Masculus et Cerasus

548 45 2
                                    

Dua orang pria dewasa berpakaian rapi sedang duduk bersebelahan. Salah satu yang bernama Son Hyunwoo tak henti-hentinya menatap rekannya yang bernama Shin Hoseok, bagai anak anjing yang hilang dan sedang membujuk setiap orang yang melewatinya untuk membawanya ke dalam balutan selimut tebal. Sayangnya, Hoseok sebagai pria yang tidak peduli dengan temannya itu hanya meneruskan kegiatannya dalam mengetik entah apa.

"Ayolah, Hoseok," ucap Hyunwoo, nyaris melunturkan sifat jantannya di hadapan sahabatnya tersebut.

"Hyunwoo, sudah kukatakan aku tidak ingin pergi ke sana." Hoseok tetap menatap layar komputernya, tidak mengindahkan Hyunwoo yang sedang sibuk merengeki Hoseok.

"Hoseok, besok adalah hari Sabtu dan kau tidak ingin menggunakan malam ini untuk menyita waktu lajangmu?"

Hoseok menghentikan jarinya yang sedari tadi menari di atas papan ketik komputernya. Dengan tajam, ia menatap Hyunwoo. Bila tatapan dapat membunuh, pasti Hyunwoo telah dikubur di dalam liang gelap yang sempit di bawah tanah.

"Sudah kukatakan padamu, aku tidak ingin," ucap Hoseok singkat, kemudian kembali menatap barisan angka yang bertambah banyak di layarnya.

"Hoseok, aku yakin kau akan menyukai tempat itu!" Hyunwoo telah membuang harga dirinya ke luar jendela untuk memohon kepada Hoseok.

"Mengapa kau tidak pergi saja sendiri?"

Hyunwoo terdiam sejenak, kedua matanya bergeming, masih menatap Hoseok. "Aku peduli padamu."

"Apa yang kau pedulikan? Aku perlu tetap bekerja,"

"Memangnya siapa yang menyuruhmu untuk berhenti bekerja? Aku hanya mengajakmu untuk datang ke sebuah bar untuk menenangkan dirimu sendiri! Kau terlalu memaksakan dirimu hingga ke titik akhir dimana kau akan jatuh sakit,"

Hyunwoo kemudian bangkit, meninggalkan Hoseok di dalam ruangannya sendiri. "Aku sungguh peduli padamu, kau tahu? Ibumu mengatakan padaku bahwa kau bekerja terlalu keras."

Untuk sekali ini, Hoseok benar-benar menghentikan pekerjaannya dan menatap kawannya. Bila dipikir lagi, memang selama lebih dari dua tahun bekerja di perusahaan itu, Hoseok jarang sekali pulang ke rumah orangtuanya di Anyang. Hari Sabtu dan Minggu ia isi dengan berolahraga, terkadang sendiri, terkadang bersama Hyunwoo. Jarang sekali ia pergi ke bar maupun kedai kopi di pinggir jalan atau bahkan menyisihkan waktunya untuk sekadar mendengarkan pemain musik jalanan menampilkan bakat mereka.

Ia sudah lupa rasanya untuk bersantai, untuk melepaskan simpul-simpul mati pada otot-otot tegangnya.

"Baiklah, aku ikut,"

Mengetahui bahwa hati Hoseok telah luluh, Hyunwoo tersenyum lebar. Matanya menyipit akibat senyum lebar yang tulus dan ia dengan segera merentangkan kedua lengannya untuk memeluk Hoseok dengan erat.

"Inilah Shin Hoseok yang kuketahui!" Seru Hyunwoo seraya mempererat pelukannya.

Hoseok ikut tertawa melihat betapa girang sahabatnya. Ya, lagipula tidak akan ada yang berakhir salah dengan segelas minuman alkohol bukan?

Perjalanan menuju bar yang Hoseok belum pernah datangi sebelumnya terasa lama. Jalanan ibu kota mulai dipadati kendaraan seperti kelekatu yang keluar ke permukaan setelah hujan membasahi bumi. Hyunwoo bergumam di bawah napasnya bahwa kepadatan di jalan bukanlah masalah. Hoseok hanya mengangguk pada pernyataan temannya yang beberapa menit lalu menawarkan diri untuk mengambil kemudi.

"Sebenarnya, dimana tempat yang kau maksud itu?" Tanya Hoseok, tidak dapat membendung rasa penasarannya.

"Di tengah kota, tetapi mungkin kau belum pernah pergi ke sana, berhubungan dengan kesibukanmu,"

Vanilla, Diamond, Liquor ; s.hs + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang