Semua tak jelas dan begitu buram. Kumulai merasakan sekujur tubuhk sakit dan dadaku ikut sesak sekali. Kepalaku sangat pusing dan entah mengapa kini suhu terasa sangat dingin sampai menusuk kulitku.
“Dia sadar!” teriak seorang lelaki di sampingku. Dia tampak begitu khawatir sambil memanggil-manggil namaku. Mataku memonitor sekitar dan semua berwarna putih. Kulihat seseorang yang lain datang mereka ikut memanggil namaku.
“Mbak Zoya! Mbak Zoya kenapa?! Ini Alisha di sini, liat Alisha!”
Aku masih kesulitan bernapas namun perlahan pandanganku mulai jelas. Aku menggerakan tanganku perlahan walaupun terasa sangat lemas. Dia, wanita yang bernama Alisha ini mengenggam erat tanganku.
Sedangkan lelaki itu terus berdiri menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan.Aku bergerak melepaskan alat bantu napasku dan ditahan, “Apa yang mau lo lakuin!” kata lelaki itu. Haikal? Ah, benar aku baru sadar ia adalah Haikal. Aku menyentak tangannya dan membuka alat bantu napasku dan bergerak berdiri untuk pergi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Zoya
Spiritual[SELESAI] Zoya Raizel Bakri. Zoya, begitu aku dipanggil. Wow, siapa yang tak kenal diriku? Aku adalah bagian dari tangan Tuhan tapi mereka lebih mengenalku sebagai tangan kematian. Aku adalah bagian dari tangan Tuhan tapi aku membenci Tuhan. Jika...