Kembali menapaki kehidupannya menjadi seorang pekerja, Hoseok melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya sedari pagi. Rambutnya berantakan, terlalu sering disisir oleh jarinya secara kasar. Helaan napasnya terdengar, berkali-kali ia melirik jam tangannya. Malam sudah larut, namun ia belum dapat beranjak dari kursinya. Tubuhnya ingin meninggalkan kantor dan pekerjaannya, namun pikirannya tak dapat menurutinya.
Son Hyunwoo masih setia mendampinginya. Seraya meminum kopi dari kedai yang buka 24 jam, Hyunwoo duduk di sebelah Hoseok yang tak jarang mengutuk pada layar komputernya. Ia memang telah menyelesaikan pekerjaannya—Hoseok sempat mengumpat karena Hyunwoo mendapatkan tugas yang lebih ringan dibandingkan dirinya—tetapi ia tidak pernah mau untuk meninggalkan sahabatnya tersebut. Hoseok telah menyuruhnya untuk pulang, untuk meninggalkan dirinya dan tumpukan pekerjaannya yang tak kunjung habis, tetapi Hyunwoo hanya melangkah keluar, kemudian kembali lagi dengan kedua tangan dipenuhi oleh kantong plastik berisi makanan dan minuman untuk seorang Shin Hoseok.
"Menurutku kau harus beristirahat," ucap Hyunwoo, kemudian menyeruput kopinya.
"Menurutku kau harus tutup mulutmu karena tidak mungkin aku dapat beristirahat selagi pekerjaanku belum selesai."
Hyunwoo cemberut. Ia kesal, tetapi ia tidak menyuarakannya. Ia tidak pernah ingin menyulut amarah sahabatnya yang berbadan kekar pula, tapi ia peduli. Ia peduli bagaimana Hoseok hanya akan membuat dirinya sakit akibat berusaha untuk menyelesaikan pekerjaannya semalam suntuk.
"Kau tahu bukan bahwa saat kau sedang dalam perasaan buruk seperti ini, kau hanya akan melakukan pekerjaan yang tak kalah buruk juga?" Tanya Hyunwoo, memastikan.
Hoseok hanya terdiam. Pekerjaannya telah direvisi berulang kali, membuat hatinya semakin mengamuk. Memiliki seorang bos yang tak tahu diri membuat Hoseok mendendam. Perasaan hatinya sedang amat buruk—mendung, bila disamakan dengan langit Seoul belakangan ini.
"Kau membutuhkan seseorang." Hyunwoo mengambil beberapa keping keripik kentang, kemudian mulai memakannya dengan kasar bagai seekor beruang yang kelaparan. "Seseorang yang akan menemanimu, bahkan tak segan untuk berbicara padamu dan dapat menenangkan hati dan pikiranmu."
"Aku tidak butuh siapa-siapa, Hyunwoo."
"Berhenti bersikap keras kepala dan terimalah usahaku untuk membantumu,"
Tak lama kemudian, Son Hyunwoo meninggalkan Hoseok yang sibuk berkencan dengan layar komputernya.
***
Hyunwoo datang dengan wajah sumringah. Entah apa yang membuatnya kembali, tetapi Hoseok tidak peduli lagi. Ia hanya ingin menyelesaikan pekerjaannya, pulang ke rumahnya, dan bermesraan dengan matras empuknya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata, Hyunwoo menempelkan selembar kertas kecil pada tepi layar komputer Hoseok. Senyum khasnya masih terukir di wajah, membuat Hoseok ingin mencakar wajah tampan sahabatnya itu. Akan tetapi, tak dapat dipungkiri bahwa Hoseok sebenarnya penasaran dengan tulisan di kertas berwarna hijau muda itu. Dilihatnya sederet angka ditulis dengan berantakan—Hyunwoo memang tidak dapat menulis dengan rapi—dan sebuah nama menghiasinya.
Yoo Kihyun
+82 18 1405 9322Hoseok mematung. Apakah benar nama yang dibacanya adalah Yoo Kihyun? Dengan segera, tangannya meraih secarik kertas tersebut, menatapnya lekat-lekat.
"Darimana kau mendapatkannya?" Tanya Hoseok, menaruh rasa curiga pada suaranya.
"Aku punya sumber informasiku sendiri,"
"Changkyun?"
Hyunwoo mengangkat kedua bahunya. "Aku hanya ingin membantumu. Mungkin saja suatu hari nanti kalian akan menjadi pasangan termanis di tahun 2018."
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla, Diamond, Liquor ; s.hs + y.kh
Fanfiction#1 KIHO @ 2018 AUGUST ; 2018 OCT ; 2019 MAY #2 KIHO @ 2018 SEPTEMBER #2 JOOHYUK @ 2018 OCT Aroma vanilla menghasut indera setiap kaum adam yang dilewatinya. Aroma vanilla yang manis membuat siapa pun yang berada di dekatnya ingin menikmatinya dalam...