6. Pisau dan Pasta

7.2K 1.1K 58
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Happy Reading!

•••

Langkahku gemetar berdiri di depan sebuah rumah yang tak kukenal. Aku hampir tak bisa bernapas saat gerbang besi yang tingginya setengah dari tinggiku itu terbuka begitu saja.

Entah apa yang merasuki tubuhku sampai aku melangkah masuk ke dalam tanpa beban. Hatiku menolak tapi tubuhku merespon lain. Bodoh! Ada apa denganku?

Tanganku membuka sebuah pintu sampai terdengar decitan di tengah kesunyian. Aku tak tahu apa yang terjadi denganku sampai aku melangkah bebas begitu ringan masuk dalam sebuah ruang tamu rumah itu.

“Rumah siapa ini? Kenapa aku di sini?” cicitku.

Ku melihat seorang pria berdiri membelakangiku dengan jaket hitam kulit yang mengkilat dengan seorang wanita berdiri di depannya ketakutan. Aku terdiam. Aku ada namun seolah tak ada. Hal yang membuatku semakin kaget adalah saat seorang remaja putri memegang sebilah pisau dapur. Aku sontak memundurkan langkahku.

“Ayah stop!” bentak remaja putri itu.

“Apa yang kamu pegang! Turunkan pisau itu!” teriak lelaki itu takut.

“Ayah kubilang stop! Hentikan semuanya!”

Aku tak tahu apa yang terjadi. Mereka adu cekcok. Aku memejamkan mataku. Napasku memburu dengan kaki tertancap kuat paku yang dipalu. Aku tak mampu bergerak sedikit pun. Kepalaku pusing mendengar suara jeritan dari mereka. Aku berteriak mencoba menghentikan namun gagal.

“Dengarkan aku! Kumohon hentikan semuanya!”

Aku mencoba keluar dari rumah itu. Aku melangkah keluar. Namun belum lagi aku berputar seratus delapan puluh derajat mendadak semuanya hening. Dengan langkah sedikit demi sedikit aku mutar tubuhku kembali. Dan saat itu juga tubuhku terjatuh di lantai.

Tubuh wanita tadi sudah berlumuran darah sampai darahnya merembes mendekatiku. Mataku membulat. Remaja itu memegangi pisau yang berlumuran darah dan lelaki itu berteriak histeris. Aku kehabisan suara untuk berteriak menjerit ketakutan. Lidah dan mulutnya mendadak kering. Aku kehabisan oksigen.

Semuanya menjadi semakin menyeramkan saat lelaki dan remaja putri itu melihat ke arahku. Mereka menyebutku pembunuh. Tidak! Aku tidak membunuh siapapun! Tidakkk! Aku mencoba bangkit berlari namun semuanya aku seolah terpaku di tempat. Mereka meneriakku pembunuh.

Tidak! Aku bukan pembunuh!

Aku berlari tak tentu arah. Keringat dingin bercucuran. Aku masih ada di rumah itu. Langkah kakiku entah membawaku kemana. Mereka terus mengikutiku dari belakang. Aku ketakutan. Sampai aku terjatuh tersandung sebuah buku di lantai. Aku meringis kesakitan.

Dan aku menangis ketakutan tak mampu bangkit. Sampai indera penglihatanku memonitor ke segala penjuru. Dan aku menemukan arti dari semuanya. Foto, aku melihat sebuah foto keluarga. Aku baru tersadar bahwa aku berada disebuah kamar yang terdapat foto keluarganya.
Mulutnya terbuka tak percaya dengan apa yang terjadi.

Itu ... aku. Dalam foto keluarga itu ada aku. Seorang remaja putri yang berdiri diapit seorang wanita berjilbab lebar dan seorang lelaki berkarisma kuat di sampingnya. Aku? Itu adalah aku waktu remaja.

ZoyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang