Regessit Dudlius

332 35 8
                                    

Tema malam itu adalah hitam. Menggambarkan betapa gelapnya malam itu tanpa bintang di langit. Melukiskan bagaimana gelapnya pekerjaan para penari pria berpakaian minim yang tak henti-hentinya merayu para pelanggan kaya agar menghamburkan uang mereka tanpa diberi kesempatan untuk berpikir dua kali. Para penari di Masculus de Caelo telah berjalan keluar dari ruang pegawai, berjalan dengan sepatu hak tinggi berlapis kilau. Warna gelap itu mendominasi tubuh pucat para penari, memberikan kontras yang begitu memikat hati dan mata. Setiap mereka berjalan melewati lorong-lorong remang, maupun kelompok manusia-manusia kaya, diri mereka selalu dipaku oleh pasang mata yang bagai menelanjangi mereka. Tak ada yang berminat untuk mengalihkan pandangan mereka, bahkan saat Hyungwon mengirimkan lirikan kesal pada mereka yang begitu berani menatapnya dan ketiga temannya dengan penuh birahi.

"Hyungwon, tidak ada gunanya kau mendengus berulang kali dan berlagak menyebalkan," gumam Minhyuk.

"Ya, tapi mereka terus-menerus menatap kita dengan nafsu semacam itu. Tidakkah ini membuat kalian risih?"

Changkyun hanya tersenyum miris, "apa yang bisa kita lakukan? Kau pikir pekerjaanmu adalah seorang biksu? Kita ini pelacur, tidak ada seorang pun menatap kita dengan kasih sayang yang tulus,"

Pelacur. Begitu mudahnya kata itu terlontar dari mulut penari yang lebih muda. Bagai penari striptis hanyalah sebuah topeng untuk mengelabui para polisi yang bertugas di malam hari untuk memastikan bahwa tidak ada praktek prostitusi di dalam bar tersebut. Akan tetapi, Kihyun tidak keberatan. Sama sekali. Ia suka menjadi pusat perhatian. Semakin banyak laki-laki yang menatapnya, maka semakin meningkat pula suhu tubuhnya. Adrenalinnya semakin terpacu, semakin didorongnya agar ia mendapatkan tatapan yang lebih kotor dan hina.

"Siapa yang menyakitimu, Changkyun? Mengapa ucapanmu begitu kasar? Tidak pantas seorang yang sudah berdandan cantik sepertimu mengatakan hal demikian," ucap Kihyun, jari telunjuknya mengangkat dagu Changkyun agar penari striptis muda itu melihatnya.

"Kihyun, tidakkah kau ingin merayu orang lain selain rekan kerjamu sendiri?" Tanya Minhyuk sambil berkacak pinggang.

Kihyun memutar kepalanya cepat, menatap Minhyuk dengan mata tajamnya. Bila tatapan dapat membunuh, maka detik itu juga Minhyuk sudah berada di liang kubur.

"Apa kau bilang?" Tanya Kihyun, "apakah kau cukup suci hingga berhak untuk mengatakan demikian, Lee Minhyuk?"

Minhyuk mengangkat kedua bahunya, memutar matanya. Ia tidak peduli. Saat itu dirinya sedang di ambang tidak peduli dengan konfrontasi Kihyun atau bahkan ia tidak tertarik untuk memancing peperangan di bar damai itu.

"Hei, mentimun, jawab aku," panggil Kihyun.

Baru saja Minhyuk hendak melengos meninggalkan Kihyun dengan kepala temperamentalnya itu, Kihyun segera melontarkan hujatan yang—menurut Minhyuk—amat menghina dirinya. "Namaku bukan mentimun, dasar cebol!"

"Kau lupa bahwa kau sendiri punya kekasih yang merupakan pekerja di sini? Dasar manusia tidak punya otak! Kau lebih pantas disebut sebagai mentimun!"

"Tutup mulutmu! Kau sendiri tidak pantas untuk disebut sebagai penari terbaik di Masculus de Caelo karena kau sederajat dengan sebuah rebung! Kau pendek!"

"Lee Minhyuk, setelah penampilan, aku akan memberikanmu gincu merah pekat dari ekstrak cabai merah agar kau mati dengan bibir yang membengkak!"

"Ya, dan aku akan menyirami tanah kuburanmu dengan obat peninggi badan!"

"Tutup mulutmu, dasar udang—"

"Hentikan." Hyungwon berdiri di antara kedua penari yang tak henti-hentinya bertengkar itu karena masalah sepele.

Vanilla, Diamond, Liquor ; s.hs + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang