بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرّ َحِيم
Happy Reading!
•••
Langkah kaki ini kian berat saat berusaha kembali memupuk iman. Ini tidak mudah. Tidak sesederhana air pegunungan yang mengalir pada lereng yang rendah. Iman adalah sebuah keyakinan. Bila yakin maka bertaqwa jangan ragu-ragu dalam melangkah karena Allah akan selalu bersama hamba-hambanya yang taat.
“Rania sadar!” kata Alisha dengan mata berbinar. Tak perlu ditanyakan apalagi yang mereka lakukan setelah itu. Rasanya berlari secepat apapun jarak ke ruangan Rania tetap terasa begitu jauh.
Matanya terbuka menatap langit-langit kamar dengan sayup. Kulit wajahnya begitu pucat dengan alat ventilator mengantung pada hidung mancung gadis ini. Orang-orang berjubah putih menjadi serba sibuk di sekeliling Rania. Rania sadar! Ini seperti mimpi.
Zoya menangis melihat gadis itu mencoba mengapai tangannya. Dadanya sesak bak ditimbun ratusan ton besi. Rania mengusap lembut pipi Zoya dengan gerakan kaku. Zoya tak pernah bermimpi akan menangis di depan banyak orang seperti sekarang. Suasana mengharu biru sampai setetes air mata Rania jatuh.
“Maaf,” tutur Zoya tertunduk dihadapan Rania.
Tak ada kata yang mampu mendeskripsikan begitu bahagianya Zoya dapat melihat kedua mata itu terbuka lagi. Dia berjanji pada dirinya sendiri akan berubah dan menjadi lebih baik lagi.
Semua itu karena Zoya sadar, kita tidak tahu kapan kita akan mati.
***
Beberapa bulan kemudian.
“Eh bodat! Kau ambilkan dulu sembako di mobil belakang,” ujar Bona
Haikal terkejut bukan main. “Kaki lo masih sehat walafiat kenapa gak dimamfaatin!”
“He’ei! Nurutlah sama yang lebih tua!” titah Bona tak ingin dilawan.
“Susah ngomong sama orang tua,” ledek Haikal sambil melengos kesal menuju mobil.
Hari ini mereka mengadakan syukuran untuk Rania. Tepat di panti asuhan mereka membagikan berbagai peralatan belajar dan sembako. RS Central Medika juga menjadi donator tetap di panti asuhan ini.
Langkah Haikal melambat saat melihat sosok yang ia kenal kewalahan memindahkan segoni beras dari mobil. Salah satu sudut bibirnya terangkat dan menghampirinya. “Lo emang avengers? Sok kuat!” celetuk Haikal sambil mengambil ahli beras itu.
Zoya tersentak kaget. Posisi mereka begitu dekat sambil tak sengaja Haikal menyentuh tangan Zoya. Anehnya, ada sesuatu yang Zoya rasakan. Haikal beranjak pergi namun terasa ada yang tertinggal.
Apakah itu?
Wanita berkemaja kotak ini langsung membuang napasnya kasar. Dia langsung memperbaiki rambutnya dan bergerak mengikuti langkah Haikal. Ini gila! Sudah entah berapa kali Zoya merasakan hal aneh ini. Tolonglah, usia Zoya sudah tidak pantas merasakan hal anak-anak seperti ini.
Acara berlangsung meriah. Beberapa dokter dari RS Central Medika juga melakukan cek kesehatan gratis untuk seluruh anak dan petugas panti. Warga di daerah sekitar juga diperkenankan datang. Lalu, bagaimana bisa bocah tengil itu di sini? Yah, Haikal. Siapa lagi jika bukan lelaki itu. Ternyata Haikal di sini menjadi donatur konsumsi. Restorannya memberikan makanan gratis untuk acara kali ini. Rania yang mengusulkannya dan diterima oleh pihak manajemen RS.

KAMU SEDANG MEMBACA
Zoya
Spirituelles[SELESAI] Zoya Raizel Bakri. Zoya, begitu aku dipanggil. Wow, siapa yang tak kenal diriku? Aku adalah bagian dari tangan Tuhan tapi mereka lebih mengenalku sebagai tangan kematian. Aku adalah bagian dari tangan Tuhan tapi aku membenci Tuhan. Jika...