Vale, Amor

239 30 5
                                    

Rembulan telah bangkit, menghiasi langit malam Seoul. Tepat hampir dua minggu tidak bertemu dengan Kihyun, Shin Hoseok akhirnya memutuskan untuk melawan ketakutannya sendiri dan membawa kendaraannya menuju tempat berdosa yang menjadi tempat pertemuannya dengan Kihyun untuk pertama kalinya. Ia tak dapat memungkiri bahwa jantungnya memukul-mukul tulang rusuknya, menghancurkannya satu demi satu. Demi bertemu Kihyun, Hoseok rela melakukan apa pun, bahkan bila artinya ia harus membunuh dirinya sendiri.

Perjalanan beberapa puluh menit menjadi tak terasa dan pada akhirnya, Hoseok kembali menjejakkan kakinya di atas lantai bangunan Masculus de Caelo. Surga para lelaki yang menjadi neraka bagi Hoseok.

Hoseok tidak melupakan peringatan Hyungwon bahwa ia telah dilarang untuk memasuki kawasan Masculus de Caelo, tetapi ia tak memedulikannya. Ia hanya perlu untuk menemui Kihyun.

"Tuan Shin," sapa Jooheon yang menyempatkan dirinya untuk membuka obrolan dengan pelanggannya bahkan saat tangannya sibuk meracik minuman.

"Apakah kau tahu dimana Kihyun?"

Jooheon menelan ludah. Ia tersenyum—sedih—dan ia hanya memalingkan pandangannya ke arah panggung, menatap sesosok lelaki di sana yang sedang menari dan menampilkan wajahnya yang bersinar di bawah sorot lampu. Balutan kemeja satin berwarna merah pada badannya merefleksikan cahaya dari lampu panggung, membentuk lekukan-lekukan indah. Rambutnya yang dahulu berwarna ungu gelap yang memesona, kini telah berubah menjadi warna hitam dengan sentuhan warna kecokelat-cokelatan. Matanya tetap tajam, senyumannya masih nakal. Kihyun tampak sama sekali tak tersentuh oleh hubungan mereka yang begitu berantakan.

Tepuk tangan meriah dan siulan memekakkan telinga Hoseok sesaat Kihyun membungkuk dan mulai meninggalkan gemerlap panggung. Hoseok berusaha untuk berjalan mendekati panggung dan meraih sang penari, akan tetapi untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak—Kihyun menemukannya. Sama seperti saat pertama kali mereka saling bertungkar pandang, mata Kihyun menemukan mata Hoseok. Akan tetapi, kali ini tatapannya dipenuhi rasa takut dan amarah. Ia berlari mengejar Kihyun yang mempercepat langkahnya.

"Kihyun!"

Kihyun berusaha mendesak orang-orang yang mengerumuni lorong, berusaha untuk kabur dari kejaran Hoseok. Sesekali ia menengok ke belakang, mengukur jarak yang memisahkannya dengan Hoseok.

"Yoo Kihyun!"

Hoseok kembali memanggilnya dan Kihyun kembali berlari. Akan tetapi, Kihyun kalah cepat dengan lelaki yang pernah berdiam di hatinya itu. Pergelangan tangannya digenggam dengan erat dan dengan sekali tarikan, tubuh Kihyun berbalik menghadap Hoseok.

"Ki—"

"Tuan Shin." Kihyun memotong ucapan Hoseok. "Lepaskan aku."

"Kihyun, kumohon dengarkan aku,"

"Tuan, lepaskan aku sekarang atau aku akan menelpon polisi,"

Kihyun menatapnya dengan tajam, tidak memedulikan kedua mata Hoseok yang mulai memohon dalam diam. Begitu pula dengan Hoseok, ia tidak memedulikan keinginan Kihyun. Ia harus membuat Kihyun mendengarkannya, tidak peduli apakah penuh pemaksaan ataukah tidak.

"Aku tidak akan melepaskanmu, Kihyun,"

"Hoseok! Lepaskan aku! Mengapa kau sangat keras kepala? Aku sedang bekerja, tidak bisakah kau lihat? Aku tidak punya waktu untuk semua omong kosong ini! Apa pun yang akan kau katakan, aku tidak akan mendengarkanmu!"

"Kihyun, kumohon tenanglah," ujar Hoseok, berusaha untuk menenangkan Kihyun yang meronta dalam genggaman Hoseok dan saat tangan kanannya telah bebas dari eratnya tangan Hoseok, Kihyun segera menampar pemuda di hadapannya tanpa berpikir panjang.

Vanilla, Diamond, Liquor ; s.hs + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang