Malam itu hujan turun saling berkejaran dengan deras. Udara dingin menggerogoti tubuh para penari dengan pakaian minim, tetapi inilah pekerjaan mereka. Entah di tengah musim panas yang menyengat, musim dingin yang kejam, musim gugur yang meniupkan angin kencang, maupun serbuk bunga yang mengganggu akibat terbang bebas dengan siliran musim semi, keempat penari Masculus de Caelo akan melanjutkan penampilan mereka apapun kondisi lingkungan di luar sana.
Suara gemertak gigi mulai terdengar di balik tirai. Changkyun berusaha payah untuk menghangatkan tubuhnya dengan selimut tebal yang dipinjamkan oleh Dasom kepada setiap penarinya yang sangat berharga. Minhyuk yang sudah pernah tinggal di lorong-lorong gelap antar bangunan selama beberapa tahun semasa remajanya dan telah berperang melawan dingin selama sebagian besar masa hidupnya membuatnya tak mempedulikan suhu bumi yang merosot drastis. Ia tetap memandangi cermin di hadapannya lekat-lekat, menyapukan gincu merah pada bibirnya. Hyungwon berulang kali menenggak vodka, entah untuk menghangatkan tubuhnya atau memang hendak membuat dirinya mabuk sebelum ia menampilkan tariannya. Tubuh Kihyun gemetar hebat, tangannya tak henti-henti memainkan kalung yang menggantung di leher hingga mencapai dadanya. Inilah kebiasaannya. Kihyun tak akan pernah berhenti memegangi bandul pada kalungnya, dan rutinitasnya tersebut akan terus berlanjut bila ia sedang gugup.
"Kihyun," panggil Hyungwon, "bisakah kau mengencangkan tali kekangku?"
Kihyun menatap pemuda yang jauh lebih tinggi daripada dirinya tersebut dan menemukan matanya terlalu peka kepada tubuh Hyungwon yang ditampilkannya kepada seluruh dunia. Tubuhnya tak terlalu berotot, tetapi tetap saja setiap mata yang memandang tentu akan mematung saat harus bertatapan dengan tubuh sempurnanya. Pakaian yang dipilihnya pun tak membantu Kihyun sama sekali untuk mengalihkan pandangannya. Tali kekang berbahan kulit imitasi itu melilit tubuhnya—secara langsung melakukan kontak dengan kulit tiada celanya—dan dilapisi oleh sebuah setelan warna senada membalut tubuhnya. Penampilannya benar-benar sempurna, namun begitu kontras dengan ketiga penari lainnya yang lebih memilih untuk mengambil resiko dalam pemilihan pakaian mereka.
"Dimanakah aku harus mengencangkannya?" Tanya Kihyun.
Pemuda mungil tersebut tentu tampak bingung. Bagaimana tidak, kerumitan tali kekang yang menempel pada kulit Hyungwon membuat rahang Kihyun sempat terjatuh, tertarik oleh gaya tarik Bumi. Diawali dengan persilangan kedua tali tepat di atas dadanya, kemudian cincin-cincin berbagai ukuran mulai tampak dan memperindah pola tali kekangnya, hingga berakhir pada sebuah gesper di urutan terbawah dekat pinggulnya.
"Di bawah sini?" Kihyun meraih gesper tersebut, berhati-hati sekali agar tidak menyentuh bagian yang tidak diinginkan olehnya.
"Ya,"
"Mengapa kau tidak melakukannya sendiri? Bukankah ini adalah hal mudah?"
"Aku terlalu mabuk untuk melakukannya, Kihyun,"
Kihyun mendengus. "Itulah sebabnya mengapa tidak seharusnya kita, para penari, meminum minuman alkohol sebelum tampil."
Hyungwon hanya tertawa pelan. Sayangnya, tawanya itu segera terhenti saat dirasanya ikatan pada pinggulnya terlalu ketat, hingga ia tidak dapat bernapas.
"Longgarkan! Apa yang kau pikirkan? Mengapa kau mengencangkannya bagai kau hendak membunuhku?" protes Hyungwon seketika, kemudian bernapas dengan lega saat tangan Kihyun mulai melonggarkan tali kekangnya kembali, "terima kasih telah memperbolehkanku untuk tidak mati terbunuh di tanganmu akibat tercekik oleh tali kekang,"
"Ini adalah ukuran tali kekang yang sebelumnya." Kihyun cemberut, ia berkacak pinggang. "Untuk apa kau memintaku untuk mengencangkannya bila pada akhirnya kau hanya akan kembali pada ukuran semula?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla, Diamond, Liquor ; s.hs + y.kh
Hayran Kurgu#1 KIHO @ 2018 AUGUST ; 2018 OCT ; 2019 MAY #2 KIHO @ 2018 SEPTEMBER #2 JOOHYUK @ 2018 OCT Aroma vanilla menghasut indera setiap kaum adam yang dilewatinya. Aroma vanilla yang manis membuat siapa pun yang berada di dekatnya ingin menikmatinya dalam...